Cara Lembut dan Keras Indonesia Hadapi Ancaman Bekas Anggota ISIS

6 November 2018 18:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia menyelenggarakan pertemuan Sub Regional Meeting on Counter Terrorism (SRM on CT) di Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (6/11/2018). (Foto: Darin Atiandina/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia menyelenggarakan pertemuan Sub Regional Meeting on Counter Terrorism (SRM on CT) di Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (6/11/2018). (Foto: Darin Atiandina/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pulangnya warga yang pernah menjadi anggota ISIS di Suriah dan Irak atau foreign terrorist fighters (FTF) memicu kekhawatiran akan menciptakan gangguan keamanan di negara asal mereka. Menghadapi ancaman ini, Indonesia dan delapan negara sepakat menerapkan langkah lembut dan keras.
ADVERTISEMENT
“Kita sepakat kita gunakan dua cara, hard approach dan soft approach,” kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI Wiranto usai pertemuan Sub Regional Meeting on Counter Terrorism di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, Selasa (6/11).
Hard (approach) kita segera tangkap dan penjarakan mereka yang nyata telah lakukan tindakan terorisme, soft (approach) kita menggunakan mereka untuk bongkar jaringan FTF yang bisa berkembang di negara asal,” lanjut Wiranto lagi.
Pendekatan ini dibahas dalam pertemuan sembilan negara yang dipimpin Indonesia dan Australia. Negara lainnya yang terlibat dalam pertemuan ini adalah Brunei Darussalam, Malaysia, Myanmar, Selandia Baru, Singapura, Thailand, dan Filipina.
Pada Mei lalu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut ada 590 WNI yang menjadi FTF di Suriah. Ketika mereka kembali ke tanah air, Wiranto menyebut perlu ada tindakan khusus untuk memerangi ideologi yang mereka pahami.
ADVERTISEMENT
“Setelah mereka kembali ke negara asal, setelah alami suatu pelatihan dan pengalaman perang, maka tentu ini berbahaya kalau tidak ada upaya perangi mereka,” ujar Wiranto.
Foto bersama pertemuan Sub Regional Meeting on Counter Terrorism (SRM on CT) di Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (6/11/2018). (Foto: Darin Atiandina/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Foto bersama pertemuan Sub Regional Meeting on Counter Terrorism (SRM on CT) di Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (6/11/2018). (Foto: Darin Atiandina/kumparan)
Wiranto menyebut untuk memberantas FTF, pemerintah Indonesia tidak dapat bekerja sendiri. Oleh karena itu, Indonesia bekerja sama dengan kedelapan negara lainnya untuk saling bertukar informasi intelijen demi mencegah terorisme.
“Untuk FTF, no single state yang mampu sendirian lawan terorisme, ini yang dorong kita untuk terus menerus kerja sama,” ujar Wiranto.
“Kami sepakat saling sharing info dan pengalaman agar negara peserta punya pemahaman sama, bahkan tukar menukar informasi sehingga anatomi jaringan teorisme dapat kita ketahui bersama dan lawan bersama,” tambahnya lagi.
Menteri Dalam Negeri Australia Peter Dutton usai pertemuan tersebut juga mengakui khawatir ancaman FTF terhadap negaranya. Australia juga sepakat meningkatkan kerja sama intelijen dengan berbagai negara untuk mendeteksi potensi ancaman.
ADVERTISEMENT
"Kami bisa bekerja sama erat untuk menghadapi FTF yang pulang dan ancamannya terhadap keamanan dalam negeri, ancaman indoktrinasi para pemuda di internet," kata Dutton.