Cegah Radikalisme, Mendikbud Minta Sekolah Rutin Bertemu Ortu Murid

17 Mei 2018 17:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mendikbud Muhadjir Effendy di Upacara Hardiknas. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mendikbud Muhadjir Effendy di Upacara Hardiknas. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Dita Oepriarto dan Puji Kuswati, mengajak empat anak mereka dalam aksi bom bunuh diri. Fenomena ini membuat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyoroti pentingnya komunikasi antara pihak sekolah dan orang tua murid.
ADVERTISEMENT
Muhadjir mengusulkan, pertemuan hendaknya dilakukan rutin setiap akhir pekan. Momen pertemuan itu bisa dimanfaatkan kedua belah pihak untuk saling berkonsultasi dan memaksimalkan penyerapan program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK).
"Kuncinya di Program Penguatan Karakter (PPK) saja dan itu sudah kita atur hubungan antara sekolah dengan keluarga. Harus ada pertemuan-pertemuan dengan orang tua, konsultasi utamanya di Sabtu dan Minggu. Itu untuk konsultasi antara keluarga dan sekolah," ujar Muhadjir di Kantor Kemenko PMK, Jakarta Pusat, Kamis (17/5).
SMP anak bomber gereja sekolah (Foto: Ardhana Pragota/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
SMP anak bomber gereja sekolah (Foto: Ardhana Pragota/kumparan)
Menurut Muhadjir, kerja sama antara pihak sekolah dengan keluarga dalam memaksimalkan fungsi PPK dinilai bisa mencegah masuknya beragam ajaran radikal kepada anak. Baik yang bersumber dari dalam sekolah maupun luar sekolah.
"PPK itu kan secara konseptual salah satunya untuk menanggulangi, menangkal, terjadinya penyimpangan-penyimpangan praktik ajaran, dari luar sekolah terutama," papar Muhadjir.
ADVERTISEMENT
Pengawasan terhadap murid oleh para guru juga harus ditingkatkan. Muhadjir menegaskan, para murid yang belum tiba di rumah orang tua atau wali mereka, masih berada di bawah pengawasan guru meskipun sudah lewat dari jam pengajaran.
"Misal nanti kalau guru sudah masuk 8 jam di sekolah, 5 hari 8 jam itu, maka walaupun murid sudah keluar dari sekolah maka guru atau sekolah masih tetap bertanggung jawab sampai anak-anak itu betul di tangan orang tua," papar Muhadjir.
Esktrakurikuler Rohani Islam (Rohis) di sekolah juga jadi perhatian Kemendikbud.
"Sama itu (rohis) juga tanggung jawab sekolah, sekolah nanti harus bertanggung jawab, bahkan kan nanti ada rapor ganda, jadi kegiatan anak di luar sekolah harus direkam oleh guru," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Imbauan-imbauan itu tak hanya berlaku di sekolah-sekolah umum, namun juga di pondok pesantren atau sekolah agama sejenisnya. Meski, lembaga pendidikan itu di bawah tanggung jawab Kemenag. Ia berharap segala upaya tersebut dapat dilakukan maksimal sehingga kejadian serupa tak berulang.
"Tetap Kemendikbud tanggung jawab karena itu di dalam sekolah. Tapi kita terus kerja sama dengan Kementerian Agama bagaimana supaya guru-guru agama ini bisa melaksanakan peranan dengan yang baik," jelasnya.
"Kalau kasus di Surabaya itu jangankan kepala sekolah, aparat keamanan saja tidak bisa mendeteksi. Artinya itu harus dipahami secara jujur, saya juga tidak bisa janji bahwa pasti 100 persen sekolah akan aman (dari paham menyimpang)," lanjut Muhadjir.
Sejauh ini, kata Muhadjir, tak pernah ada laporan yang diterimanya dari pihak sekolah terkait indikasi siswa-siswi mereka menyimpang. Bahkan menurut keterangan dari kepala sekolah, anak-anak bomber Surabaya itu tidak pernah menunjukkan gelagat aneh.
ADVERTISEMENT
"Sepanjang yang saya tahu belum ada yang masuk ke saya. Bahkan kemarin setelah kasus itu terjadi, saya kan langsung ke Surabaya ke TKP, kunjungan ke korban dan saya panggil semua kepala sekolah terkait. Menurut pengakuan dari kepala sekolah, anak-anak itu tak ada tanda-tanda penyimpangan," ucap Muhadjir.
Sekolah dari anak bomber Mapolres Surabaya. (Foto: Ardhana Pragota/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sekolah dari anak bomber Mapolres Surabaya. (Foto: Ardhana Pragota/kumparan)
Terakhir, Muhadjir menegaskan pihaknya akan meningkatkan evaluasi penerapan PPK di sekolah-sekolah. Termasuk sekolah-sekolah yang hanya melakukan upacara bendera dua pekan sekali.
"Akan kita evaluasi terutama sekolah-sekolah yang betul-betul melaksanakan PPK termasuk ada sekolah yang melakukan upacara bendera 2 pekan sekali, belum menggunakan lagu 3 stansa," ujarnya.
"Itu mungkin tidak terlalu progresif, tapi mungkin ada yang mengabaikan untuk mata pelajaran tertentu tidak diberikan di sekolah dan lain-lain, ini kita rekam semua, kita data semua," tutup Muhadjir.
ADVERTISEMENT