Cerita Dialog Yusril-SBY dan Telepon Jokowi soal Pilkada Melalui DPRD

13 April 2018 15:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Yusril Ihza Mahendra di Kompleks Parlemen (Foto: Antara/M. Agung Rajasa)
zoom-in-whitePerbesar
Yusril Ihza Mahendra di Kompleks Parlemen (Foto: Antara/M. Agung Rajasa)
ADVERTISEMENT
Wacana agar pilkada digelar melalui DPRD kembali mengemuka, setelah banyak calon kepala daerah terjerat Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK. Namun wacana yang dilontarkan Ketua DPR Bambang Soesatyo itu seperti hanya membuka kembali arena pertarungan lama tentang Pilkada langsung vs DPRD.
ADVERTISEMENT
Pertarungan sengit itu terjadi pada tahun 2014. Tepatnya September 2014 saat DPR mengesahkan revisi UU tentang Pilkada yang isinya menyetujui Pilkada dipilih melalui DPRD. Keputusan itu diraih melalui voting dua kubu besar di DPR yang memicu keributan.
Dua kelompok besar yaitu koalisi pendukung Prabowo (KMP) yaitu Fraksi PKS, PAN, PPP, Gerindra yang ingin pilkada melalui DPRD, dan koalisi pendukung Jokowi (KIH) yaitu PDIP, Hanura, NasDem, PKB, Golkar yang ingin pilkada tetap langsung.
Satu kelompok kecil adalah Demokrat yang ingin Pilkada langsung dengan perbaikan. Sidang paripurna DPR jelang pelantikan presiden dan wakil presiden itu dimenangkan koalisi KMP alias pendukung Prabowo bahwa Pilkada melalui DPRD.
Rapat Paripurna ke-9 DPR RI (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rapat Paripurna ke-9 DPR RI (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Dialog Yusril SBY
Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, menceritakan perdebatan setelah UU Pilkada itu disahkan. Yaitu desakan agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerbitkan Perppu untuk mengoreksi UU yang baru disahkan sehingga mengembalikan Pilkada secara langsung.
ADVERTISEMENT
"Sekitar Oktober 2014, ketika saya berada di Tokyo mengunjungi keluarga, tiba-tiba saya diundang Pak SBY untuk bertukar pikiran mengenai RUU Pilkada di Kyoto, Jepang. Beliau memang kebetulan sedang berada di kota itu, ketika saya ada di Tokyo," cerita Yusril dalam keterangan tertulis, Jumat (13/4).
Maka berangkatlah Yusril dari Tokyo ke Kyoto dengan kereta api Sikansen. Dalam pertemuan itu, Presiden SBY menanyakan mengenai RUU Pilkada. Yusril lalu berpendapat bahwa apa yang telah dituangkan dalam RUU Pilkada dan telah disepakati antara Presiden dan DPR agar tetap dipertahankan.
17 Cagub dan wagub Partai Demokrat oleh SBY (Foto: Intan Alfitry Novian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
17 Cagub dan wagub Partai Demokrat oleh SBY (Foto: Intan Alfitry Novian/kumparan)
RUU itu jika tidak ditandatangani oleh Presiden SBY, maka akan otomatis berlaku setelah 30 hari. Tetapi didasarkan pada masa jabatan Presiden SBY yang segera akan berakhir waktu itu, waktu 30 hari berlakunya UU tersebut akan terjadi pada saat Jokowi menjabat sebagai presiden baru.
ADVERTISEMENT
"Saya menyarankan lebih baik Presiden SBY tidak tandatangani, dan kemudian serahkan kepada presiden baru (Jokowi) bagaimana akan menyikapi RUU tersebut," tuturnya.
Jokowi setelah dilantik bisa saja mengembalikan RUU tersebut kepada DPR untuk dibahas ulang, karena merasa tidak terlibat membahas RUU tersebut. Ini kata Yusril, adalah keadaan yang tidak biasa karena sebuah RUU selesai dibahas tapi belum ditandatangi Presiden, dalam waktu kurang dari 30 hari sebelum jabatannya berakhir.
"Kepada SBY dan beberapa menteri serta Dubes RI di Jepang yang hadir dalam pertemuan konsultasi tersebut, disepakati bahwa saya ditugasi untuk menjelaskan masalah ini kepada Pak Jokowi yang segera akan dilantik menjadi Presiden," terang Yusril.
"Saya langsung menelpon Pak Jokowi dari hotel tempat pertemuan di Kyoto tetapi tidak dijawab. Ketika saya tiba di stasiun KA akan kembali ke Tokyo, Pak Jokowi menelepon balik ke saya," lanjutnya.
Presiden Jokowi berdiskusi dengan Jusuf Kalla (Foto: Yudhi Mahatma/antara)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi berdiskusi dengan Jusuf Kalla (Foto: Yudhi Mahatma/antara)
Dalam percakapan telepon itu, Yusril menjelaskan kepada Jokowi hasil pertemuan dengan SBY. Yusril menyampaikan kepada Jokowi bahwa dia akan membantu menjelaskan permasalahan ini ke publik. Jokowi paham.
ADVERTISEMENT
Usai dialog dengan SBY dan telepon Jokowi, Yusril terus mengamati permasalahan ini dari Tokyo. SBY kembali ke Jakarta, lalu tiba-tiba dia membaca berita dari Jakarta bahwa Mahfud MD mengatakan usul Yusril di Tokyo itu sebagai 'jebakan batman'.
Menurut Yusril, antara dia dan Pak Mahfud memang tidak ada komunikasi apa-apa sebelumnya, sehingga Yusri tidak berkesempatan untuk menjelaskan pembicaraannya dengan SBY di Kyoto.
"Setelah itu saya amati dari Jepang, Presiden SBY tidak melaksanakan apa yang kami bahas di Kyoto, tetapi kemudian mengeluarkan Perppu. Dalam Perppu itu, Pilkada kembali dilakukan secara langsung," kata Yusril.
Yusril Ihza Mahendra (Foto: Facebook Yusril Ihza Mahendra)
zoom-in-whitePerbesar
Yusril Ihza Mahendra (Foto: Facebook Yusril Ihza Mahendra)
Perppu SBY itu lalu diterima DPR dan hingga saat ini Pilkada tetap digelar langsung.
Nah, Yusril mengaku kembali mengungkap kisah itu terkait wacana Pilkada akan dikembalikan ke DPRD. Namun Yusril bicara itu juga untuk merespons Mahfud MD soal posisinya dalam perdebatan pilkada.
ADVERTISEMENT
"Saya sama sekali tidak menyinggung bagaimana pendirian Pak Mahfud mengenai Pilkada ini, apa beliau setuju pilkada langsung atau cukup melalui DPRD," ucapnya..
"Mungkin ada yang mengembangkannya ke arah seolah-olah saya 'menuduh' bahwa Pak Mahfud adalah pendukung Pilkada langsung. Akibatnya muncullah reaksi Pak Mahfud bahwa ucapan saya 'tendensius', 'menyesatkan' dan sejenisnya. Mudah-mudahan dengan penjelasan ini, masalahnya menjadi terang," tutup Yusril.