news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Cerita Guru soal Cita-cita Anak Teroris di Tandes: Jadi Tentara

16 Mei 2018 20:37 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
TKP penggerebekan di Tandes, Surabaya.  (Foto: Maulana Ramadhan/kumparan )
zoom-in-whitePerbesar
TKP penggerebekan di Tandes, Surabaya. (Foto: Maulana Ramadhan/kumparan )
ADVERTISEMENT
Siti Khumairoh terkejut ketika dua orang anak yang ia kenal datang dengan polisi ke kediamannya. Kedua anak tersebut adalah anak-anak Dedi Sulistianto, terduga teroris yang tewas dalam penggerebekan oleh Densus 88 di Jalan Sikatan IV, Manukan Wetan, Tandes, Surabaya, Selasa (15/5) petang.
ADVERTISEMENT
Bersama polisi, kedua anak itu datang ingin menjemput adiknya yang tengah mengikuti les di kediaman perempuan berusia 41 tahun itu.
"Saya kaget anak-anak datang sama polisi sambil nangis. Lihat kakaknya menangis, adiknya akhirnya ikut menangis," kata Khumairo.
Iroh begitu perempuan berjilbab ini biasa disapa, mengatakan awalnya tak percaya telah terjadi penggerebekan disertai dentuman senjata tidak jauh dari kediamannya.
"Sebelum (polisi dan anak-anak) ke sini itu ramai anak-anak lewat bilang ada bom bom. Saya bilang, 'Enggak ada, bomnya enggak ada di sini', tapi setelah mereka datang jemput kaget saya ternyata benar terjadi," tutur Iroh.
Siti Khumairoh, guru les anak Dedi. (Foto: Maulana Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Siti Khumairoh, guru les anak Dedi. (Foto: Maulana Ramadhan/kumparan)
Saat itu, Iroh diminta menemani ketiga anak Dedi yang akan dibawa oleh polisi. Iroh diminta untuk membantu menenangkan ketakutan yang dirasakan tiga anak yang masih dibawah umur tersebut.
ADVERTISEMENT
Tiga anak Dedi yakni D, F, dan H tidak ada yang menjalani pendidikan formal. D (13) tidak lagi bersekolah setelah tamat SD, sementara F (9) berhenti bersekolah di kelas 3 SD. Sementara H (7), anak laki-laki satunya hanya mengikuti les di sore hari.
"Ibunya pesan ke saya agar H hanya diajarkan membaca, hitung, dan surat-surat pendek Al-Quran saja. Kalau saya kan biasanya diselipkan Bahasa Inggris juga, ada tematiknya juga. Tapi ibunya sudah pesan begitu, ya saya mau gimana," ujar Iroh.
Iroh memang tidak mengenal akrab Y, istri Dedi. Keduanya hanya bertemu saat Y mengantarkan H les. Iroh dan Y juga menjadi wali murid di sekolah yang sama saat H masih bersekolah di TK B.
ADVERTISEMENT
"Cuma saat kejadian itu, yang mengantarkan les itu kakaknya, D. Biasanya ibunya," tambah Iroh.
Jenazah terduga teroris tandes dalam kontainer (Foto: Ferio Pristiawan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jenazah terduga teroris tandes dalam kontainer (Foto: Ferio Pristiawan/kumparan)
Padahal menurut Iroh, H selalu diantarkan oleh ibunya saat masuk les di tempatnya. Saat itu, D mengatakan ibunya sedang pergi sehingga yang D yang mengantar Y.
"Ibunya bilang mau keluar beli bahan-bahan kue. Setahu saya ibunya biasanya beli bahan kue setelah mengantarkan H," kata Iroh.
Meski kaget, Iroh mengaku sudah mengira bahwa saat penggerebekan, yang menjadi sasaran ialah ayah dari H. Hal itu ia dasarkan dari pengamatannya ke keluarga D.
"Kira-kira begitu. Pernah saya tanya ke H cita-citanya apa? Dia bilang mau jadi tentara Islam. Loh saya bilang, tentara ya sama semua nak, masa tentara khusus Islam," tutur perempuan berjilbab ini.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ia juga kerap mendengar omongan tetangga soal kepribadian Dedi. Salah satunya soal larangan memasang bendera merah putih saat bulan Agustus.
"Yang saya dengar dari orang-orang begitu. Katanya waktu Agustusan, enggak boleh pasang bendera merah putih," tutup Iroh.