Cerita Idrus Marham Saat KPK Lakukan OTT di Rumah Dinasnya

1 November 2018 14:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 Johannes Budisutrisno Kotjo (kiri) berjabat tangan dengan mantan Menteri Sosial Idrus Marham (kanan) (Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 Johannes Budisutrisno Kotjo (kiri) berjabat tangan dengan mantan Menteri Sosial Idrus Marham (kanan) (Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
ADVERTISEMENT
Praktik dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 terungkap dari adanya operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 13 Juli 2018. Ketika itu, KPK menangkap Eni Maulani Saragih selaku Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Golkar usai diduga bertransaksi suap. Penangkapan dilakukan di rumah dinas Menteri Sosial yang saat itu masih dijabat Idrus Marham.
ADVERTISEMENT
Idrus Marham mengakui masih ingat mengenai kejadian OTT tersebut. Menurut dia, sejumlah kader Golkar dan juga pegawai dari Kementerian Sosial sedang berada di rumahnya saat kejadian tersebut. Ketika itu, Idrus memang sedang merayakan ulang tahun anaknya.
"Sekaligus saya ingin ada kader Golkar yang ingin jadi caleg, namanya Pak Kunto. Kalau enggak salah, jam 2 (siang) Eni di rumah. Banyak kader Golkar dan dari Kemensos, duduk, salaman," ujar Idrus saat bersaksi untuk terdakwa Bos Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Budisutrisno Kotjo, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (1/11).
Idrus mengaku bahwa saat itu ia sudah mengundurkan diri dari jabatan Plt Ketum Golkar, dan ditunjuk menjadi Menteri Sosial menggantikan Khofifah Indar Parawansa. Ia pun sempat mengingatkan Kunto untuk berhati-hati menggunakan jabatannya di tahun politik.
ADVERTISEMENT
Usai perbincangan itu, Idrus meninggalkan ruangan dan masuk ke ruang kerjanya bersama politikus Golkar Robert Kardinal. Tak lama berselang, Eni Saragih masuk ke dalam ruangan dan melaporkan kedatangan tim KPK.
"Tiba-tiba Eni masuk. Kelihatan nunduk. 'Ada apa' (saya tanya), 'Ini bang, ada KPK'. Nanti bisa ditanyakan kepada penyidik yang jemput Eni," ungkap Idrus.
Mantan Wakil Ketua Komisi VII, Eni Maulani Saragih, tersangka kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1, usai diperiksa KPK, Rabu (26/9/2018). (Foto: Eny Immanuella Gloria)
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Wakil Ketua Komisi VII, Eni Maulani Saragih, tersangka kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1, usai diperiksa KPK, Rabu (26/9/2018). (Foto: Eny Immanuella Gloria)
"Saya bilang 'ada apa ini? Kalau enggak ada apa-apa enggak mungkin'. 'Ada bang, saya ambil uang, saya pinjam. Saya bilang, 'Ya sudahlah, pinjam atau apa anda harus ikuti'. Langsung pergi, katanya hormati Pak Menteri (Idrus)," sambungnya.
Menurut Idrus, Eni mengaku bahwa dia memang sempat meminjam uang dari Johanes Kotjo sebesar Rp 500 juta. Namun, di persidangan, Idrus mengaku tidak mengetahui soal peminjaman uang tersebut.
ADVERTISEMENT
"Jadi saya kaget, kok ada pinjam uang. Saya baru sadar. Dia enggak jelaskan (ambil dari siapa). Tapi baru ambil uang dari stafnya Pak Kotjo, kalau enggak salah Rp 500 juta. Setelah itu kaget, keesokan harinya dimuat di media, ternyata Eni sudah mengambil uang lebih dari Rp 4 miliar. Kaget dan marah," ungkap Idrus.
Sebab, kata Idrus, Eni sebelumnya sudah mendesaknya untuk meminjamkan uang setelah Idul Fitri. Idrus pun kesal lantaran Eni tidak melapor bahwa ia juga meminjam uang Johanes Kotjo.
"Saya bukan pengusaha, saya enggak punya uang. Dia bilang, 'berapa saja, Bang'. Akhirnya saya kasih SGD 18 ribu. Saya bilang ini untuk berobat saya, karena saya sakit. Kok dia ambil uang, saya enggak tahu. Saya tahu dari media, itu uang dari tempatnya Pak Kotjo," tuturnya.
Terdakwa kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 Johannes Budisutrisno Kotjo bergegas meninggalkan ruang sidang. (Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta)
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 Johannes Budisutrisno Kotjo bergegas meninggalkan ruang sidang. (Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta)
Dalam kasus ini, Johanes didakwa menyuap Eni dan Idrus Marham sebesar Rp 4,75 miliar. Suap diberikan agar Eni bisa membantu Johanes mendapatkan proyek IPP, PLTU MT Riau-1.
ADVERTISEMENT
KPK menduga Eni berperan untuk memengaruhi manajemen PLN agar Blackgold ikut dalam proyek PLTU Riau-1. Setelah OTT itu dikembangkan, KPK turut menjerat Idrus lantaran diduga dijanjikan uang USD 1,5 juta oleh Johanes untuk mendorong terjadinya kesepakatan kerja sama antar PLN dan Blackgold dalam PLTU Riau.
Eni sebelumnya mengakui uang Rp 2 miliar yang ia terima dari proyek PLTU Riau-1 digunakan seluruhnya untuk kegiatan partai. Menurut Eni, sebagian di antaranya untuk membiayai kegiatan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar.
Terkait kasus ini, Eni sudah mengembalikan uang Rp 2,25 miliar kepada KPK. Ia berharap, Partai Golkar juga segera mengembalikan uang tersebut. Seorang pengurus Golkar sudah mengembalikan uang sebesar Rp 700 juta ke KPK. Uang itu disebut terkait dengan Munaslub Golkar.
ADVERTISEMENT