Cerita Jokowi yang Sering Dengar Masalah Sengketa Tanah Saat Kunker

14 Juni 2019 12:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan kerja ke Bali dengan meninjau Pasar Sukawati di Kabupaten Gianyar, Jumat (14/6). Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan kerja ke Bali dengan meninjau Pasar Sukawati di Kabupaten Gianyar, Jumat (14/6). Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo mengaku sering mendengar masalah sengketa tanah setiap kali melakukan kunjungan kerja di desa-desa. Berdasarkan keterangan warga, kebanyakan masalah ini terjadi antara keluarga dan tetangga.
ADVERTISEMENT
"Kita tahu, saya kalau pergi ke desa, ke daerah, selalu yang masuk ke telinga saya sengketa tanah, konflik tanah. Bisa tetangga dengan tetangga, bapak dengan anaknya, ada," kata Jokowi di Taman Kilobar, Desa Taman Bali, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Gianyar, Jumat (14/6).
"Masyarakat dengan pemerintah, masyarakat dengan BUMN," lanjutnya lagi.
Untuk meredam polemik sengketa tanah, Jokowi di masa pemerintahannya mengeluarkan kebijakan pembagian sertifikat tanah. Menurutnya, kebijakan ini penting untuk mendinginkan suasana agar tidak ada lagi konflik yang sama terulang lagi.
"Oleh sebab itu yang namanya sertifikat adalah bukti hak hukum atas tanah yang kita miliki. Ini penting sekali untuk mendinginkan suasana yang ada di daerah agar tidak ada lagi konflik tanah, sengketa tanah lagi." ujarnya.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya sertifikat tanah, maka warga tinggal menunjukkan sertifikatnya jika ada pihak lain yang mengklaim tanah tersebut sebagai pemiliknya. Jika dibawa ke ranah hukum pun, pemilik sertifikat dipastikan akan menang.
Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan kerja ke Bali dengan meninjau Pasar Sukawati di Kabupaten Gianyar. Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden
"Kalau sudah pegang ini mau apa. Ada orang ngaku-ngaku ini tanah saya. Eh ini tanah saya, sertifikat ada, di sini juga jelas nama pemegang hak di sini, Joko Widodo, desanya jelas Bangli. Ada semua. Meter perseginya, ada semua, mau apa coba? Tanah saya ini, " tuturnya.
"Mau ke pengadilan? Pasti menang (karena) pegang ini kok. Oleh sebab itu, bersyukur pegang sertifikat," kata dia.
Jokowi juga mempersilakan warga untuk menggadaikan sertifikat tanahnya ke bank sebagai jaminan pinjaman. Namun, ia meminta warga agar hasil pinjaman itu dipakai sebagai modal untuk menghasilkan sumber pendapatan.
ADVERTISEMENT
"Biasanya kalau sudah pegang sertifikat, pengennya disekolahkan, benar enggak? Ya kalau mau disekolahkan, ya enggak apa-apa. Kalau enggak, simpan baik-baik. Kalau mau dipakai buat jaminan, anjungan, enggak apa-apa. Tapi untuk hal yang produktif, yang mendatangkan income. Oleh sebab itu, kalau mau (untuk jaminan) ke bank itu" jelasnya.
Jokowi menyebut kebiasaan masyarakat Indonesia usai mendapatkan sertifikat tanah pasti akan langsung digadaikan untuk membeli sejumlah barang, seperti mobil atau motor.
Namun karena akhirnya tidak mampu membayar cicilan, barang tersebut ditarik oleh perusahaan. Sementara masyarakat harus membayar utang sana sini.
"Orang kita ini biasanya kebanyakan (kalau) dapat Rp 300 juta, Rp 150 juta beli mobil, mutar-mutar kampung, desa. Enam bulan (kemudian) enggak bisa cicil mobil, enggak bisa cicil ke bank. Enam bulan mobil tarik dealer, " tuturnya.
Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan kerja ke Bali dengan meninjau Pasar Sukawati di Kabupaten Gianyar. Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden
Agar utang tidak menumpuk, Jokowi menyarankan agar hasil pinjaman dijadikan modal buka usaha. Sehingga ketika mendapatkan keuntungan, maka uangnya bisa ditabung untuk membeli barang-barang yang diinginkan, tanpa harus berutang.
ADVERTISEMENT
"Cek dulu bunganya itu berapa, harus tahu, cari bunga yang paling murah. Oh 7 persen per tahun, jangan bunga tinggi -tinggi ditabrak saja. Kalau pinjam, misalnya, tanahnya gede pinjam dapat Rp 300 juta dan digunakan semua Rp 300 juta itu untuk modal kerja, untuk modal usaha, untuk modal investasi. Jangan digunakan yang lain-lain, " tegasnya.
"Kalau dihitung masih ada sisa, bisa diteruskan. Ada sisa nanti sebulan sisa Rp 3 juta bisa ditabung, sisa Rp 5 juta bisa ditabung, baru mau beli sepeda motor bisa, mobil silakan. Jangan dari uang pokok pinjaman, hati-hati, " pungkasnya.