Cerita Lahirnya Pancasila dari Renungan Sukarno di Pohon Sukun

30 Mei 2018 18:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Bung Karno di Hari Lahir Pancasila (Foto: perpusnas.go.id)
Beberapa pendapat mengatakan bahwa perumusan Pancasila yang diusung Sukarno sudah ia renungkan sejak diasingkan di Ende, Flores, pada 1934. Kesaksian itu didapat dari salah seorang anggota grup Tonil Kelimoetoe yang dibentuk Sukarno, Umar Gani.
ADVERTISEMENT
Umar menyebut, Ende menjadi salah satu lokasi Sukarno mendapat inspirasi. Konon, dengan santai duduk di sebuah batu di bawah pohon sukun, Bung Karno seringkali merenungi persoalan dasar negara. Kini, lokasi itu diabadikan dengan nama 'Taman Perenungan Bung Karno'.
Taman Perenungan Bung Karno (Foto: ANTARA FOTO/Kornelis Kaha)
"Bung Karno suka duduk menghadap ke pantai, biasanya sehabis shalat subuh atau saat bulan terang. Beliau keluar rumah untuk jalan-jalan ke pantai, lalu duduk-duduk di bawah pohon sukun itu," kata Umar, dikutip kumparan dari tulisan Samuel Oktora, dalam Ekspedisi Jejak Peradaban NTT: laporan jurnalistik Kompas, halaman 198, yang melansir Bung Karno: ilham dari Flores untuk Nusantara.
Pohon sukun di Taman Perenungan Bung Karno (Foto: ANTARA News/Kornelis Kaha)
Gagasan tentang Pancasila dikemukakan pertama kali oleh Bung Karno dalam sidang Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau BPUPKI --hasil bentukan pemerintahan militer Jepang yang bertugas untuk menyelediki berbagai aspek seperti sosial-ekonomi dan politik demi persiapan kemerdekaan Indonesia--.
ADVERTISEMENT
"Apa dasar negara Indonesia yang akan kita bentuk ini?" Begitu kata Dr. Kanjeng Raden Tumenggung Wedyodiningrat selaku Ketua BPUPKI, kepada anggota-anggota sidang lainnya.
Pandangan mengenai dasar negara disampaikan selama 29 Mei hingga 1 Juni 1945. Muhammad Yamin, Dr. Soepomo, dan Ir. Soekarno, menjadi satu dari banyak pembicara yang turut memaparkan dasar dan falsafah negara dalam sidang BPUPKI.
Muhammad Yamin, mendapat kesempatan pertama menyampaikan gagasannya. Ada lima asas yang ia kemukakan: 1. Perikebangsaan, 2. Perikemanusiaan, 3. Periketuhanan, 4. Perikerakyatan, 5. Kesejahteraan Rakyat.
Suasana saat Sidang BPUPKI (Foto: belajar.kemendikbud.go.id)
Pada 31 Mei 1945, giliran Soepomo. Dia merumuskan lima asas: 1. Persatuan, 2. Kekeluargaan, 3. Keseimbangan lahir batin, Masyarakat, 5. Keadilan rakyat.
Penyampaian-penyampaian pidato itu dilakukan secara berurut. Pada 1 juni 1945, adalah giliran Soekarno yang membacakan usulan dasar negara --berikut pengenalan nama Pancasila--
ADVERTISEMENT
"...saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa, namanya ialah Panca Sila...' kemudian setelah beberapa kali kemungkinan akan di peras hanya menjadi tiga asas dan satu asas, beliau berkata 'Panca Sila menjadi Tri Sila, Tri Sila menjadi Eka Sila. Tetapi terserah kepada tuan-tuan, mana yang tuan-tuan pilih...." ujar Soekarno dalam pidatonya pada 1 Juni 1945, dikutip dari notulensi buku Muhammad Yamin.
Dia merumuskan lima hal, yakni: 1. Kebangsaan Indonesia, 2. Internasionalisme atau perikemanusiaan, 3. Mufakat atau Demokrasi, 4. Kesejahteraan Sosial, 5. Ketuhanan yang Maha Esa.
Hanya saja, pada momen itu, Pancasila barulah sekadar nama. Meskipun akhirnya anggota sidang menyepakati usulan Sukarno, namun, rumusan yang digagasnya itu, masih harus disempurnakan.
Presiden Sukarno saat Sidang BPUPKI (Foto: belajar.kemendikbud.go.id)
Lantaran, selama jalannya persidangan yang berlangsung tiga hari itu, anggota hanya mendengar pandangan umum pembicara tentang usul-usul rumusan dasar negara bagi Indonesia Merdeka. Sidang selesai, bahkan diadakan reses selama 1 bulan lebih.
ADVERTISEMENT
Penyempurnaan rumusan Sukarno diadakan bersama Panitia Kecil yang diketuai Sukarno. Dalam Panitia Kecil itu, dibentuk pula Panitia Sembilan yang bertugas untuk menyusun pandangan umum para anggota.
Rumusan itulah yang kemudian dijadikan bentuk utuh lima sila, yang dikenal sebagai Jakarta Charter atau Piagam Jakarta, yang lahir pada 22 Juni 1945. Piagam Jakarta, sempat mengalami penghalusan bahasa pada asas pertama, sehingga kelima asasnya seperti yang kita kenal kini:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmad Kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Memang, perumusan dasar negara Indonesia, selalu menuai perdebatan. Pergeseran peran konseptor lain untuk mengangkat nama Sukarno sebagai satu-satunya peletak dasar negara, kerap menjadi polemik.
ADVERTISEMENT
Namun, terlepas dari seluruh perdebatan itu, Presiden Joko Widodo akhirnya menetapkan Hari Kelahiran Pancasila pada 1 Juni. Penetapan tersebut tertuang dalam Perpres Nomor 24 Tahun 2016. Dalam perpres tersebut, pemerintah memberikan sejumlah pertimbangan.
"Bahwa sejak kelahirannya pada tanggal 1 Juni 1945, Pancasila mengalami perkembangan hingga menghasilkan naskah Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945 oleh Panitia Sembilan dan disepakati menjadi rumusan final pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia,"
Peringatan Hari Lahir Pancasila (Foto: Biro Pers Istana)
"Bahwa rumusan Pancasila sejak tanggal 1 Juni 1945 yang dipidatokan Ir. Soekarno, rumusan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 hingga rumusan final tanggal 18 Agustus 1945 adalah satu kesatuan proses lahirnya Pancasila sebagai Dasar Negara," tulis isi Perpres itu.
ADVERTISEMENT
Lantas, mengapa Hari Kelahiran Pancasila tidak ditetapkan pada 18 Agustus?
Alasannya, --jika merujuk pada pertimbangan Perpres Jokowi-- pada 18 Agustus 1945, negara sudah menetapkan hari itu sebagai hari Konstitusi Republik Indonesia yang ditandai dengan berlakunya UUD 1945. Seluruh nilai-nilai Pancasila, terdapat dalam bagian pembukaan/preambule UUD 1945 tersebut.
Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, diadakan rapat untuk menyusun ketatanegaraan agar Republik Indonesia bisa diakui secara de facto.
Maka dari itu, beberapa poin penting yang disahkan pada sidang PPKI 18 Agustus 1945, adalah penetapan UUD 1945 sebagai konstitusi, mengangkat Soekarno-Hatta menjadi presiden dan wakil presiden, membentuk Komite Nasional, dan pembagian wilayah Indonesia yang terdiri dari delapan provinsi.
Sehingga, pemilihan hari lahir Pancasila pada 1 Juni 1945, kembali merujuk pada munculnya nama "Pancasila" itu sendiri, dari usulan yang dibawa Sukarno dalam sidang BPUPKI.
ADVERTISEMENT