Cerita Mahasiswa Aceh Batal Salat Jumat di Masjid Christchurch

17 Maret 2019 11:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Masjid Al-Noor, Christchurch, Selandia Baru. Foto: Facebook/@dudi.susanto.7
zoom-in-whitePerbesar
Masjid Al-Noor, Christchurch, Selandia Baru. Foto: Facebook/@dudi.susanto.7
ADVERTISEMENT
Maut adalah takdir Tuhan yang tidak dapat ditolak. Bila dia datang, maka tak ada yang bisa mencegahnya. Jika belum waktunya, maka tidak ada yang bisa memajukannya betapa pun keras usaha manusia.
ADVERTISEMENT
Seperti yang dialami oleh seorang mahasiswa Aceh di Selandia Baru. Setiap Jumat seharusnya dia ke masjid Al Noor di kota Christchurch, tapi tidak di Jumat nahas itu (15/3). Suatu hal mencegahnya ke masjid tersebut, membuatnya lolos dari penembakan brutal teroris supremasi kulit putih yang menewaskan 50 orang.
Mahasiswa itu adalah Dian Fajrina yang saat ini tengah menempuh pendidikan University of Canterbury, School of Teacher Education. Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala (FKIP Unsyiah) Banda Aceh ini, dan suaminya berencana melaksanakan ibadah salat Jumat di Al Noor.
Masjid Al-Noor, Christchurch, Selandia Baru. Foto: Facebook/@Ainullotfi Abdul-Latif
Namun itu urung terlaksana karena mobil mereka rusak dan harus masuk bengkel. “Saya dan keluarga memang sering salat berjamaah di Masjid An Noor. Dari senin lalu kami juga sudah berencana salat Jumat di sana," kata Dian dalam keterangannya, Minggu (17/3).
ADVERTISEMENT
"Tapi mobil rusak karena bocor radiator sehingga sekeluarga tidak jadi berangkat,” kata Dian lagi.
Batal ke masjid, Dian keluar pergi berbelanja ke supermarket. Sementara anak dan suaminya tinggal di rumah. Ketika itu pukul 13.40, saat penembakan di masjid Al Noor dan Linwood terjadi di kota Christchurch.
“Suami saya sakit jadi tinggal di rumah tidak bisa ke masjid. Anak-anak juga enggan berangkat sekolah karena pagi itu hujan,” katanya.
Seorang anak kecil meletakkan bunga sebagai penghormatan kepada para korban serangan di masjid, di luar Masjid Al Noor di Christchurch, Selandia Baru. Foto: Reuters/Jorge Silva
Setibanya di rumah, tiba-tiba muncul pesan mengejutkan di grup WhatsApp Persatuan Pelajar Indonesia Canterbury soal penembakan di Masjid.
“Pesan itu masuk melalui grup WA. Dari grup itu juga mengetahui kondisi warga Indonesia yang berada di lokasi kejadian. Ada student yang selamat dari pembantaian. Wallahu a'lam bagaimana cara mereka bisa selamat dari berondongan peluru. Karena kita yakin, semua peluru sudah ada alamatnya," kata Dia.
ADVERTISEMENT
Pasca kejadian tersebut seluruh sekolah dan kampus dikunci. Para siswa dan mahasiswa dilarang keluar hingga situasi aman. Dian mengaku panik dan syok ketika mengetahui peristiwa itu. Sebab keluarganya telah berencana akan salat di sana.
“Bersyukur, sebab di saat kejadian saya dan keluarga berada di rumah. Kami turut sedih dan berduka banyak jamaah masjid yang menjadi korban,” kata Dian, yang pernah mengisi kajian Islam di Masjid Al Noor.
Dian Fajrina (kedua kanan), seorang Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala (FKIP Unsyiah) Banda Aceh yang tinggal dekat dengan Masjid Al Noor di Selandia Baru. Foto: Dok. Istimewa
"Pukul 6 PM baru dikeluarkan pengumuman mereka yang terperangkap di sekolah dan kampus boleh pulang. Dan warga diarahkan tetap di rumah jika tidak ada keperluan,” tambahnya.
Kejadian ini mengejutkan banyak pihak. Pasalnya, pembunuhan massal tidak pernah terjadi sebelumnya di Selandia Baru.
ADVERTISEMENT
Menurut Dian, Selandia Baru adalah rumah nyaman bagi Muslim. Hal itu kata dia, terbukti banyak Muslim dari berbagai negara yang tinggal.
"Di tempat saya kuliah ada beberapa orang Muslim. Mereka berasal dari Mesir, Arab Saudi, Pakistan, Maladewa, Malaysia, bahkan Fiji," pungkasnya.