Cerita Mantan Teroris Sebarkan Radikalisme di Surabaya

18 Mei 2018 12:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Yusuf, mantan teroris yang pilih berbisnis (Foto: Dok. Yusuf)
zoom-in-whitePerbesar
Yusuf, mantan teroris yang pilih berbisnis (Foto: Dok. Yusuf)
ADVERTISEMENT
Aksi teror membelenggu Surabaya beberapa hari lalu. Dita Oepriarto, Tri Murtiono, adalah deretan nama yang muncul sebagai otak serangan teror di Kota Pahlawan itu.
ADVERTISEMENT
Tak lama setelah itu, nama Cholid Abu Bakar juga muncul. Abu Bakar disebut--sebut sebagai 'guru' dari Dita dan Tri. Seperti Aman Abdurrahman, Cholid Abu Bakar adalah seorang ideolog. Otak dari ideologi radikal yang menyusup dan mengental di kepala keluarga Dita dan Tri.
Akar-akar radikalisme nyatanya telah lama bertumbuh di Surabaya. Seorang mantan teroris, Machmudi Haryono alias Yusuf Adirima (42), membeberkan pengalamannya saat ‘bergerilya’ dalam pusaran radikalisme puluhan tahun silam di Surabaya.
Yusuf yang pernah bergabung kelompok Jamaah Islamiyah (JI) dan mujahidin Moro Islamic Liberation Front (Filipina), mengaku sudah mengenal pelaku bom 3 gereja Surabaya, Dita Oepriarto. Yusuf menyebut, Dita kala itu sudah aktif dalam kegiatan bernada jihad.
“Sedikit banyak tahulah (pergerakan di Surabaya), sebelum saya berangkat ke Filipina kan menghilang dua tahun. Ya sekilas-kilas kenal sama Dita. SMA 5, SMA 7 Surabaya ngertilah minimal karena saya juga lama disebarkan di Surabaya tahun-tahun itu (sebelum 2000-an),” cerita Yusuf kepada kumparan, Kamis (17/5).
Nyala Lilin Untuk Korban Bom Surabaya (Foto: AFP/Adek Berry)
zoom-in-whitePerbesar
Nyala Lilin Untuk Korban Bom Surabaya (Foto: AFP/Adek Berry)
Saat di Surabaya, Yusuf menjalani beberapa aktivitas. Di antaranya, daurah (berkumpul mendengarkan ceramah), bertemu ikhwan-ikhwan (sebutan teman/saudara laki-laki yang biasanya satu afiliasi).
ADVERTISEMENT
“Berkunjung, gimana sehat antum (kamu), rohaninya gimana, rohisnya gimana?” kenang Yusuf.
Adalah Perang Bosnia yang menjadi pelecut Yusuf dan rekan-rekannya menjadi seorang jihadis.
“Waktu itu di sana disebut Perang Bosnia, nah itu saya sudah pegang CD-nya, saya udah nonton filmnya,” sebut dia.
Tentang Perang Bosnia (1995), sekitar 7 ribu Muslim meninggal dalam tragedi ini. Orang-orang Serbia membantai mereka dengan sadis dan membuang mayat mereka begitu saja dalam kuburan massal.
Surabaya Disebut Kota Kafir
Ada semacam kerangka berpikir dari para teroris bahwa Indonesia adalah negara kafir-tak berasas hukum pada syariat Islam. Hal itu kemudian berimbas pada pandangan para jihadis tentang Surabaya.
“Itu kayak semacam imbas ajaran kita hidup di negara kafir. Surabaya itu kota kafir, maka selain kita boleh jadi korban, khususnya polisi dan sebagainya,” ungkap Yusuf.
ADVERTISEMENT
“Mereka kafir dan boleh dibunuh. Itu yang agak riskan dari ajaran mereka. Menyimpang,” imbuh dia.
Keluarga pelaku ledakan bom di Surabaya. (Foto: Facebook/Puji Kuswati)
zoom-in-whitePerbesar
Keluarga pelaku ledakan bom di Surabaya. (Foto: Facebook/Puji Kuswati)
Dan, apa yang telah ditanam lama akhirnya pecah pada 2018. Tak tanggung-tanggung, anak istri para jihadis ikut serta dalam misi keji ini. Dari penuturan Yusuf, keluarga inti teroris adalah lingkaran dekat yang paling mudah dipengaruhi.
“Orang yang dekat itu lumrah kok dipengaruhi, adik kakak, ipar mereka yang sering ketemu dijadikan target untuk dipengaruhi,” tutur Yusuf.
Kini Yusuf sudah lama keluar dari jerat terorisme. Setelah dia terbebas dari penjara tahun 2009 silam, dia memulai lembaran baru dalam hidupnya. Yusuf bertransformasi menjadi pebisnis kuliner dan rental mobil.