Cerita Mishalova, Bayi Pengidap Atresia Bilier

24 Juni 2017 15:00 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mishalova, Bayi Penderita Atresia Biller (Foto: Dok. Hanindya)
zoom-in-whitePerbesar
Mishalova, Bayi Penderita Atresia Biller (Foto: Dok. Hanindya)
ADVERTISEMENT
Mungil. Itulah yang bisa saya sebutkan ketika menemui seorang bayi kecil bernama Mishalova. Sekilas dia tampak seperti bayi pada umumnya. Namun ketika diperhatikan lebih dekat, dia sedikit berbeda dari bayi pada umumnya.
ADVERTISEMENT
Mata dan kulitnya berwarna kuning. Tubuhnya pun kecil, tidak seperti bayi berusia 1 tahun pada umumnya. Dia anak yang menggemaskan, tapi terlihat begitu lemah.
Mishalova sudah sekitar 7 bulan harus bolak balik rawat jalan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Salemba, Jakarta Pusat. Penyakit yang dideritanya adalah penyakit langka, yaitu Atresia Billier. Sebuah penyakit yang timbul akibat tidak terbentuknya saluran empedu yang menyebabkan hatinya rusak.
Dan hari ini Mishalova kembali datang ke rumah sakit untuk kontrol rutin. Dia menjalani dua pemeriksaan hari ini, yaitu pemeriksaan gastro dan nutrisi.
"(Pemeriksaan) gastro (untuk) dilihat perkembangan hatinya. (Sementara) nutrisi (untuk melihat) gizi buruk," ujar Hanindya, ayah Mishalova saat ditemui kumparan (kumparan.com) di RSCM, Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (22/6).
Mishalova, Bayi Penderita Atresia Biller (Foto: Nadia Jovita/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mishalova, Bayi Penderita Atresia Biller (Foto: Nadia Jovita/kumparan)
ADVERTISEMENT
Mishalova juga menderita gizi buruk karena penyakitnya ini. Faktor lain yang menyebabkan Mishalova menderita gizi buruk adalah karena lahir prematur.
Bayi biasanya lahir ketika usia kandungan memasuki umur 9 bulan. Namun tidak dengan Mishalova. Dia lahir ketika masih 7 bulan berada di dalam kandungan ibunya.
Hanindya menuturkan tidak ada masalah dengan istrinya saat mengandung Mishalova. Istrinya pun sangat menjaga makanan yang dia konsumsi serta rajin melakukan kontrol ke dokter kandungan.
"Cuma karena air ketubannya pecah, lahirnya prematur. Sama dokter sempat dikasih obat inject untuk menahan. (Setelah diberi obat penahan) diperkirakan bisa kuat dua bulan. Tapi baru dua hari udah lahir," kata Hanindya mengingat momen kelahiran Mishalova.
"(Istri) makan bagus dan enggak pernah minum obat kalau sakit. Kalau sakit minum antangin enggak mau. Maunya natural, minum jus aja," tuturnya.
Mishalova, Bayi Penderita Atresia Biller (Foto: Dok. Hanindya)
zoom-in-whitePerbesar
Mishalova, Bayi Penderita Atresia Biller (Foto: Dok. Hanindya)
ADVERTISEMENT
Lahir prematur, Mishalova terlihat sehat meski kecil dan lemah. Barulah ketika memasuki usia 2 bulan, istri Hanindya mulai curiga dengan kondisi anak keduanya yang tidak wajar.
"Ibunya curiga kok BAB nya putih, mata menguning, perut buncit. Padahal habis lahiran (dirawat) di rumah sakit sebulan.  Tapi dokter enggak tahu. Terus disuruh tes laboratorium dan baru mulai curiga," paparnya.
Dari hasil laboratorium di RSUD Karyadi, Kandeman, Batang diketahui kadar cairan kuning Mishalova sangat tinggi. Pihak RSUD pun langsung mengusulkan agar Mishalova menjalani rawat jalan dan melakukan serangkaian tes seperti tes laboratorium, USG, radiologi, dan kedokteran nuklir. 
Berdasarkan hasil dari serangkaian tes tersebut, pihak dokter mulai curiga Mishalova menderita Atresia Billier. Pihak dokter RSUD pun akhirnya merujuk Mishalova untuk diperiksa di RSCM ketika usianya 5 bulan.
ADVERTISEMENT
"Di sini dites lagi. USG, radiologi, biopsi. Dan dari situ akhirnya dokter memvonis Atresia Billier," ujarnya.
Mendengar vonis dokter, Hanindya dan istrinya syok. Apalagi ketika dokter menjelaskan jalan satu-satunya agar Mishalova bisa sembuh adalah dengan transplantasi hati.
"Setelah dijelaskan apa Atresia Billier dan jalan satu-satunya harus cangkok hati, luar biasa sekali. Syok. Istri nangis terus karena itu kan penyakit langka," ujarnya.
Mishalova, Bayi Penderita Atresia Biller (Foto: Dok. Hanindya)
zoom-in-whitePerbesar
Mishalova, Bayi Penderita Atresia Biller (Foto: Dok. Hanindya)
Setelah mengetahui jalan satu-satunya adalah transplantasi hati, Hanindya pun langsung memutuskan untuk mendonorkan hatinya untuk putri kecilnya itu. Ia dan istri pun sempat berdebat siapa yang harus mendonorkan hatinya.
"Pendonornya karena ini kan anak saya, jadinya saya. (Orang lain) enggak mungkin ada yang mau. Istri juga mau ikut donor. Tapi saya bilang saya aja karena istri kan sudah perjuangan melahirkan dia," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Namun pasangan ini harus terkendala biaya. Berdasarkan informasi yang dia terima, biaya untuk operasi transplantasi hati sekitar Rp 900 juta sampai Rp 1,2 miliar. Hanindya memang memiliki BPJS, namun BPJS hanya bisa meng-cover biaya operasi sebesar Rp 269 juta.
Tapi Hanindya dan keluarga beruntung. Selama di RSCM, ada Relawan Hati yang memberikan semangat dan dukungan kepada Hanindya. Menurut penuturannya, Relawan Hati juga ikut menggalang dana meski dia tidak tahu sudah berapa dana yang dikumpulkan oleh Relawan Hati.
Selama 7 bulan rawat jalan di RSCM, Hanindya sudah menghabiskan uang sebesar Rp 35 juta yang berasal dari tabungannya sendiri. Kini dia berharap agar ada relawan yang bersedia untuk membantu Mishalova dari kekurangan dana.
ADVERTISEMENT