Cerita Saksi Perusakan Nisan Makam di Magelang
ADVERTISEMENT
Rusaknya puluhan makam di empat pemakaman Kota Magelang, Jawa Tengah mengagetkan masyarakat. Pasalnya kota tersebut selama ini dikenal sangat toleran.
ADVERTISEMENT
Salah satu permakaman yang turut dirusakan adalah Permakaman Segadoeng yang berada di Tidar Krajan, Tidar, Kecamatan Magelang Selatan, Kota Magelang. Di permakaman tersebut satu nisan salib rusak pada 30 Desember 2018 lalu.
Kejadian tersebut sempat diketahui oleh Wahyu Lestari (43). Perempuan tersebut tinggal tepat di depan makam. Wahyu mengatakan perusakan terjadi sekitar 01.00 WIB. Ketika sedang salat, Wahyu mendengar suara gaduh seperti orang menebang pohon.
“Saya kaget ada-ada suara dak duk dak duk. Itu tak (saya) kira orang nebang pohon,” katanya, Kamis (3/1/2019).
Wahyu bersama seorang anaknya yang masih kecil lantas keluar ke teras rumah. Saat ia keluar rumah, tampaknya pelaku menyadirinya. Dari sela-sela tembok permakaman Wahyu pun sempat melihat pelaku. Meski tak jelas, Wahyu menyakini pelaku berjenis kelamin laki-laki dan mengenakan baju putih.
ADVERTISEMENT
“Anak saya nginguk-nginguk (melongok) terus ada yang nginguk-nginguk (melongok) dari lubang. Saya tidak tahu kalau kejadiannya seperti ini,” katanya.
Dia mengaku hanya melihat satu orang saja di lokasi makam. Lantaran takut ia juga tidak melihat sekeliling apakah ada kendaraan atau tidak. Wahyu kemudian lantas masuk rumah.
Di dalam rumah, Wahyu mengaku tidak tenang. Ia merasa ada hal yang tak beres. Namun ia tidak berani untuk mendekat dan tetap memutuskan berada di dalam rumah.
“Setelah saya masuk suara itu tidak ada lagi. Mungkin karena merasa ketahuan,” ujarnya.
Pada pagi harinya Wahyu baru menyadari bahwa nisan makam salib atas nama F Sriyati tersebut sudah rusak dan patah.
ADVERTISEMENT
“Pas ada tetangga meninggal keluarganya ke sini. Diletakkan begitu saja. Keluarga mengaku sudah ikhlas,” katanya.
Kejadian ini mengagetkan Wahyu lantaran ternyata kejadian serupa terjadi di sejumlah permakaman lain. Kejadian ini juga mengherankan lantaran selama ini masyarakat hidup rukun meski berbeda agama.
“Muslim non muslim campur makamnya. Hidup baik berdampingan juga,” katanya