news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Cinta untuk Indonesia dari Keturunan Jawa di Kaledonia Baru

2 Mei 2018 16:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
“Biarpun saya pergi jauh tidak kan hilang dari kalbu, tanahku yang ku cintai engkau ku hargai”
ADVERTISEMENT
Bagi seorang Widyarka Ryananta, menjadi Konsul Jenderal RI di Noumea, Kaledonia Baru, Prancis, adalah salah satu anugerah terindah dalam hidupnya. Bagaimana tidak, dia di sana bisa menjumpai satu komunitas masyarakat yang memiliki hubungan erat dengan bangsa Indonesia, khususnya suku Jawa.
Meski terpisah jauhnya jarak Jawa dan Kaledonia Baru, masyarakat keturunan di sana tetap menjalankan tradisi budaya Jawa. Bahasa Jawa pun begitu menggema di sana meski bahasa nasional Kaledonia Baru adalah Prancis.
Masyarakat keturunan Jawa di Kaledonia Baru (Foto: Dok. Widyarka Ryananta)
Menurut Widyarka, hidup kurang lebih 3 tahun di Kaledonia Baru memperlihatkan sebuah ketulusan dari diaspora Indonesia, khususnya masyarakat keturunan Jawa di sana.
“Yang paling mengesankan buat saya adalah ketulusan mereka. Mereka masih tetap memegang tradisi para leluhur kita di sana sehingga biar pun mereka yang sebetulnya sudah berkewarganegaraan Prancis kan sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan saya sebagai wakil pemerintah Indonesia. Tapi mereka ini masih menganggap bahwa saya ini dalam tanda kutip seperti lurah mereka,” terang Widyarka Ryananta, Konsul Jenderal RI di Kaledonia Baru tahun 2014-2017, sekaligus penulis buku ‘Jejak Orang Jawa di New Caledonia’, kepada kumparan (kumparan.com) saat ditemui di kediamannya Jumat (27/4).
ADVERTISEMENT
“Jadi mereka itu tadi, tulus, gotong royongnya bagus sekali dan guyub,” tegas Widyarka.
Widyarka Ryananta, Konjen RI untuk Kaledonia Baru. (Foto: Tomy W Utomo/ kumparan)
Di kesempatan lainnya, Widyarka juga sempat terkagum-kagum dengan ketulusan hati para masyarakat keturunan Jawa di Kaledonia Baru.
Sewaktu bertugas di Kaledonia Baru, Widyarka berkesempatan menyelenggarakan dua kali peringatan HUT RI, yaitu tahun 2015 dan 2016. Dalam peringatan itu, dia berusaha melibatkan para WNI dan diaspora Indonesia yang ada di sana.
Para diaspora yang hadir jumlahnya bisa dikatakan cukup banyak. Di antara mereka ada yang membawa anak, cucu, serta menantu. Beberapa di antaranya bahkan izin tidak masuk kerja demi mengikuti perayaan kemerdekaan Indonesia itu.
“Bukankah hari ini hari kerja? Apakah tidak masuk kerja?” tanya Widyarka seperti yang dia tulis dalam bukunya.
ADVERTISEMENT
“Sengaja minta izin setengah hari supaya bisa mengikuti upacara,” jawab seorang masyarakat diaspora.
“Ini bentuk rasa hormat kami kepada negeri leluhur Indonesia,” timpal seorang diaspora lainnya.
Widyarka sendiri sempat kaget melihat beberapa diaspora Indonesia itu masih hafal syair lagu Indonesia Raya.
Masyarakat keturunan Jawa di Kaledonia Baru (Foto: Dok. Widyarka Ryananta)
Saat upacara, mereka menyanyikan lagu Indonesia seraya memberikan hormat kepada Sang Merah Putih. Para diaspora yang hadir dalam upacara ini kebanyakan adalah perempuan. Mereka banyak yang tampil dengan busana tradisional Jawa.
Menurut Widyarka, gaya mereka mirip dengan penampilan Ibu Tien Suharto, istri presiden kedua RI. Rambut disanggul, wajah dirias, mengenakan kebaya, dan kain bawahan batik tulis, serta alas kaki yang sesuai.
Seorang direktur lembaga pendidikan swasta di Noumea (ibu kota Kaledonia Baru), Julie Hardier, bersama anak dan kerabatnya turut mengahadiri perayaan 17 Agustus. Sewaktu kecil dia mengaku sering diajak orang tuanya untuk mengikuti upacara 17 Agustus di Konsulat-tahun 1993 ditingkatkan menjadi Konsulat Jenderal-.
ADVERTISEMENT
“Saya juga akan mengajarkan hal yang sama mengenai nilai sejarah Indonesia dan makna kemerdekaan kepada anak cucu. Bagi saya, Indonesia adalah contoh negara multikultural yang sekarang sudah maju dan tetap melestarikan identitas budaya,” ungkap Hardier.
“Jadi kami tidak boleh melupakan sejarah dan akan terus mengikuti perkembangan Indonesia,” pungkas dia.
Masyarakat keturunan Jawa di Kaledonia Baru (Foto: Dok. Widyarka Ryananta)