Dari Jakarta, Partai Oposisi Kamboja Tolak Hasil Pemilu

30 Juli 2018 11:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi Pers Pascapemilu Kamboja oleh Combodia National Rescue Party (CNRP) di Hotel Le Meridien, Jakarta (30/7). (Foto: Nabilla Fatiara/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi Pers Pascapemilu Kamboja oleh Combodia National Rescue Party (CNRP) di Hotel Le Meridien, Jakarta (30/7). (Foto: Nabilla Fatiara/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Berbicara di Jakarta, kelompok oposisi Kamboja yang dipimpin Partai Penyelamat Nasional Kamboja (CNRP) menyampaikan kemarahananya atas pemilu di negara tersebut. Mereka menyatakan hasil dari pemungutan suara pada (29/7) lalu mesti ditolak.
ADVERTISEMENT
Wakil Presiden CNRP Mu Sochua dalam konferensi pers di Jakarta menyatakan, pemilu di negaranya hanya akal-akalan bagi Perdana Menteri Kamboja Hun Sen untuk mempertahankan kekuasaannya.
"29 Juli 2018 adalah penanda matinya demokrasi di Kamboja, hari kegelapan baru di sejarah kami," sebut Sochua, di Hotel Le Meridien Jakarta, Senin (30/7).
"Pengumuman yang sudah dikeluarkan komisi pemilihan umum harus ditolak oleh komunitas internasional," sambung dia.
CNRP pada pemilu lalu, tidak dilarang ikut serta. Oleh rezim Hun Sen lewat putusan MA partai oposisi tersebut dibubarkan.
Pemerintah Kamboja mengajukan pembubaran CNRP karena tudinga mencoba menumbangkan pemerintahan yang sah dengan bantuan pihak asing. Tuduhan itu dibantah oleh CNRP.
Perdana Menteri Kamboja Hun Sen mengikuti pemilu keenam sejak negaranya merdeka dari perang. (Foto: MANAN VATSYAYANA / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Perdana Menteri Kamboja Hun Sen mengikuti pemilu keenam sejak negaranya merdeka dari perang. (Foto: MANAN VATSYAYANA / AFP)
Tanpa keberadaan CNRP, partai Hunsen, Partai Rakyat Kamboja (CPP) tidak mendapatkan rival yang berarti dalam pemilu yang disebut sarat intimidasi tersebut. CCP mendapat 100 dari 125 kursi di Parlemen Kamboja.
ADVERTISEMENT
Dengan kemenangan ini, Hun Sen yang telah memimpin Kamboja selama 33 tahun akan kembali terpilih sebagai perdana menteri. Menurut Sochua, ini adalah awal dari sistem satu-partai yang otoriter di Kamboja.
"29 Juli akan dianggap sebagai hari demokrasi multi-partai yang konstitusional diganti secara ilegal oleh kepemimpinan satu partai. Prinsip dasar Perjanjian Perdamaian Paris 1992 soal perumusan sistem politik Kamboja telah dilanggar sehingga memicu krisis keamanan regional," kata Sochua merujuk pada perjanjian yang mengakhiri konflik Kamboja-Vietnam.