news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Dedi Mulyadi Kritik Ngabalin: Publik Tidak Suka Karakter yang Frontal

4 September 2018 10:27 WIB
Dedi Mulyadi di DPP Partai Golkar. (Foto: Jamal Ramadhan/ kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Dedi Mulyadi di DPP Partai Golkar. (Foto: Jamal Ramadhan/ kumparan)
ADVERTISEMENT
Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi KSP Ali Mochtar Ngabalin mendapat teguran Ombudsman agar tidak terlalu vokal membela Presiden Joko Widodo. Menanggapi hal ini, Ketua DPD Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi menilai Ngabalin perlu memperbaiki gaya komunikasinya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, Ngabalin seharusnya menggunakan pola komunikasi yang melahirkan suasana sejuk bagi semua pihak. Apalagi memasuki tahun politik, Ngabalin diharapkan bisa lebih santun dalam memberikan pernyataan.
"Mungkin saja dalam kultur Pak Ngabalin pola itu terbilang biasa. Tetapi ini pilpres, seluruh masyarakat bukan hanya kultur masyarakat tempat Pak Ngabalin terlahir. Kita bicara seluruh kultur di Indonesia," kata Dedi dalam keterangan tertulisnya, Selasa (4/9).
Dedi kemudian mencontohkan bagaimana kultur masyarakat di Pulau Jawa yang tak menyukai komunikasi yang frontal. Ia menilai, masyarakat menyukai komunikasi yang tenang tapi argumentasinya tetap kuat.
“Publik tidak menyukai karakter frontal. Mereka lebih menyukai karakter penuh ketenangan tetapi dengan argumentasi yang kuat dan tidak terkalahkan,” jelasnya.
Tenaga Ahli Utama KSP Ali Mochtar Ngabalin (28/08/2018). (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tenaga Ahli Utama KSP Ali Mochtar Ngabalin (28/08/2018). (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
Gaya komunikasi Ngabalin ini juga dinilai dapat mempengaruhi posisi Jokowi sebagai capres di Pilpres 2019. Dikhawatirkan masyarakat bisa beralih tidak menyukai Jokowi karena tidak suka dengan Ngabalin.
ADVERTISEMENT
“Kalau gaya komunikasi Pak Ngabalin tetap seperti itu, saya khawatir berdampak terhadap Pak Jokowi. Orang yang tidak suka terhadap gaya Pak Ngabalin, bisa menjadi tidak suka kepada Pak Jokowi. Ini nanti arahnya ke depannya soal elektabilitas beliau,” tuturnya.
Dedi kemudian mengungkapkan kriteria juru bicara idealnya. Menurutnya, seorang juru bicara tidak harus pintar, namun harus memiliki pembawaan yang tenang dan santun. Karakter seperti ini, kata Dedi, sangat disukai calon pemilih.
“Banyak orang cerdas tetapi karakternya frontal. Ini publik tidak suka. Tetapi banyak juga orang yang tidak begitu cerdas tetapi tenang, kalem dan santun. Tokoh seperti ini disukai pemilih,” katanya.
Ia pun meminta seluruh pihak yang terlibat dalam tim pemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin untuk sadar bahwa kebutuhan Jokowi saat ini bukanlah popularitas. Melainkan mencari cara bagaimana mempertahankan agar elektabilitas saat ini tidak tergerus.
ADVERTISEMENT
Problemnya bukan di popularitas, tetapi bagaimana caranya agar elektabilitas Pak Jokowi tidak tergerus. Ceruk suara harus dijaga dengan pola komunikasi yang disukai seluruh ceruk suara,” pungkasnya.