Demi Cinta, Hadiya Melawan Pengadilan

14 Maret 2018 19:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pernikahan beda agama di India (Foto: REUTERS/Sivaram V)
zoom-in-whitePerbesar
Pernikahan beda agama di India (Foto: REUTERS/Sivaram V)
ADVERTISEMENT
“Saya menuntut kebebasan untuk menemui orang yang saya cintai,” tegas Hadiya di Pengadilan Kerala, India, pada November 2017.
ADVERTISEMENT
Sudah enam bulan ia tak bisa bertemu suaminya, Shafin Jahan, sejak pernikahannya dibatalkan pengadilan pada Mei 2017. Bahtera rumah tangga yang ia bina sejak Desember 2015 ini diduga bagian dari perekrutan teroris.
Ayah Hadiya, K.M Ashokan menerka adanya keterlibatan ekstremisme dalam pernikahan putrinya itu. “Ada orang yang menghasutnya untuk masuk Islam,” ujar Ashokan yakin. Waswas akan keselamatan putrinya, Ashokan melaporkan Jahan--suami putrinya--ke pengadilan.
Hadiya besar di keluarga Hindu tradisional. Ayahnya, K.M. Ashokan adalah pensiunan tentara, sementara ibunya bernama Ponnamma adalah pemeluk Hindu yang taat. Ia tumbuh sebagai Akhila Ashokan, nama yang diberikan sang ayah.
Di usia 22 tahun, Akhila memutuskan untuk berpindah agama dan mengganti namanya menjadi Hadiya pada 2015. Ia kemudian mendaftarkan diri ke laman waytonikah.com, situs biro jodoh online khusus untuk pemeluk Islam.
ADVERTISEMENT
Di situs inilah ia berkenalan dengan Shafin Jahan, apoteker di Muscat, Oman. Wajahnya yang ramah dan murah senyum menarik hati Hadiya. Pendekatan antara keduanya berlangsung cepat hingga akhirnya mereka menikah pada Desember 2015.
Tak pelak keputusannya menikahi Jahan dipermasalahkan oleh keluarga, terutama oleh ayahnya. Namun, Hadiya tetap kukuh dengan pendiriannya. Ia tidak tampak gentar meski harus berhadapan dengan ayahnya sekalipun.
Mencintai dan menikahi pria pilihannya, bagi mahasiswa homeopati (obat tradisional dan herbal) ini adalah, “hak saya yang sangat mendasar.” Setelah Pengadilan Kerala membatalkan pernikahannya, Hadiya dan Jahan maju mengajukan banding demi mempertahankan cinta mereka hingga pengadilan tinggi.
“Saya ingin melanjutkan hidup sebagai seorang istri dari suami saya saat ini dan terus memeluk Islam bersamanya. Semua ini saya lakukan atas kemauan saya,” tegas Hadiya dalam pembelaannya, dikutip dari India Times.
ADVERTISEMENT
Berulang kali Hadiya menegaskan bahwa semua keputusannya--berpindah agama dan menikahi seorang Muslim--dilakukan atas kesadaran penuh. Ia menolak tuduhan jika dirinya dihasut atau adanya keterlibatan gerakan ekstremisme Love Jihad dalam pernikahannya.
Perjuangan Hadiya akhirnya berujung manis tatkala Pengadilan Tinggi memutuskan mengembalikan haknya untuk kembali hidup bersama Jahan dan memeluk agama sesuai keyakinannya.
“Mengapa seseorang yang ingin berpindah agama begitu dipersulit? Konstitusi kita memberi jaminan kebebasan untuk memeluk agama manapun. Dengan keputusan ini, aku merasa kebebasanku kembali diberikan,” ujar Hadiya, dikutip dari Hindustan Times.
Pernikahan beda agama di India (Foto: REUTERS/Sivaram V)
zoom-in-whitePerbesar
Pernikahan beda agama di India (Foto: REUTERS/Sivaram V)
Pernikahan beda agama sesungguhnya banyak terjadi di India. Masyarakat di sana mengenal kisah pernikahan antara Ratu Rajput yang beragama Hindu, Jodha Bai, dengan Akbar, Raja Mughal yang beragama Islam, Akbar. Hingga yang paling mutakhir pernikahan beda agama selebriti Bollywood seperti pasangan Shahrukh Khan dan Gauri Khan serta Saif Ali Khan dan Kareena Kapoor.
ADVERTISEMENT
Namun tak semua orang bisa menerima kisah pernikahan beda agama semacam itu. Terlebih mengingat konflik antara Hindu dan Islam yang berakar dari warisan kolonialisme.
Merunut sejarah, pemerintah kolonial Inggris memberi kemerdekaan kepada India di tahun 1947 diikuti dengan pemecahan populasi Hindu dan Muslim ke dalam dua negara berbeda. India didominasi oleh populasi Hindu, sedangkan Pakistan dihuni oleh penduduk Muslim.
Partisi disusul dengan perpindahan 12 juta Muslim menuju teritori Pakistan. Namun, eksodus ini diwarnai berbagai rangkaian insiden kekerasan komunal hingga pemerkosaan.
Sementara sebagian Muslim lain menetap di India. Kini populasi mereka mencapai 172 juta jiwa atau 14,2 persen dari total populasi.
Sayangnya, kehidupan masyarakat Hindu dan Islam di India tak selalu harmonis. Kisah-kisah kekerasan selama eksodus menimbulkan luka kebencian yang membekas.
ADVERTISEMENT
Kekerasan antarumat terus berlanjut dan bermunculan dalam beberapa insiden. Salah satunya, kekerasan di Bahar pada 1989 yang menewaskan ribuan orang dan perusakan masjid di Ayodhya pada 1992.
Kekerasan keagamaan menguat seiring semakin beraninya kelompok milisi sipil. Sebuah laporan menyebutkan bahwa terjadi lebih dari 600 tindak kekerasan dalam satu tahun di awal pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi. Tindak kekerasan itu menargetkan kelompok yang mereka anggap minoritas seperti Muslim, Kristiani, hingga perempuan.
Love Jihad ditengarai muncul sejak 2009. Kampanye ini menebarkan ketakutan dengan mengklaim adanya tren anak perempuan India dihasut untuk masuk Islam. Seruan dari kampanye ini berbunyi, “Lindungi India, Lindungi Anak Perempuan Anda!” yang menggema di seantero negeri.
ADVERTISEMENT
Kasus pertama muncul di Karnataka ketika ada seorang laki-laki Muslim yang dianggap menggoda perempuan Hindu dan Kristen. Di mata kelompok sayap kanan seperti Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS) dan Vishva Hindu Parishad (VHP), lelaki tersebut perlu ditindak tegas
Namun, tuduhan Islamisasi itu tak terbukti. Kepolisian Karnataka melaporkan bahwa tindakan tersebut murni tindkaan pribadi, bukan merupakan modus terkait gerakan ekstremis tertentu.
Protes film Padmaavati di India (Foto: REUTERS/Danish Siddiqui)
zoom-in-whitePerbesar
Protes film Padmaavati di India (Foto: REUTERS/Danish Siddiqui)
Kelompok-kelompok sayap kanan ini tak patah arang. Propaganda Love Jihad terus digaungkan. Ketakutan ditebar di tengah masyarakat seiring dengan upaya mempengaruhi teman sejawat yang duduk di kursi kekuasaan.
Pada 2010, Love Jihad mulai digunakan untuk agitasi di masa kampanye. Politisi asal Kerala, VS Achuthanandan, menyatakan bahwa Love Jihad adalah fenomena yang nyata. Ia menyerang partai Popular Front dengan menuduhnya tengah “mengucurkan dana untuk mengubah Kerala menjadi mayoritas Islam.”
ADVERTISEMENT
Love Jihad kembali dimunculkan pada 2017, tak jauh dari pemilu nasional yang akan diselenggarakan di 2019. Dugaan-dugaan kasus Love Jihad kembali digulirkan oleh kelompok sayap kanan.
Vijaykant Chauhan, salah satu tokoh RSS yang aktif mengkampanyekan Love Jihad, mengungkapkan bahwa dirinya sangat yakin bahwa peristiwa Love Jihad benar-benar terjadi.
“Potong leher saya jika saya berbohong. Saya bersumpah kepadamu: di sekitar kita, saat ini, banyak perempuan Hindu yang berada dalam tawanan para suami mereka yang beragama Islam,” ujar Chauhan kepada The Guardian. Chauhan memperkirakan ada 20 ribu perempuan India yang berada dalam ancaman Love Jihad.
Vijaykant menyebut India sebagai Hindustan, sebutan lawas tanah India yang merujuk ke karakteristik kepercayaan mereka. Hal ini mewakili persepsi kaum kanan India yang mengusung semangat hendak menjaga kemurnian ras India yang beragama Hindu.
ADVERTISEMENT
“Teroris-teroris Islam menggunakan tanah suci India ini, kekayaan Hindustan, dan putri-putri Hindustan yang kemudian mereka kirim ke Masrasah, lalu dilatih di Pakistan guna melahirkan banyak teroris yang kelak akan menghancurkan India.”
Hari Wanita Internasional di India. (Foto: Reuters/Rupak De Chowdhuri)
zoom-in-whitePerbesar
Hari Wanita Internasional di India. (Foto: Reuters/Rupak De Chowdhuri)
Love Jihad benar-benar menjadi isu yang kian dianggap sebagai krisis. Padahal, dikutip dari Reuters, dari 89 kasus pernikahan yang diinvestigasi oleh National Investigation Agency, ditemukan hanya sembilan kasus diduga terkait dengan orang-orang dan aktivitas ISIS.
Ketakutan dan sentimen terhadap pernikahan beda agama terus digulirkan dan kemudian menimbulkan prasangka. Beberapa pasangan Hindu-Islam kemudian memperoleh stigma negatif bahkan mengalami kekerasan.
Contoh paling mengenaskan dialami oleh Ankit Saxena pada Januari lalu. Fotografer berusia 23 tahun ini tewas ditusuk ayah dan paman pacarnya. Persoalannya adalah karena perbedaan agama di antara mereka.
ADVERTISEMENT
Cinta seharusnya dirayakan dengan suka cita, bukan menjadi korban kebencian. “Kisah cinta kami yang biasa saja mendadak berubah menjadi sebuah pertempuran yang sengit,” ucap Jahan mengungkapkan betapa kebencian berbau SARA telah begitu merusak.
===============
Simak ulasan mendalam lainnya dengan mengikuti topik Outline!