Demi Rohingya, PBB Minta Myanmar Singkirkan Militer dari Politik

19 September 2018 9:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jenderal Min Aung Hlaing. (Foto: REUTERS/Soe Zeya Tun)
zoom-in-whitePerbesar
Jenderal Min Aung Hlaing. (Foto: REUTERS/Soe Zeya Tun)
ADVERTISEMENT
Tim penyidik PBB mengeluarkan laporan final yang menunjukkan bahwa pembantaian, pemerkosaan, dan pengusiran warga Rohingya dari Rakhine oleh tentara Myanmar adalah benar adanya. Dalam kesimpulannya, PBB mengatakan pembantaian ini terjadi akibat militer yang masih mencengkeram kuat di pemerintahan dan perpolitikan Myanmar.
ADVERTISEMENT
Laporan setebal 440 halaman yang dirilis tim penyidik khusus Dewan HAM PBB pada Selasa (18/9), adalah penjabaran dari hasil penyelidikan awal yang dipublikasi Agustus lalu. Laporan ini adalah hasil penyelidikan selama 18 bulan dengan mewawancarai dan memeriksa lebih dari 850 saksi.
Di dalamnya tergambarkan pembantaian warga Rohingya dengan gamblang. Wanita-wanita Rohingya diikat rambut atau tangannya ke pohon lalu diperkosa secara massal oleh tentara, anak-anak yang berusaha kabur dipaksa masuk ke dalam rumah yang terbakar, warga Rohingya disiksa dengan tongkat bambu, sundutan rokok, atau lilin panas.
Pengungsi Rohingya (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
zoom-in-whitePerbesar
Pengungsi Rohingya (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
Tentara juga dilaporkan memasang ranjau darat untuk membunuh warga Rohingya yang mengungsi ke Bangladesh. PBB mencatat, total sekitar 10 ribu Rohingya tewas dibantai dan 700 ribu mengungsi ke Bangladesh. Kekejaman terhadap Rohingya termasuk genosida.
ADVERTISEMENT
"Saya tidak pernah menghadapi kejahatan sekeji ini dan dalam skala sebesar ini," kata Marzuki Darusman, diplomat Indonesia yang menjadi ketua tim penyidik PBB untuk Rohingya.
PBB menggarisbawahi pembantaian ini terjadi secara sistematis karena pemerintahan militer yang mendukungnya. Myanmar memang melakukan reformasi dan melaksanakan pemilu pada 2011, namun militer masih mencengkeram kuat di negara itu membuat proses demokrasi mandek.
Militer menempati sepertiga kursi di parlemen dan menguasai tiga kementerian, yaitu Kementerian Dalam Negeri, Perbatasan, dan Pertahanan, yang mengatur operasi keamanan di negara itu.
Rohingya Tembus Kegelapan dan Sungai Berlumpur (Foto: Reuters/Hannah McKay )
zoom-in-whitePerbesar
Rohingya Tembus Kegelapan dan Sungai Berlumpur (Foto: Reuters/Hannah McKay )
Dominasi militer di parlemen memberikan mereka hak dalam memveto setiap bentuk perubahan konstitusi menuju demokrasi. Hal ini menjadikan pemerintahan pimpinan Aung San Suu Kyi tidak berkutik, sulit membentuk kekuasaan sipil di Myanmar. Diamnya Suu Kyi, kata PBB, telah menyumbang terus berlanjutnya kekerasan terhadap Rohingya.
ADVERTISEMENT
Dengan itu, PBB mendesak pemerintah Myanmar untuk mengenyahkan militer dari parlemen, bahkan membubarkannya dan melakukan restrukturisasi kemiliteran. Para pemimpin militer yang disebut terlibat genosida Rohingya, terutama Panglima Besar Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing, harus diganti seluruhnya.
"(Myanmar) harus mulai mengganti kepemimpinan Tatmaday (tentara Myanmar) saat ini. Melalui proses amandemen konstitusi, pemerintah selanjutnya harus menyingkirkan Tatmadaw dari kehidupan politik Myanmar," bunyi laporan PBB tersebut.
Pengungsi Rohingya (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
zoom-in-whitePerbesar
Pengungsi Rohingya (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
Hal ini juga diamini oleh para aktivis demokrasi di Myanmar.
"Mustahil menyingkirkan militer dari kehidupan politik tanpa mengubah konstitusi, dan militer punya hak veto terhadap perubahan konstitusi," kata Mark Farmaner dari lembaga Burma Campaign UK, dikutip AFP.
Tim penyidik PBB menyerukan komunitas internasional membawa kasus ini untuk diadili di Mahkamah Kriminal Internasional. PBB juga mendesak negara-negara besar untuk menjatuhkan sanksi dan embargo senjata kepada Myanmar.
ADVERTISEMENT
Pekan depan, tim PBB akan menyajikan laporan ini di hadapan negara anggota Dewan HAM di Jenewa.