Demokrat: Pilkada Lewat DPRD Bukan Solusi Hilangkan Budaya Korupsi

9 April 2018 19:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas KPUD memeriksa kotak suara Pilkada (Foto: ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman)
zoom-in-whitePerbesar
Petugas KPUD memeriksa kotak suara Pilkada (Foto: ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman)
ADVERTISEMENT
Pemerintah dan DPR sepakat untuk mengevaluasi sistem pemilihan kepala daerah secara langsung usai gelaran Pilkada Serentak 2018. Tak menutup kemungkinan nantinya hasil evaluasi itu akan mengembalikan pemilihan kepala daerah kembali melalui DPRD dengan merevisi UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi II DPR Fandi Utomo menuturkan, wacana untuk mengembalikan sistem pemilihan kepala daerah melalui DPRD itu adalah kemunduran demokrasi. Bahkan, menurut dia, mengembalikan mandat ke DPRD untuk memilih kepala daerah bukan solusi untuk menghilangkan budaya korupsi dan politik uang.
“Ya mundur. Saya berpendapat itu kemunduran (demokrasi). Menurut saya tidak relevan (sebagai solusi hilangkan budaya korupsi). Karena begitu haknya rakyat ditutup untuk berpartisipasi, itu juga problem ya kan,” katanya di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (9/4).
Fandi melanjutkan, memang terdapat sebuah kelemahan terhadap setiap sistem pemilu. Kemudian, bisa dianggap bahwa sistem pemilu langsung itu dinilai sangat tidak efisien dan menimbulkan biaya yang berlebihan. Meski demikan, menurutnya, keputusan untuk mengganti sistem pemilu ada di tangan rakyat.
ADVERTISEMENT
“Kalau pemerintah menghendaki begitu ya kita bahas kembali UU-nya. (Tapi) Kita tanyakan dulu ke rakyat kan,” ujar Ketua DPP Partai Demokrat itu.
“Tapi apakah betul asumsi baik yang diajukan oleh Kapolri dan penegakan hukum lain bahwa ini pemilu langsung tidak efektif, mahal itu disebabkan oleh karena sistem pemilihan langsung. Dan implikasi korupsi itu apa betul disebabkan oleh sistem pemilu yang langsung juga,” tambah Fandi.
Yang jelas, menurut Fandi, jika nantinya pemerintah dan DPR sepakat untuk mengembalikan pemilihan secara tidak langsung, maka ruang rakyat untuk berpartisipasi dalam bernegara akan semakin sempit.
“Berarti kan partisipasi rakyat untuk mengawasi jalannya pemerintahan dan berpartisipasi dalam pemilu itu kan jadi terbatas,” tutupnya.