Denny JA: LSI Dibayar itu Pasti, tapi Orang Tak Mau Beli Data Palsu

17 April 2019 22:06 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
LSI Denny JA memaparkan hasil Quick Count Pilpres 2019. Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
LSI Denny JA memaparkan hasil Quick Count Pilpres 2019. Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Denny Januar Ali, pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, menjawab tudingan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto tentang lembaga survei yang dibayar salah satu pihak. Menurutnya, lembaga survei seperti miliknya memang dibayar seseorang untuk survei ataupun melakukan hitung cepat alias quick count.
ADVERTISEMENT
Namun, Denny menegaskan meski dibayar bukan berarti lembaganya tidak kredibel. Karena jika data yang disajikan tidak akurat, maka tidak ada yang mau membeli data dari lembaga tersebut.
“Kita pun tidak bantah itu dan mustahil LSI membiayai sendiri semuanya. Terus siapa yang menggaji kita? Pastilah LSI itu ada yang bayar. Itu pasti, tidak bisa ditolak itu. Tapi di sinilah kuncinya, kita mustahil dibayar orang kalau kita tidak kredibel. Orang tidak mau beli data palsu,” kata Denny di kantornya, Jakarta Timur, Rabu (17/4).
Denny justru mempertanyakan lembaga survei yang mengaku tidak dibiayai oleh orang lain. Pasalnya menjalankan survei ataupun quick count membutuhkan biaya. Hanya saja, Denny menegaskan, kredibilitas satu lembaga survei bukan dilihat dari siapa yang membayarnya, tapi data yang dihasilkan.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, jejak tersebut bisa dilihat dari hasil penghitungan pada periode sebelumnya. Apakah data quick count tersebut sama dengan data resmi hasil penghitungan KPU.
“Jadi semua wacana ini, berkepentingan pada klien itu, wacana itu, akan diselesaikan oleh hasil dari KPU,” ucap Denny.
LSI Denny JA dalam hitung cepatnya memenangkan Jokowi Ma’ruf dengan persentase 55,44%, sedangkan Prabowo-Sandi sebesar 44,56%. Nilai itu dengan data suara yang masuk sebanyak 95%.
Dengan margin of error sebesar 1%, LSI mengklaim data yang mereka sajikan hanya akan selisih 0,1 sampai 0,6% dari data yang nanti diberikan KPU.
“Memang yang ideal itu kita menunggu data sampai 100%, tapi agaknya angka 95% pun itu sudah bisa menggambarkan satu akurasi yang nanti kira-kira beda dengan KPU sekitar 0,1 sampai 0,6%. Dia hanya 0 koma, tapi tidak merubah kemenangan,” kata Denny dengan penuh keyakinan.
ADVERTISEMENT