Derita Pianto, Bayi Pengidap Gizi Buruk di Aceh

12 Maret 2019 9:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pianto Syahputra Laia, bayi yang menderita gizi buruk di Aceh. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pianto Syahputra Laia, bayi yang menderita gizi buruk di Aceh. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Bayi laki-laki itu terbaring di atas ranjang kamar isolasi Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh. Pandangannya tajam menatap ke arah langit-langit kamar tanpa berkedip.
ADVERTISEMENT
Suara tangisan kecil terdengar dari balik bibirnya yang kering. Seluruh anggota tubuhnya kaku seolah mematung, nyaris tinggal tulang berbalut kulit.
Namanya Pianto Syahputra Laia. Di usia 1 tahun dan 7 bulan, ia harus berjuang melawan penyakit gizi buruk.
Dua selang kecil menempel pada bagian hidung Pianto. Satu untuk membantu pernapasan, dan satunya lagi sebagai pendorong asupan makanan dan susu. Sementara jarum infus menusuk tangan kananya.
Ibunya, Jernih Hati Nduru (22), duduk bersila di atas lantai. Tubuhnya bersandar pada bagian sisi kiri pembatas ranjang. Jari-jarinya mengusap lembut kening Pianto, perlahan hingga matanya terpejam. Wajah Jernih sendu, menatap sang buah hati yang terbaring melawan penyakit.
“Beratnya cuma 4 kilo (kilogram -red) belum ada perubahan. Dokter bilang ada harapan sembuh,” ujar Jernih menceritakan kondisi buah hatinya kepada kumparan, Selasa (12/3).
ADVERTISEMENT
Jernih dan suaminya, Fanetona Laia (29), tidak menyangka panyakit itu akan hinggap ke tubuh Pianto.
Sejak lahir 1 Agustus 2017 silam, putra keduanya itu dalam kondisi sehat sama seperti bayi pada umumnya. Kala itu, berat badan Pianto normal, bahkan bayi mereka bertubuh gempal.
“Waktu lahiran normal tidak ada kelainan apa-apa. Pianto baik-baik saja, bahkan tubuhnya gemuk,” ujar pasangan suami-istri asal Desa Penuntungan Kecamatan Penanggalan, Kota Subulussalam, Aceh, ini.
Dua bulan pascalahir, asupan makanan Pianto normal. Bahkan dia mendapatkan ASI dengan baik hingga usia satu tahun.
Memasuki usia 3 bulan, penyakit mulai menghantui tubuh Pianto. Saat itu Pianto mengalami gejala demam, batuk, dan sesak napas hingga berat badannya turun.
ADVERTISEMENT
Jernih bersama sang suami kemudian membawa bayinya ke Rumah Sakit Umum (RSU) Kota Subulussalam. Di sana, Pianto menjalani perawatan selama seminggu.
Setelah sembuh dokter mengizinkan Pianto untuk dibawa pulang. Kondisi kesehatan Pianto mulai membaik meski tak senormal anak-anak seusianya.
“Sejak keluar dari rumah sakit itu, asupan makanan yang kami berikan sesuai anjuran dokter. Yaitu nasi sama wortel, apa yang disampaikan di rumah sakit itu yang kami beli. ASI selama 1 tahun 2 bulan, tetapi sekarang tidak mau lagi,” katanya.
Pianto Syahputra Laia, bayi yang menderita gizi buruk di Aceh. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
Sejak tiga minggu terakhir sebelum dirujuk ke RSUDZA Banda Aceh pada Kamis (7/3), kondisi tubuh Pianto mulai menyusut. Dia tidak mau makan dan juga ASI.
Pianto kembali dibawa ke RSU Kota Subullusalam, setelah menjalani perawatan selama seminggu, pihak rumah sakit kemudian merujuknya berobat ke Banda Aceh.
ADVERTISEMENT
“Setelah dirujuk ke sini (RSUDZA) dan mendapatkan perawatan, dokter bilang dia menderita gizi buruk dan juga terkena paru-paru hingga kesehatan jantung,” kata Jernih.
Mendengar kabar itu, Jernih dan Fanetona hanya bisa pasrah dan berharap kesembuhan datang menghampiri buah hatinya agar bisa menatap masa depan layaknya seperti anak-anak lain.
Buruh Kebun Sawit
Berikhtiar untuk kesembuhan Pianto membuat mereka meninggalkan pekerjaan sebagai buruh harian di kebun sawit milik salah satu perusahan di kampung mereka. Dalam sehari keduanya bisa mengantongi upah sebanyak Rp 85 ribu.
“Hanya buruh harian di kebun sawit. Istri juga ikut kerja sama seperti saya. Namun semenjak Pianto sakit, hanya saya sendiri yang bekerja. Untuk penghasilan kadang cukup kadang tidak,” ujar Fanetona yang saat ini juga terpaksa tidak bekerja.
ADVERTISEMENT
Fanetona tidak tahu harus berapa lama berada di Banda Aceh sembari menunggu kesembuhan Pianto. Mereka tidak memiliki saudara di Banda Aceh dan baru pertama kali berobat ke rumah sakit terbesar di Ibu Kota Provinsi Aceh itu. Selama masa pengobatan Pianto.
Sementara untuk biaya kebutuhan sehari-hari dan berobat Pianto, keduanya hanya berharap pada uang hasil simpanan dan sumbangan dari Global Zakat melalui Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) Subulussalam.
“Di rumah sakit cuma bertiga, saya istri dan Pianto. Sementara anak pertama tinggal bersama keluarga di kampung. Dokter bilang masih ada harapan sembuh, semoga Allah memberikan kesembuhan pada anak kami,” kata Fanetona penuh harap.
Pianto Syahputra Laia, bayi yang menderita gizi buruk di Aceh. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
Gizi Buruk
kumparan kemudian menanyakan penyakit yang diderita Pianto kepada dokter yang merawatnya yakni dr Mars Nashrah A.
ADVERTISEMENT
Menurut Mars, Pianto menderita gizi buruk tipe Marasmus atau gangguan nutrisi yang disebabkan tubuh kekurangan protein dan kalori. Ditambah Pianto memiliki komplikasi penyakit lain yaitu adanya infeksi cacing dan radang paru-paru.
“Jadi itu sekarang yang sedang kita atasi sesuai dengan program 10 langkah tata laksana untuk gizi buruk,” katanya.
Gizi buruk yang mendera Pianto, kata dia, juga termasuk gizi buruk berat ditambah dengan adanya kompliksai. Jika tidak ada penyakit lain, biasanya bisa dirawat di rumah sakit tingkat daerah.
Mars menyebut, sejak tahun 2018 RSUDZA telah menangani banyak pasien atau bayi penderita gizi buruk. Kebanyakan dari pasien itu, tidak hanya murni disebabkan oleh gizi buruk melainkan sudah merambah ke komplikasi penyakit lain.
ADVERTISEMENT
“Efek dari gizi buruk itu bisa berkomplikasi ke penyakit lain sepeti malaria, diare akut (kronik), radang paru-paru, infeksi cacing, dan anemia atau kurang darah yang berat,” tuturnya.
Namun untuk kasus Pianto, Mars menilai saat ini kondisinya sedikit mulai membaik meski berat badannya masih belum bertambah. Saat proses penyembuhan Pianto telah memasuki fase mengatasi infeksi cacing.
“Berat badan memang belum ada peningkatan, pada saat pertama masuk sekitar 4,2 (kilogram) dan sekarang 3,8 (kilogram). Karena kemarin pasien sempat tidak mendapatkan asupan susu karena tidak mampu. Jadi kita stabilkan dulu setelah itu baru dinaikkan secara bertahap,” kata Mars.
Pianto Syahputra Laia, bayi yang menderita gizi buruk di Aceh. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
Tak lupa Mars memberi tips agar anak terhindar dari gizi buruk. Setiap orang tua dan ibu hamil, kata dia, harus memperhatikan asupan makanan, pemberian zat besi yang cukup, rutin melakukan pemeriksaan kehamilan, pascapersalinan harus aman serta mendapatkan vitamin K, pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan tanpa pemberian apa pun termasuk air putih kecuali cairan oralit.
ADVERTISEMENT
“Memberikan makanan pendamping ASI yang tepat. Jadi bukan masuk enam bulan ke atas bukan berarti ASI-nya disetop. ASI tetap dilanjutkan sampai usia 2 tahun tapi pemberian makanan pendamping ASI yang tepat. Memenuhi karbohidrat, protein, sayur, dan buah,” jelasnya.