Derita Sopir Truk: Repot, Lapor ke Polisi Ujungnya Balik ke Kita

8 Mei 2018 11:39 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Joko Widodo silaturahmi dengan sopir truk. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Joko Widodo silaturahmi dengan sopir truk. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
ADVERTISEMENT
Para sopir truk dan angkutan barang menemui Presiden Joko Widodo untuk menyampaikan keluhan soal pungli yang dilakukan oknum petugas Dishub. Mereka mengaku ditagih pungli di sejumlah titik sepanjang jalan lintas Sumatera.
ADVERTISEMENT
Salah satu korbannya, adalah Agus Yuda. Sopir asal Sidoarjo Jawa Timur ini rela berjalan kaki selama 26 hari dari daerah Mojokerto menuju Istana Negara. Menurut Agus, titik paling rawan adalah lintas timur Sumatera dari Riau, Medan, hingga Aceh.
Akibat pungli tersebut, kawan-kawan harus merogoh kocek hingga Rp 3 juta untuk sekali jalan. Padahal ongkos yang diberikan oleh perusahaan tidak seberapa, tergantung seberapa banyak barang dari ekspedisi yang diberikan.
Agus mengaku sopir truk sering dijebak dan bahkan diancam oleh para preman yang memalaknya di jalan. Bahkan para preman tersebut tidak segan membakar truk bila tak diberi uang.
Seusai bertemu Jokowi, wartawan berkesempatan mewawancarai Agus terkait isi pertemuan tersebut.
ADVERTISEMENT
***
Wartawan (W): Apa saja yang disampaikan ke Pak Jokowi dan jawab apa saja?
AY (Agus Yuda): Tadi ya kami seluruh driver angkutan barang di seluruh Indonesia itu meminta keamanan dan kenyamanan saat mendistribusikan barang, itu saja. Kita seluruh driver Indonesia itu pendukungnya pemerintah. Tanpa adanya kita pendistribusian, tidak akan lancar.
W: Tanggapannya Presiden?
AY: Kalau untuk tanggapan dari Bapak Presiden kaget bahwasannya di sana-sini masih banyaknya hal-hal seperti itu.
W: Jalan kaki dari Jawa, alasannya apa?
AY: Dasarnya niat saya, mungkin dibilang ekstrem, mungkin dibilang cari sensasi, mungkin dibilang cari pencitraan dan lain sebagainya, itu hak mereka. Intinya dengan saya melaksanakan jalan kaki ini, kita jalan kaki saja sudah bisa Insyaallah kita sehat. Dengan sehat itu, harapan saya transportasi Indonesia ini bisa sehat. Itu saja.
Joko Widodo silaturahmi dengan sopir truk. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Joko Widodo silaturahmi dengan sopir truk. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
W: Berapa lama waktu tempuh?
ADVERTISEMENT
AY: Saya dari Mojokerto tanggal 8 (Aril) lalu masuk Jakarta tanggal 3 (Mei). Kurang lebih 26 hari.
W: Yang jalan kaki siapa saja?
AY: Saya sendiri.
W: Nanti pulang jalan kaki?
AY: (hanya tertawa).
W: Pungli di Jawa di mana saja?
AY: Di Jawa itu masalah premanismenya biasanya di daerah Pasuruan, Probolinggo sampai Banyuwangi.
W: Di lintas Sumatera, pernah dapat ancaman fisik kayak pisau di leher?
AY: Kalau saya pribadi belum pernah merasakan pengalaman seperti itu, tapi kalau untuk masalah tekanan-tekanan dari salah satu oknum yang tak bertanggung jawab itu, sering. Kita di sini itu kebanyakan SDM kita itu, memang di bawah rata-rata. Untuk masalah UU Lalu Lintas pasalnya apa, pasalnya apa kita terus terang enggak ngerti. Intinya kita mengantarkan barang, tapi masalah rambu-rambu lalu lintas, marka, kita paham.
ADVERTISEMENT
W: Masalah stempel (tanda bayar uang pungutan) tadi, pernah dengar kelompok di balik stempel?
AY: Itu di belakangnya semua ya kita enggak itu. Kalau dia bisa operasi di belakangnya, dia pasti ada yang back up. Itu sudah pasti.
W: Mungkin pernah dengar dari teman selentingan, apakah oknum atau?
AY: Kelompok-kelompok yang melakukan stampel mungkin dari pihak premanisme. Tapi di belakangnya ini, pasti ada yang back up.
W: Itu TNI, Polri, Dishub atau apa?
AY: Kalau untuk masalah itu belum tahu.
W: Kalau untuk stempel, keluar berapa uang?
AY: Biasanya enggak pasti, kalau mobil baru itu belum lintas di situ bisa Rp 1 juta sampai Rp 1,5 juta.
W: Perpanjangan?
ADVERTISEMENT
AY: Enggak ada. Sekali stempel katakan Rp 1 juta. Ya sudah. Paling kita ngelem Rp 5 ribu, Rp 10 ribu, Rp 20 ribu.
W: Ngasihnya dalam amplop atau langsung?
AY: Langsung.
W: Tarifnya pasti Rp 1 juta?
AY: Enggak pasti.
W: Itu uang pribadi?
AY: Iya. Uang saku operasional itu tadi.
W: Perusahaan tahu?
AY: Kita kasih arahan ke perusahaan, gini, gini. Perusahaan enggak mau tahu. Semua dibebankan kepada driver
W: Surat-surat lengkap?
AY: Iya. Surat-surat lengkap. Apa pun lengkap.
Joko Widodo silaturahmi dengan sopir truk. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Joko Widodo silaturahmi dengan sopir truk. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
W: Kelebihan muatan?
AY: Kita memang menyadari memang untuk muatan itu pasti over load, kelebihan tonase. Masalahnya ongkosnya kita. Kalau dari perusahaan over load itu, pendapatan menipis.
W: Kalau dipalak enggak pernah lapor polisi?
ADVERTISEMENT
AY: Kita repot, kalau kita lapor ke Polsek ujung-ujungnya balik ke kita, "mungkin kamu kongkalikong" gitu. Nah itu membuat kita istilahnya down, nge-drop. Sudah enggak ada kepercayaan lagi pada beliau.
W: Setelah kena pungli pendapatan sisa berapa?
AY: Kalau itu, enggak bisa dipastikan. Kadang pulang enggak bawa uang.
W: Sekali jalan keluar berapa?
AY: Lintas Sumatera bisa Rp 3 juta sekali jalan.