Detik-detik Petaka Ethiopian Airlines, Berawal dari Menabrak Burung

5 April 2019 14:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Puing pesawat Ethiopian Airlines ET 302 Foto: Reuters/Baz Ratner
zoom-in-whitePerbesar
Puing pesawat Ethiopian Airlines ET 302 Foto: Reuters/Baz Ratner
ADVERTISEMENT
Laporan awal pemeriksaan kotak hitam dalam kecelakaan Ethiopian Airlines telah dirilis pada Kamis (5/4). Dalam laporan tersebut, tergambar upaya keras pilot dan kopilot mengendalikan pesawat yang sensornya rusak, sebelum akhirnya tersungkur ke tanah, menewaskan seluruh kru dan penumpang.
ADVERTISEMENT
Diberitakan Reuters, Badan Penerbangan Sipil Ethiopia menegaskan bahwa kapten pilot Yared Getachew dan kopilot Ahmed Nur Mohamed telah melakukan prosedur yang ditetapkan jika sensor Boeing 737 MAX rusak. Prosedur ini dirumuskan setelah kecelakaan Lion Air di Indonesia tahun lalu.
"Kru melakukan seluruh prosedur yang diberikan manufaktur (Boeing) berulang kali tapi tetap tidak mampu mengendalikan pesawat," kata Menteri Transportasi Ethiopia Dagmawit Moges.
Menurut sumber-sumber penyidik Ethiopian Airlines yang dikutip Reuters, masalah muncul sejak 12 detik pertama ketika pesawat nomor penerbangan ET 302 tujuan Nairobi dari Addis Ababa itu tinggal landas pada 10 Maret lalu.
Ilustrasi Ethiopian Airlines. Foto: Shutter Stock
Menabrak Burung
Ketika itu, kata sumber, data menunjukkan sensor aliran udara rusak, diduga akibat menabrak burung atau benda lainnya ketika tinggal landas. Dari peristiwa ini yang kemudian memicu reaksi berantai yang berujung pada tewasnya 157 kru dan penumpang di pesawat Boeing 737 MAX tersebut.
ADVERTISEMENT
Karena sensor rusak, komputer kokpit menganggap hidung pesawat naik terlalu tinggi dan pesawat akan stall atau kehilangan daya angkat. Sejurus kemudian sistem anti-stall Boeing 737 MAX yaitu Manoeuvring Characteristics Augmentation System (MCAS) otomatis menurunkan hidung pesawat secara paksa untuk menjaga kedataran pesawat.
Mendapati hal ini, pilot Yared Getachew yang berusia 29 tahun - kapten pilot termuda Ethiopian Airlines dengan 8.100 jam terbang - langsung menjentikkan tombol di kemudi dengan jempol untuk mematikan MCAS. Hal ini mereka pelajari dari insiden Lion Air.
Namun data-data menunjukkan tombol itu tidak ditekan cukup lama untuk mengendalikan sepenuhnya pesawat. MCAS berulah lagi, membuat pesawat kembali menukik.
Puing pesawat Ethiopian Airlines ET 302 Foto: Reuters/Baz Ratner
Pilot kembali melakukan langkah yang sama, menekan tombol kemudi. MCAS berhasil mati, namun hidung pesawat masih menukik.
ADVERTISEMENT
Hal ini diduga disebabkan karena kecepatan pesawat sangat tinggi, yaitu 500 knot (926 km/jam), di luar batas standar. Kombinasi kecepatan tinggi dan sistem automasi yang mati dalam keadaan hidung pesawat yang merunduk membuat upaya mengendalikan trim secara manual sangat sulit.
Tiga kali kapten pilot terdengar mengatakan "pull up!". Kopilot melaporkan masalah yang mereka hadapi ke pemandu lalu lintas udara.
Sumber menyebut, rupanya kerusakan sensor aliran udara akibat menabrak burung juga merusak informasi kecepatan udara. Jika tidak rusak, dalam skenario tersebut pilot seharusnya mematikan automasi mesin dan mengendalikan dorongan secara manual.
Laporan menyebut hal ini tidak dilakukan pilot Ethiopian Airlines, "throttle tidak bergerak". Throttle adalah pengatur tingkat daya yang diinginkan. Mesin masih dalam kecepatan penuh.
Puing pesawat Ethiopian Airlines ET 302 Foto: Reuters/Tiksa Negeri
ADVERTISEMENT
Karena pesawat masih menukik, pilot lantas memerintahkan kopilot mengatur trim secara manual dengan memutar roda pengendali di kokpit. Namun memutarnya sangat keras sehingga pilot ikut membantunya, tetap saja tidak bergerak.
Kembali Menyalakan MCAS
Pilot melakukan upaya terakhir dengan menyalakan MCAS untuk mengaktifkan sistem kelistrikan trim. Dengan cara ini, pilot berharap trim bisa dikendalikan sehingga hidung pesawat bisa naik.
Pilot memang berhasil menaikkan sedikit hidung pesawat, namun data menunjukkan MCAS yang menyala kembali memainkan peranan. MCAS kembali membaca sensor pesawat yang terlalu naik dan rawan stall, sehingga kembali menurunkannya hingga 40 derajat.
Pesawat menukik dengan kecepatan tinggi ke tanah dan hancur berkeping-keping. Laporan menunjukkan, "sebagian besar puing ditemukan terkubur dalam tanah" saking kencangnya tubrukan.
ADVERTISEMENT
Tidak ada jasad korban yang utuh, hanya serpihan di antara puing-puing. Seluruh peristiwa ini terjadi hanya dalam waktu enam menit setelah pesawat tinggal landas.