Dewan Pers hingga AJI Minta Pemblokiran Internet di Papua Dicabut

30 Agustus 2019 14:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga melintasi bangunan dan kendaraan yang rusak, di Jayapura, Papua. Foto: ANTARA FOTO/Gusti Tanati
zoom-in-whitePerbesar
Warga melintasi bangunan dan kendaraan yang rusak, di Jayapura, Papua. Foto: ANTARA FOTO/Gusti Tanati
ADVERTISEMENT
Sejumlah perwakilan organisasi media menggelar rapat dengan perwakilan Kantor Staf Presiden (KSP) di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat. Rapat itu membahas strategi penanganan komunikasi publik di Papua.
ADVERTISEMENT
Beberapa perwakilan organisasi yang hadir mulai dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Dewan Pers, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia, dan lainnya. Juga hadir perwakilan dari Komnas HAM, Komnas Perempuan, hingga Komisi Penyiaran Indonesia.
Salah satu perwakilan yang hadir yakni anggota Dewan Pers, Ahmad Djauhar. Ahmad menjelaskan, dalam rapat itu mereka mengusulkan agar pemblokiran akses internet di Papua segera dicabut. Sebab, pemblokiran itu membuat masyarakat di sana kebingungan karena tak bisa mengakses informasi.
"Tadi ada permintaan sebaiknya pemblokiran internet di sana dicabut. Karena itu justru menimbulkan kebingungan orang di mana pun untuk mendapat informasi yang benar. Kok seolah-olah ada yang disembunyikan," kata Ahmad di lokasi, Jumat (30/8).
ADVERTISEMENT
Sejauh ini, Ahmad menilai sebagian besar masyarakat sudah bisa memahami informasi yang benar dan hoaks. Mana yang sesuai dengan kondisi di lapangan dan mana yang justru patut dipertanyakan akurasinya.
Anggota Dewan Pers Ahmad Djauhar usai menghadiri audiensi dengan pihak KSP terkait kondisi di Papua. Foto: Fahrian Saleh/kumparan
"Kalau internet dibuka biarin saja informasi berkembang. Masyarakat kan sekarang sudah lebih paham, mereka mencari informasinya ke media mainstream yang reliable dan teruji," jelasnya.
"Kalau di lapangan kita lihat, mungkin massa yang bergerak tidak well informed. Bisa saja di saat chaos seperti ini yang berkembang isu dan sebagainya. Mereka mungkin tidak memperoleh informasi yang jernih," lanjut dia.
Ia kemudian menekankan informasi yang diperoleh dari mulut ke mulut justru jauh lebih berbahaya, ketimbang harus mengetahui informasi dari internet.
"Dari mulut ke mulut itu lebih berbahaya. Kalau ada internet, mereka mengecek yang sebenarnya seperti apa," ucap Ahmad.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Tenaga Ahli Utama KSP Ali Muchtar Ngabalin yang menerima rombongan menjelaskan pemblokiran akses internet oleh pemerintah sudah dilakukan sesuai undang-undang.
"Dua hal, kalau tentang jaringan telepon kan memang ada masalah, terkait dengan Telkomsel. Kalau penggunaan internet perintah undang-undang, wajib kepada pemerintah untuk bisa mengawasi jalannya informasi teknologi, transaksi elektronik terkait dengan penyebaran data dan video-video yang bisa mengganggu situasi dan keamanan," ungkap Ngabalin.
Pemerintah membatasi akses internet di Papua untuk mencegah menyebarnya informasi dan berita hoaks terkait kericuhan dalam beberapa waktu terakhir. Selain itu juga untuk mengantisipasi meningkatnya kerusuhan di wilayah tersebut.