news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Di Balik Kecaman Indonesia Atas Penghargaan untuk Benny Wenda

19 Juli 2019 6:01 WIB
Benny Wenda, Pemimpin United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Foto: Instagram/@bennywenda
zoom-in-whitePerbesar
Benny Wenda, Pemimpin United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Foto: Instagram/@bennywenda
ADVERTISEMENT
Kementerian Luar Negeri RI mengecam Dewan Kota Oxford, Inggris, yang menyematkan penghargaan Oxford Freedom of the City Award kepada pemimpin United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Benny Wenda, pada Rabu (17/7) lalu. Kemlu menilai Dewan Kota Oxford salah kaprah memberikan penghargaan kepada seorang aktivis separatis yang memiliki sepak terjang kriminal.
ADVERTISEMENT
Dalam argumen sebelumnya, Wali Kota Oxford, Craig Simmons, menganggap penghargaan itu layak diberikan lantaran Benny Wenda telah berkontribusi di Indonesia maupun panggung internasional. Namun, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) London menyatakan penghargaan itu justru seolah mengizinkan Benny Wenda untuk berseberangan dengan NKRI.
Pemimpin United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Benny Wenda (kedua dari kiri). Foto: Instagram/@bennywenda
"Pemberian award kepada orang tersebut menunjukkan ketidakpahaman Dewan Kota Oxford terhadap sepak terjang orang tersebut dan kondisi Provinsi Papua dan Papua Barat yang sebenarnya, termasuk pembangunan dan kemajuannya," ungkap Kemenlu RI dalam pernyataan tertulisnya, Kamis (18/7).
"Posisi Indonesia terhadap gerakan separatisme akan tetap tegas. Kita tidak akan mundur satu cm pun untuk tegakkan RI," lanjutnya.
Menurut Kemenlu, Benny Wenda adalah orang yang bertanggung jawab atas segala aksi kekerasan bersenjata di Papua. Salah satunya, kasus pembunuhan di Nduga, Papua, pada Desember 2018.
Benny Wenda, Pemimpin United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Foto: AFP/LEON NEAL
"Namun yang paling penting adalah statement-nya belum lama ini, yang mengaitkan bahwa dirinya bertanggung jawab terhadap perjuangan politik dan separatisme bersenjata di Papua," kata Plt Juru Bicara Kemenlu, Teuku Faizasyah, di Kemlu RI, Jakarta Pusat, Kamis (18/7).
ADVERTISEMENT
"Dengan demikian ini menjadi satu dasar bahwa dia bertanggung jawab terhadap aksi-aksi kekerasan dan tindakan pelanggaran hukum yang terjadi yang dilakukan Kelompok Bersenjata di Papua," ujar Faizasyah.
Pembunuhan di Nduga kala itu menewaskan 20 orang. Korban tewas terdiri dari 19 pekerja proyek Trans Papua dan 1 prajurit TNI. Pelakunya diduga kuat adalah kelompok bersenjata.
Menurut Faizasyah, apa yang dikampanyekan oleh Benny Wenda tidak sesuai dengan kondisi nyata di Papua saat ini. Sejak meninggalkan Indonesia, kata dia, Benny tidak lagi melihat kondisi di Papua.
"Sudah sangat disconnect dengan realitas Papua, terputus ya, bagaimana pembangunan di Papua. Sudah ada berbagai upaya, otonomi khusus diberikan. Dengan demikian kondisi riil dan realitas berubah dan berbeda dengan apa yang dikampanyekannya dari tempat dia tinggal," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Siapa Benny Wenda?
Benny Wenda (45) pernah memimpin Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan menjadi pendiri Free West Papua Campaign. Benny Wenda pernah terjerat sejumlah kasus hukum.
Pada 2002, ia divonis 25 tahun penjara terkait tudingan banyak kasus. Ia dinilai menjadi provokator pengerahan massa untuk memporak-porandakan Papua.
Di tahun yang sama, Benny Wenda berhasil kabur. Dibantu aktivis kemerdekaan Papua Barat, ia diselundupkan ke Inggris hingga mendapatkan suaka politik pada 2003. Beberapa tahun setelahnya, Benny Wenda membuka kantor gerakan Papua merdeka di Oxford.
Pada awal 2019, Kemlu memprotes Vanuatu -- negara kepulauan di Samudra Pasifik, yang diduga menyelundupkan Benny Wenda dalam delegasinya ke Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (KTHAM) di Jenewa, Swiss. Sebab, Benny berada di Jenewa untuk menyerahkan petisi kemerdekaan Papua ke KTHAM.
ADVERTISEMENT
Dalam petisi itu, Benny mengklaim ada lebih dari 1,8 juta orang Papua yang menginginkan referendum kemerdekaan dari NKRI. Kemlu menyebut, dari laporan KTHAM, kedatangan Benny Wenda tidak diketahui mereka karena tidak masuk ke dalam daftar delegasi dari Vanuatu.
Kepada The Guardian, Benny Wenda mengaku telah menyerahkan petisi tersebut ke Komite Khusus Dekolonisasi PBB. Ia mengklaim petisi itu diselundupkan dari desa-desa di Papua untuk menghindari penangkapan aparat.
Namun Ketua Komite Khusus Dekolonisasi PBB (C-24) Rafael Ramirez mengaku tidak pernah menerima petisi dari siapa pun terkait kemerdekaan Papua.
Inggris tegaskan dukung Papua bagian dari Indonesia
Meski memberikan penghargaan kepada Benny Wenda, Pemerintah Inggris menegaskan bukan berarti pihaknya mendukung kemerdekaan Papua. Mereka memastikan penghargaan untuk Benny Wenda tidak berhubungan dengan sikap pemerintah Inggris.
ADVERTISEMENT
"Kami mendukung integritas teritori Indonesia dan Papua sebagai bagian dari Indonesia," kata Kementerian Luar Negeri Inggris, seperti dikutip dari BBC.
"Secara politik, sikap dewan lokal adalah independen dari pemerintah pusat, sehingga hal ini merupakan kewenangan Dewan Kota Oxford," tutur mereka.
Benny sudah angkat suara mengenai penghargaan yang diraihnya. Menurutnya, penghargaan itu menjadi bukti bahwa Kota Oxford peduli terhadap keadilan dan HAM untuk orang Papua Barat.
"Penghargaan ini menunjukkan bahwa warga Oxford mendengarkan dan merespons," kata Benny Wenda.