Di Balik Predikat Juara Bertahan China Selama 9 Kali di Asian Games

21 Agustus 2018 8:06 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Li Junhui (kiri) dan Liu Yuchen (kanan) mengharumkan nama China dengan menjuarai BWF World Championship 2018 kategori ganda putra. (Foto: Johannes EISELE / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Li Junhui (kiri) dan Liu Yuchen (kanan) mengharumkan nama China dengan menjuarai BWF World Championship 2018 kategori ganda putra. (Foto: Johannes EISELE / AFP)
ADVERTISEMENT
Tiga hari setelah pembukaan Asian Games 2018 yakni pada Sabtu (18/8), Indonesia sudah memperoleh 4 medali emas, 2 perak dan 2 perunggu dengan total keseluruhan 8 medali.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, China, yang memegang juara bertahan Asian Games sejak tahun 1982 tercatat sudah mengantongi total 35 medali yakni 15 medali emas, 11 perak dan 9 perunggu.
Perolehan medali dengan jumlah fantastis tersebut bukan tanpa kerja keras. Sejak usia 6 tahun para atlet muda asal negeri Tirai Bambu ini diharuskan mengikuti sesi latihan selama 5 jam sehari sebelum resmi menyandang profesi atlet.
Bahkan, demi menjadi kebanggaan bangsa dan negara mereka rela mengorbankan waktu bermainnya untuk berlatih keras. Di China, olahraga merupakan bisnis bersama yang didanai melalui oleh negara dan uang pribadi.
Di China, medali bukan hanya soal menang namun bisa mengubah perekonomian keluarga sekaligus dihormati banyak orang. Karenanya, banyak orang tua memilih menyekolahkan anaknya di sekolah berkurikulum atlet.
ADVERTISEMENT
Brownell, seorang antropologis dari Universitas Missouri menyebut, banyak siswa yang datang dari keluarga tidak mampu dan menjadikan olahraga sebagai tiket untuk keluar dari zona kemiskinan.
"Orang tua yang dengan pendidikan tinggi cenderung tidak menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah khusus olahraga karena pendidikan yang tidak bagus," lanjut Brownell.
Test event atletik (Ilustrasi). (Foto: ANTARA FOTO/Andika Wahyu)
zoom-in-whitePerbesar
Test event atletik (Ilustrasi). (Foto: ANTARA FOTO/Andika Wahyu)
Shichahai misalnya, sekolah asrama khusus olahraga ini didanai oleh pemerintah federal. Tak cuma fasilitas lengkap berteknologi tinggi, pemerintah China juga menawarkan beasiswa olahraga bagi atlet-atlet muda dan berprestasi.
Yakni beasiswa international sportsman, national sportsman, grade 1, grade 2 dan grade 3. Bagi sebagian orang, cara ini merupakan langkah awal untuk bisa melenggang ke Olimpiade besar.
Dikutip dari Business Insider, obsesi pemerintah terhadap medali, dimulai setelah diplomasi Ping Pong pada tahun 1970-an. Diplomasi tersebut mengacu pada pertandingan persahabatan antara pemain tenis meja asal Amerika dan China, untuk mengalihkan ketegangan Perang Dingin. Karenanya, olahraga dijadikan alat untuk mempertahankan kehormatan negara.
Pingyao, China. (Foto: Dok. Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Pingyao, China. (Foto: Dok. Pixabay)
Mimpi China untuk memenangkan setiap medali emas di berbagai olimpade kian meningkat saat Beijing terpilih menjadi tuan rumah di sebuah olimpiade tahun 2008.
ADVERTISEMENT
Kala itu, pemerintah China meluncurkan Proyek 119, sebuah gagasan untuk meraih 119 medali emas untuk membantu negara mengentaskan krisis ekonomi di tahun 2000-an
Keinginan untuk bisa meraih medali emas terus dipupuk oleh sekolah-sekolah olahraga kepada anak didiknya demi kemenangan olimpiade di tahun 2020 dan seterusnya. Meski begitu, tak jarang sistem tersebut dikiritik karena kurangnya pembelajaran terhadap skill lain.
Meski menuai pro dan kontra, terbukti, sistem tersebut dinilai berhasil. Nyatanya, sejak tahun 1982 hingga 2014, China menjadi juara bertahan di Asian Games sebanyak 9 kali berturut-turut.
Lalu, apakah tahun ini China masih akan mempertahankan kejuaraan Asian Games?