Di Sidang BLBI, Eks Kepala BPPN Akui Penghapusbukuan Utang Petambak
ADVERTISEMENT
Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung, mengakui adanya penghapusbukuan utang petani tambak dalam kasus BLBI yang melibatkan BDNI milik taipan Sjamsul Nursalim.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, penghapusbukuan itu merupakan tindak lanjut dari keputusan Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) Nomor: Kep. 02/K.KKSK/03/2001 yang ditandatangani oleh Rizal Ramli pada tanggal 29 Maret 2001 tentang Kebijakan Penyehatan Perbankan Dan Restrukturisasi Utang Perusahaan.
Ia menjelaskan, dalam keputusan KKSK itu, diputuskan bahwa utang petambak yang sustainable sebesar Rp 1,1 triliun. Sedangkan utang yang unsustainable sebesar Rp 1,9 triliun akan ditagihkan pada PT Dipasena Citra Darmadja dan PT Wachyuni Mandira selaku perusahaan inti yang menjamin utang petambak.
"Begini, yang sustainable itu yang akan ditanggung oleh petambak Rp 1,1 triliun. Sisanya Rp 1,9 triliun yang akan ditagihkan pada PT DCD, itulah yang kami hapuskan di bukunya petani tambak," ujar Syafruddin saat menjalani sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (23/8).
ADVERTISEMENT
Ia menyatakan penghapusbukuan itu sempat dibahas dalam rapat internal BPPN pada 11 September 2003. Menurutnya, keputusan penghapusbukuan itu diharapkan dapat membantu meringankan beban petani tambak.
"Jadi kenapa kami melakukan itu ya, itulah keputusan KKSK, jadi yang kita lakukan, melakukan (keputusan) KKSK. Kami juga ingin petani tambak itu jalan (tidak bangkrut)," kata dia.
Dalam kasus ini, Syafruddin didakwa melakukan perbuatan korupsi dalam penerbitan BLBI. Syafruddin diduga menerbitkan Surat Keterangan Lunas untuk BDNI milik Sjamsul. Padahal, Sjamsul belum memenuhi syarat untuk itu. Perbuatan Syafruddin itu disebut merugikan keuangan negara hingga Rp 4,58 triliun.