Dilema Eropa, Ingin Jatuhkan Sanksi Tapi Butuh Uang Saudi

25 Oktober 2018 11:50 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Emmanuel Macron dan Mohammed bin Salman (Foto: REUTERS/Philippe Wojazer)
zoom-in-whitePerbesar
Emmanuel Macron dan Mohammed bin Salman (Foto: REUTERS/Philippe Wojazer)
ADVERTISEMENT
Negara-negara Eropa yang mengaku menjunjung kebebasan berekspresi marah besar atas pembunuhan Jamal Khashoggi di Konsulat Arab Saudi, Istanbul. Seyogyanya, kemarahan ini diwujudkan dalam bentuk sanksi dan embargo, bahkan penghentian kerja sama dengan Saudi, tapi itu urung dilakukan. Eropa kini tengah dilanda dilema.
ADVERTISEMENT
Sejauh ini hanya Jerman yang berani mengambil langkah konkret. Hari Minggu lalu, Kanselir Angela Merkel menangguhkan seluruh kerja sama pembelian senjata dengan Saudi, setidaknya hingga pembunuhan Khashoggi terang bendera siapa pelaku dan otaknya.
Sebanyak 18 orang ditahan Saudi dan lima pejabat tinggi dipecat. Tapi bagaimana, siapa, dan apa motif pembunuhan belum ketahuan, bahkan mayat Khashoggi saja belum ditemukan. Pangeran Mohammed bin Salman (MbS) yang dituding terlibat juga membantah keras.
Tahun ini, Jerman telah sepakat menjual senjata senilai lebih dari USD 460 juta (hampir Rp 7 triliun) ke Saudi. Penjualan senjata Jerman mencakup dua persen dari nilai kerja sama pertahanan Eropa dengan Saudi.
Jerman tak ingin sendirian
Tapi Jerman tidak ingin sendirian menindak tegas Saudi. Menteri Perekonomian Jerman Peter Altmaier, Senin lalu seperti dikutip Financial Times, menyerukan negara-negara Eropa lainnya juga berhenti jual senjata ke Saudi.
ADVERTISEMENT
"Jelas tidak akan punya konsekuensi positif jika kami berhenti ekspor senjata sementara di waktu yang sama negara lain mengisi kekosongan ini," kata Altmaier.
Kanselir Jerman Angela Merkel. (Foto: REUTERS/Kai Pfaffenbach)
zoom-in-whitePerbesar
Kanselir Jerman Angela Merkel. (Foto: REUTERS/Kai Pfaffenbach)
Tapi ajakan Jerman itu seakan angin lalu. Negara-negara Eropa lainnya terlihat enggan atau setengah hati mengekor Jerman. Jika pun tidak menghentikan kerja sama, setidaknya telah mengecam pembunuhan Khashoggi, seperti yang dilakukan Prancis.
Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Rabu (24/10) menelepon Raja Saudi, Salman bin Abdulaziz, mengatakan negaranya siap mendukung sanksi internasional jika kasus ini tidak juga terungkap.
"Prioritas Prancis adalah kebebasan berekspresi, kebebasan pers dan masyarakat. Prancis tidak akan ragu melancarkan sanksi internasional, bersama dengan mitra internasional, kepada para pelaku," ujar pernyataan Macron.
Tapi kata hanyalah kata tanpa tindakan konkret. Sebelumnya diberitakan berbagai media, Macron seakan menahan diri melakukan tindakan tegas terhadap Saudi. Hal ini bisa dimaklumi, Prancis adalah penjual senjata terbesar kedua ke Saudi setelah Inggris di Eropa. Belum lagi kerja sama di bidang energi dan keuangan yang nilainya tidak sedikit.
ADVERTISEMENT
Dari 2008 hingga 2017, seperti dikutip Reuters, Saudi telah membeli senjata Prancis hingga 11 miliar euro (Rp 190 triliun). Dari tahun ke tahun nilainya terus meningkat, tahun lalu saja mencapai 1,5 miliar euro (Rp 26 triliun).
Prancis tidak sendirian, banyak negara-negara Eropa yang bergantung pada pembelian senjata oleh Saudi. Itulah sebabnya Spanyol, Swedia, Belgia, Norwegia, dan Finlandia terang-terangan menyatakan tidak akan menangguhkan penjualan senjata ke Saudi.
Theresa May (kiri) dan Mohammed bin Salman (kanan). (Foto: Getty Images/Leon Neal)
zoom-in-whitePerbesar
Theresa May (kiri) dan Mohammed bin Salman (kanan). (Foto: Getty Images/Leon Neal)
Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez, contohnya, mengutuk dan mendorong penyelidikan pembunuhan Khashoggi tapi menolak desakan membatalkan kontrak senjata dengan Saudi. Bagi Spanyol, investasi Saudi berhasil membuka ribuan lapangan kerja.
September tahun lalu, Menteri Pertahanan Spanyol Margarita Robles pernah coba menjegal penjualan 400 rudal ke Saudi untuk perang di Yaman. Namun Sanchez mencegahnya setelah Saudi mengancam batalkan kontrak pembelian kapal perang senilai 1,8 miliar euro. Ancaman Saudi ini bisa membuat 6.000 orang menganggur.
ADVERTISEMENT
Inggris sebagai negara pemasok senjata terbesar di Eropa untuk Saudi juga malu-malu kucing menindak tegas pemerintahan Raja Salman atas pembunuhan Khashoggi.
Perdana Menteri Theresa May memang mengatakan penjelasan Riyadh soal kematian Khashoggi tidak kredibel. Namun, May berpaling dari desakan oposisi agar Inggris menghentikan perdagangan senjata ke Saudi. Satu-satunya tindakan May terkait kasus Khashoggi adalah melarang para pelaku pembunuhan masuk Inggris.
Bagi Inggris yang khawatir ekonominya morat-marit usai keluar dari Uni Eropa, kehadiran uang Saudi sangat dinantikan. Di Benua Biru itu, Inggris menguasai pasar penjualan senjata ke Saudi dengan 23 persen nilai ekspor.
Diberitakan The Independent, dalam enam bulan pertama 2017 saja, Inggris menjual senjata ke Saudi sekitar USD 1,4 miliar. Ribuan orang akan menganggur di Inggris jika Saudi berhenti beli senjata.
Donald Trump dan Putra Mahkota Saudi dalam sebuah pembicaraan perdagangan senjata di Gedung Putih Washington. (Foto: REUTERS/Jonathan Ernst)
zoom-in-whitePerbesar
Donald Trump dan Putra Mahkota Saudi dalam sebuah pembicaraan perdagangan senjata di Gedung Putih Washington. (Foto: REUTERS/Jonathan Ernst)
Amerika Serikat juga luluh
ADVERTISEMENT
Bahkan Amerika Serikat juga luluh di hadapan uang Saudi. AS yang memiliki porsi 61 persen pembelian senjata oleh Saudi secara global, menolak membatalkan kerja sama pertahanan senilai USD 110 miliar.
Setali tiga uang dengan para pemimpin Eropa, Presiden Donald Trump khawatir ditariknya uang Saudi akan picu pengangguran besar di AS. Selain itu, Trump beralasan, jika Barat berhenti jual senjata maka Saudi akan melirik Rusia atau China, dua negara rival Barat.
Hal ini diamini oleh Ayham Kamel, kepala lembaga konsultan politik AS Eurasia Group untuk urusan Timur Tengah dan Afrika Utara, kepada CNBC Senin lalu.
"Jika AS dan Barat menerapkan saksi kepada Arab Saudi, adalah lelucon jika kita membayangkan Saudi hanya akan duduk manis dan menerimanya," kata Kamel.
ADVERTISEMENT
"Saudi akan mulai berubah - mereka telah melakukannya sebelumnya - mereka akan mulai berbisnis dengan China dan Rusia. Saya ragu Putin akan memberikan Saudi banyak masalah soal krisis ini (pembunuhan Khashoggi) seperti Trump," lanjut Kamel.
Raja Salman dan Vladimir Putin  (Foto: Sputnik/Alexei Nikolsky/Kremlin via REUTERS)
zoom-in-whitePerbesar
Raja Salman dan Vladimir Putin (Foto: Sputnik/Alexei Nikolsky/Kremlin via REUTERS)
Rusia dan China telah ambil ancang-ancang. Oktober tahun lalu dalam kunjungan Raja Salman ke Rusia, pemerintah Kremlin telah menyatakan siap memasok Saudi dengan rudal S-400. Belum ada kesepakatan pembelian memang, tapi Saudi bukan tidak mungkin akan memborongnya jika uang mereka ditolak pasar Eropa.
China pun demikian. Beijing adalah mitra dagang terbesar Riyadh dengan nilai perdagangan bilateral mencapai USD 42 miliar pada 2017. Maret lalu kedua negara teken rencana kerja sama senilai USD 65 miliar di berbagai sektor, dari energi hingga antariksa.
ADVERTISEMENT
Tapi China hanya memasok senjata ke Saudi senilai USD 20 juta tahun lalu. Bandingkan dengan Amerika Serikat yang mencapai USD 3,4 miliar, berdasarkan data lembaga riset Stockholm International Peace Research Institute. Ketertinggalan dari AS akan dimanfaatkan China jika Saudi diganjar sanksi.