Dipanggil KPK Terkait Kasus Meikarta, Aher Mangkir

20 Desember 2018 19:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ahmad Heryawan di Sidang Tahunan MPR (Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay)
zoom-in-whitePerbesar
Ahmad Heryawan di Sidang Tahunan MPR (Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay)
ADVERTISEMENT
Mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mangkir dari panggilan sebagai saksi. Aher --panggilan akrab Ahmad Heryawan-- direncanakan akan diperiksa dalam perkara dugaan suap dalam pengurusan perizinan terkait proyek Meikarta untuk tersangka Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin.
ADVERTISEMENT
"Saksi yang tidak hadir adalah Ahmad Heryawan mantan Gubernur Jawa Barat tadi tidak hadir tanpa pemberitahuan," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah di kantornya, Kamis (20/12).
Menurut Febri, penyidik belum menerima keterangan terkait ketidakhadiran Aher dalam penyidikan kasus itu. Mengingat pentingnya keterangan Aher dalam penyidikan perkara ini, Febri pun menyebut KPK akan menjadwalkan ulang pemanggilan terhadap Aher.
"Nanti akan dipanggil kembali sesuai dengan aturan yang berlaku," ucap Febri.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah saat memberikan keterangan kepada awak media di Halaman Gedung KPK, Jakarta, 18/12/2018. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Juru bicara KPK, Febri Diansyah saat memberikan keterangan kepada awak media di Halaman Gedung KPK, Jakarta, 18/12/2018. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Oleh karena itu KPK berharap agar dalam pangggilan selanjutnya, Aher dapat memenuhi panggilan dan dapat memberikan keterangan terkait perkara ini. "Jadi kami harap ketika dipanggil agar datang memenuhi panggilan dan berbicara secara benar dengan memberikan keterangan pada penyidik," kata Febri.
Dakwaan Meikarta
ADVERTISEMENT
Sebelumnya dalam surat dakwaan terdakwa Direktur Operasional Lippo Group, Billy Sindoro; pegawai Lippo Group Henry Jasmen; serta dua konsultan Lippo Group, Taryudi dan Fitra Djaja Purnama. Jaksa KPK menyebut Kepala Seksi Pemanfaatan Ruang pada Bidang Penataan Ruang Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang (BMPR) Jawa Barat, Yani Firman, diduga menerima SGD 90 ribu untuk melancarkan proses pengurusan perizinan proyek Meikarta.
Berawal ketika Dinas Tata Ruang dan Permukiman Pemkab Bekasi melakukan penyesuaian Rencana Detail Tata Ruang (RDRT) dalam rangka pengembangan kawasan Meikarta. Terkait penyesuaian itu Edi Dwi Soesiato selaku Kepala Divisi Land Acquisition and Permit PT Lippo Cikarang dan Satriadi selaku karyawan PT Lippo Cikarang mendatangi Jamaludin selaku Kepala Dinas Tata Ruang dan Permukiman. Edi dan Satriadi menjanjikan uang Rp 2,5 miliar kepada Jamaludin untuk menyesuaikan RDRT proyek Meikarta.
Mantan Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar memberikan salam jempol usai diperiksa oleh KPK. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar memberikan salam jempol usai diperiksa oleh KPK. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Sekitar Juli 2017, Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar yang juga menjabat Ketua Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD), memimpin rapat pleno Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) di kantor Gubernur Jawa Barat.
ADVERTISEMENT
Rapat pleno tersebut membahas persetujuan atas pangajuan Perda Kabupaten Bekasi tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Wilayah Pengembangan (WP) I dan WP IV. Dalam rapat, Deddy meminta penjelasan terkait pembangun Meikarta, namun tak kunjung menemui kejelasan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi.
Pemprov Jawa Barat lalu meminta penjelasan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin terkait perizinan hunian superblock itu. Masih merujuk dakwaan, Neneng kemudian mengklaim pihaknya sudah mengeluarkan Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) seluas 84,6 hektare.
Sedangkan mengenai sisanya, yakni 380 hektare, diserahkan kepada pihak Pemprov Jawa Barat lantaran masalah RDTR harus melalui persetujuan Pemprov Jawa Barat. "Deddy Mizwar kemudian meminta agar semua perizinan dihentikan terlebih dahulu sebelum ada rekomendasi dari Gubernur Jawa Barat," kata jaksa.
ADVERTISEMENT
Pada 4 September 2017, Pemprov Jawa Barat melaksanakan Rapat Pleno BKPRD yang dihadiri Deddy Mizwar selaku Ketua BKPRD, Dirjen Pengendalian Pemanfaatan Ruang, dan Penguasaan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (BPN). Neneng, dalam rapat tersebut, memutuskan bahwa Pemkab Bekasi akan menghentikan sementara pembangunan proyek Meikarta.
Dalam rentang waktu penghentian, Lippo Group selaku penggarap proyek, mengkaji dan merekrut beberapa pihak untuk mengurus izin Meikarta, di antaranya Henry Jasmen, Fitradjaja, serta Taryudi.
Rapat di Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri selanjutnya dilangsungkan pada 3 Oktober 2017. Mereka yang hadir ialah perwakilan PT Lippo Cikarang, Edi Dwi Soesianto, Dirjen Otda Soni Sumarsono, Direktur Pemanfaatan Ruang BPN, pihak Pemprov Jawa Barat, pihak Dinas Penanaman Modal PTSP Jawa Barat, Bupati Bekasi Neneng beserta staf.
ADVERTISEMENT
Rapat tersebut membahas terkait perizinan Meikarta. Hasil rapat memutuskan bahwa harus ada rekomendasi dari Gubernur Jawa Barat.
Dalam rangka mempercepat proses penerbitan Rekomendasi Dengan Catatan (RDC) dari Pemprov Jawa Barat, Henry, Fitra Djaja dan Taryudi memberikan uang yang disimpan dalam amplop sejumlah SGD 90.000 ribu kepada Yani Firman pada bulan November 2017.
Kemudian pada 23 November 2017, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengeluarkan Keputusan nomor: 648/Kep.1069-DPMPTSP/2017 tentang Delegasi Pelayanan dan Penandatanganan Rekomendasi Pembangunan Komersial Area Proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi.
Atas surat itu, Dinas PMPTSP Provinsi Jawa Barat mengeluarkan surat nomor: 503/5098/MSOS tanggal 24 November 2017 yang ditandatangani oleh Kepala Dinas PMPTSP Dadang Mohamad yang ditujukan kepada Bupati Bekasi, perihal Rekomendasi Pembangunan Meikarta.
ADVERTISEMENT