Dirjen Otda Tak Tahu Aher Tunjuk Kadis Tanda Tangan Izin Meikarta

10 Januari 2019 20:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Soni Sumarsono usai diperiksa KPK dalam kasus suap Meikarta. (Foto:  Aprilandika Pratama/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Soni Sumarsono usai diperiksa KPK dalam kasus suap Meikarta. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
ADVERTISEMENT
Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sumarsono mengaku tak mengetahui penunjukan atau pendelegasian yang dilakukan mantan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan (Aher), dalam mengeluarkan rekomendasi perizinan proyek Meikarta.
ADVERTISEMENT
Menurut Soni -sapaan Sumarsono- ia baru sampai pada tahap mempertemukan pihak Pemprov Jabar dan Pemkab Bekasi agar mencari solusi permasalahan rekomendasi proyek.
Sehingga, ia tak tahu bahwa Aher menunjuk Kadis Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) untuk menandatangani rekomendasi tersebut.
"Enggak tahu (penunjukkan Kadis). Saya hanya sampai pada follow up rapat dengar pendapat dengan DPR, mengantarkan sampai supaya gubernur dengan bupati ketemu, gitu aja, saya sampai setelah itu enggak mengikuti perkembangannya," ujar Soni di gedung KPK, Kamis (10/1).
Soni yang dicecar sekitar 15 pertanyaan oleh penyidik KPK itu menegaskan Kemendagri sebelumnya telah memfasilitasi Pemkab Bekasi dan Pemprov Jabar dalam sebuah pertemuan. Terselenggaranya pertemuan itu dibutuhkan untuk menemukan jalan keluar izin proyek.
ADVERTISEMENT
Pertemuan yang ia maksud yakni pada tanggal 3 Oktober 2017 di Kemendagri yang di antaranya dihadiri oleh perwakilan PT Lippo Cikarang, pihak Pemprov Jabar, dan Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin.
Mantan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK, Jakarta, Rabu (9/1). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK, Jakarta, Rabu (9/1). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
"Memfasilitasi konsolidasi kebijakan dan antara pemerintah tingkat provinsi gubernur dalam hal ini dengan pemerintah kabupaten kota dan itu tugas Dirjen Otda memang memfasilitasi bersama dan koordinasi kepala daerah memang seperti itu," ujarnya.
Permasalahan antara Pemprov Jabar dan Pemkab Bekasi menurut Soni sederhana. Meikarta berdiri di tanah dengan kewenangan penuh milik Kabupaten Bekasi. Hanya saja, karena Meikarta berdiri di tanah kawasan strategis provinsi, rekomendasi gubernur menjadi suatu persyaratan yang harus dipenuhi Pemkab agar proyek bisa dilanjutkan.
"Konfliknya sederhana, konfliknya polanya sederhana bahwa kewenangan perizinan itu semua di kabupaten. Tetapi untuk meikarta karena menyangkut persoalan metropolitan maka harus perlu rekomendasi dari gubernur," ucap Soni.
ADVERTISEMENT
Soni merujuk pada Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2014 yang mengharuskan adanya rekomendasi di bangunan yang berdiri pada kawasan strategis metropolitan atau provinsi. Menurut Soni, Kemendagri sudah mengeluarkan rekomendasi dengan catatan.
Rekomendasi dengan catatan itulah yang membuat pihak pengembang harus melakukan beberapa perbaikan di sejumlah lini khususnya terkait perizinan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan lain hal terkait proyek Meikarta.
"Kita buat surat kepada kepala daerah, kepada gubernur agar mereka (pemprov dan pemkab) segera menyelesaikan sebaik-baiknya antara lain mendorong supaya ada rekomendasi dengan catatan," tutur Soni.
Meskipun rekomendasi adalah syarat agar proyek dapat dilanjutkan pengembang, Soni menyebut dirinya atau Kemendagri belum mengetahui apakah rekomendasi untuk proyek Meikarta telah dikeluarkan. Hal itu berseberangan dengan pernyataan Aher yang menyatakan telah mengeluarkan rekomendasi untuk Meikarta.
ADVERTISEMENT
Sementara di satu sisi, saat ini pengembang Meikarta yaitu PT Mahkota Sentosa Utama (PT MSU), anak perusahaan dari Lippo Group, tetap dapat melanjutkan proyek. Padahal, Soni menyatakan belum ada laporan dari pihak Pemprov terkait rekomendasi gubernur kepada pihak Kemendagri.
Foto aerial pembangunan gedung-gedung apartemen di kawasan Meikarta, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. (Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
zoom-in-whitePerbesar
Foto aerial pembangunan gedung-gedung apartemen di kawasan Meikarta, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. (Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
"Sampai sekarang saya juga enggak tahu apakah rekomendasi sudah keluar atau belum karena belum mendapatkan laporan dari pemprov Jabar," kata Soni.
"Substansinya pembangunan sudah berjalan sementra perizinan belum lengkap," tutupnya.
Saat diperiksa KPK pada Kamis (9/1), Aher menjelaskan rekomendasi izin dari Pemprov Jabar untuk pembangunan proyek Meikarta seluas 84,6 hektare berdasarkan Keputusan nomor: 648/Kep.1069-DPMPTSP/2017.
Dalam keputusan gubernur itu, Aher mendelegasikan atau menunjuk Kepala DPMPTSP Jawa Barat untuk menandatangani rekomendasi gubernur terkait perizinan proyek Meikarta.
ADVERTISEMENT
"Keputusan Gubernur harus keluar, karena rekomendasi yang dikeluarkan Pemprov Jabar itu tak boleh ditandatangani oleh gubernur. Oleh karenanya dikeluarkan Keputusan Gubernur berdasarkan Perpres Nomor 97 Tahun 2014," ujar Aher di gedung KPK, Rabu (9/1).
Aher yang menjalani pemeriksaan selama 8 jam itu menegaskan rekomendasi yang dikeluarkan gubernur hanya untuk lahan yang dianggap telah rampung pengurusannya. "Hanya keluarkan rekomendasi lahan yang sudah clean dan clear. Kalau 86,4 hektare sudah clear makanya dikeluarkan rekomendasi," kata Aher.
Berdasarkan rekomendasi gubernur itu, Dinas DMPTSP Provinsi Jawa Barat mengeluarkan surat nomor: 503/5098/MSOS tanggal 24 November 2017. Surat yang ditandatangani oleh Kepala Dinas PMPTSP Dadang Mohamad tersebut ditujukan kepada Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin perihal Rekomendasi Pembangunan Meikarta.
Terdakwa kasus dugaan suap Billy Sindoro (tengah) bersiap menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Rabu (19/12/2018). (Foto: ANTARAFOTO/Raisan Al Farisi)
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus dugaan suap Billy Sindoro (tengah) bersiap menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Rabu (19/12/2018). (Foto: ANTARAFOTO/Raisan Al Farisi)
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) pada 15 Oktober 2018 lalu. KPK mengungkap adanya dugaan suap dalam perizinan proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi.
ADVERTISEMENT
Atas dugaan itu, KPK menetapkan 9 orang sebagai tersangka. Sebagai pihak yang diduga pemberi suap yaitu Billy Sindoro selaku Direktur Operasional Lippo Group, Taryudi selaku konsultan Lippo Group, Fitra Djaja Purnama selaku konsultan Lippo Group, dan Henry Jasmen selaku pegawai Lippo Group.
Sementara sebagai pihak yang diduga penerima suap yaitu Neneng Hasanah Yasin selaku Bupati Bekasi, Jamaludin selaku Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Sahat MBJ Nahor selaku Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi, Dewi Tisnawati selaku Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (DPM-PPT) Kabupaten Bekasi, dan Neneng Rahmi selaku Kepala Bidang tata ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi.