Dosen di Bandung Ditangkap karena Unggah soal 'People Power' di Medsos

10 Mei 2019 17:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sebar Ujaran Kebencian, Polisi Ciduk Dosen Universitas Swasta di Kota Bandung Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sebar Ujaran Kebencian, Polisi Ciduk Dosen Universitas Swasta di Kota Bandung Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
ADVERTISEMENT
Seorang dosen universitas swasta di Kota Bandung berinisial SDS (50) diciduk polisi di Margahayu Raya. SDS diciduk karena mengunggah tulisan berisi ujaran kebencian di akun media sosial Facebooknya pada 9 Mei.
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini, unggahan tersebut sudah dibagikan 10 kali dan dikomentari oleh 68 pengguna.
Bunyi dari postingan SDS ialah "Harga nyawa rakyat jika people power tidak dapat dielak: 1 orang rakyat ditembak oleh polisi harus dibayar dengan 10 orang polisi dibunuh matu menggunakan pisau dapur, golok, linggis, kapak, kunci roda mobil, siraman tiner cat berapi dan keluarga mereka."
"Akun Facebooknya ini berisikan berita tentang ujaran kebencian, kemudian menghasut membuat berita-berita yang dapat membuat keonaran. Tentunya siapapun yang membuat berita dan menyebarkan berita bohong dan ujaran kebencian Polri bertindak tegas melakukan penangkapan. Ini kesekian kalinya," kata Direktur Ditreskrimsus Polda Jabar Kombes Samudi di Mapolda Jabar, Kota Bandung, Jumat (10/5).
Samudi miris melihat masih banyaknya masyarakat yang menyebarkan atau membuat ujaran kebencian lewat media sosial. Karena hal itu dapat berpotensi menimbulkan keonaran di tengah masyarakat.
ADVERTISEMENT
Menurut Samudi, bunyi unggahan SDS di akun media sosialnya begitu provokatif dan dapat menimbulkan bahaya. Apalagi jika dibaca oleh orang awam langsung mencernanya tanpa mencari konfirmasi terlebih dahulu.
"Ini kan sangat provokatif dan bahaya, apalagi dibaca oleh orang awam yang tidak memahami. Ini jelas provokatif yang jelas membahayakan," ujar dia.
Unggahan dugaan sebaran kebencian oleh dosen SDS di akun Facebooknya. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Samudi menyesalkan perbuatan SDS karena ia berasal dari kalangan intelektual, yang semestinya dapat menyaring berita-berita yang diterima. Namun, SDS justru menjadi pihak yang ikut menyebarkan tanpa mengeceknya.
"Yang bersangkutan ini orang intelektual yang sebenarnya bisa menyaring, apakah ini berita tidak benar bukan berarti malah langsung dishare," tuturnya.
Pihaknya akan meminta keterangan lebih lanjut guna mendalami apakah SDS berafiliasi dengan kelompok tertentu atau tidak.
ADVERTISEMENT
"Kita belum mendalami sejauh itu (afiliasi) karena kita baru membawa yang bersangkutan. Nanti kita akan dalami apakah yang bersangkutan ini berafiliasi dengan kelompok lain ataukah tidak," jelasnya.
Samudi berpesan pada masyarakat, khususnya di Jabar, agar dapat menggunakan alat komunikasi terutama handphone dan media sosial untuk hal-hal yang baik. Pihaknya menegaskan tak segan akan menindak pelaku yang terbukti menyebar ujaran kebencian agar jera dan tidak dicontoh masyarakat.
Sementara itu, SDS mengaku mendapat tulisan tersebut dari sebuah grup WhatsApp yang berisi informasi terkait akan adanya benturan antara warga dan polisi. Ia kemudian mengunggahnya kembali di akun media sosialnya.
SDS mengungkapkan ia melakukannya secara spontan dan tanpa niatan untuk memprovokasi. Melainkan untuk mengingatkan rekan-rekannya agar benturan antara polisi dan masyarakat tidak terjadi.
ADVERTISEMENT
"Saya mengatakan bahwa jangan sampai ada terjadi pembenturan polisi dengan masyarakat. Sebab, ada kiriman berita tertulis yang sudah saya tunjukkan ke bapak-bapak. Saya hanya takut kalau benar-benar itu yang namanya itu orang mau membenturkan polisi dengan rakyat," ungkap SDS.
SDS telah mengakui perbuatan dan menyesalinya. Sebagai pengajar, ia menyatakan tidak teliti atas perbuatannya, sebagaimana yang kerap diajarkan kepada murid-muridnya sendiri di kampus.
"Saya akui ini kesalahan saya mengajarkan ke mahasiswa saya cek, recheck, dan re-recheck. Tapi saya melakukan kesalahan. Saya akui lakukan itu. Tapi niatnya demi Allah tidak ada," ujar SDS.
"Maafkan saya kalau ini membuat kegaduhan untuk masyarakat semuanya," tutupnya.