DPR Hanya Selesaikan 6 dari Target 52 RUU Sepanjang Tahun 2017

21 Desember 2017 14:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Catatan Evaluasi Akhir Tahun Formappi (Foto: Moh Fajri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Catatan Evaluasi Akhir Tahun Formappi (Foto: Moh Fajri/kumparan)
ADVERTISEMENT
Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) memaparkan catatan atas kinerja DPR di tahun 2017. Salah satu penilaian yang disoroti adalah kinerja legislasi DPR yang tidak maksimal dengan banyaknya RUU yang belum disahkan.
ADVERTISEMENT
“Bayangkan saja tahun 2017 ini, DPR menetapkan 52 RUU Prolegnas Prioritas. Dari 52 RUU tersebut, 17 di antaranya masih dalam tahap penyusunan draf,” kata Lucius Karus, Peneliti Bidang Legislasi Formappi saat memaparkan materi di Kantor Formappi, Jalan Matraman Raya, Jakarta Timur, Kamis (21/12).
Lucius merinci, dari 52 RUU dalam Prolegnas prioritas itu, hanya 6 RUU yang diselesaikan DPR sepanjang tahun 2017. Tidak termasuk 11 RUU kumulatif terbuka yang tak masuk dalam Prolegnas prioritas, seperti Perppu, RUU APBN dan lainnya.
“Sangat mungkin ke 17 RUU (yang masih draf) malah belum terjamah sama sekali karena di saat bersamaan DPR masih harus disibukkan dengan tugas pembahasan RUU lain yang sudah masuk tahapan pembicaraan tingkat I. Jumlah RUU yang sudah masuk Tahap Pembicaraan Tingkat I adalah 20 RUU. Dengan jumlah sebanyak itu waktu yang tersita cukup signifikan. Sementara alat kelengkapan yang bertugas membahas RUU nyatanya hanya 11 komisi ditambah beberapa pansus,” lanjutnya.
Bangku kosong di sidang paripurna DPR. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bangku kosong di sidang paripurna DPR. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Lucius menambahkan bahwa salah satu yang membuat terbengkalainya pembahasan RUU adalah kekacauan manajemen perencanaan dari DPR. DPR terlalu mudah untuk memperpanjang waktu sehingga dianggap tidak konsisten dengan aturan jangka waktu dalam menyelesaikan satu RUU.
ADVERTISEMENT
“Sudah menjadi tradisi bahwa RUU yang tengah dibahas selalu diperpanjang. Bahkan RUU KUHP misalnya sudah lebih dari 10 kali perpanjangan waktu. Kebiasaan molor ini sesungguhnya menunjukkan kualitas DPR yang sulit untuk konsisten. Padahal tatib sudah mengatur jangka waktu tiga kali masa sidang untuk menyelesaikan satu RUU,” terang Lucius.
Lebih tidak maksimalnya lagi adalah dari molornya waktu tersebut tidak diikuti oleh kualitas RUU yang dihasilkan dengan banyaknya RUU yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Hal tersebut menunjukkan apa yang dihasilkan DPR belum bisa secara umum diterima oleh publik.
“Selama tahun sidang 2016-2017 ada 57 perkara yang diputuskan oleh MK terkait judicial review atas sejumlah UU. Dari 57 perkara tersebut ada 16 perkara yang dikabulkan oleh MK, 19 perkara yang ditolak oleh MK. Putusan yang tidak daoat diterima sebanyak 19 perkara, putusan ditarik kembali sebanyak 7 perkara, dan putusan gugur 3 perkara,” ujar Lucius.
ADVERTISEMENT
Sementara itu untuk tahun 2018 DPR kembali menetapkan 50 RUU Prolegnas Prioritas. Hal tersebut membuat Lucius pesimistis dengan kinerja DPR di bidang legislasi mengingat tahun depan sudah memasuki tahun politik. Sehingga waktu dan tenaga anggota DPR akan banyak habis untuk persiapan pemilu daripada menyelesaikan RUU.