news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

'DPR Tidak Produktif, Kerjanya Santai'

22 Mei 2018 12:28 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung DPR/MPR RI. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gedung DPR/MPR RI. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
DPR tidak produktif. Dalam masa sidang ke-IV, DPR terkesan loyo-loyo karena dari 48 Rancangan Undang-Undang (RUU) prioritas yang tersisa, tidak satupun yang berhasil diselesaikan para wakil rakyat tersebut.
ADVERTISEMENT
Bahkan dalam masa sidang 1 sampai 3, DPR hanya menyelesaikan satu RUU prioritas.
Menurut Direktur Eksekutif Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), I Made Leo Wiratma, dalam masa sidang IV ini DPR hanya mengesahkan RUU daftar Kumulatif Terbuka yakni RUU tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand tentang Kerjasama di Bidang Pertahanan dan RUU ASEAN Framework Agrement on Services (AFAS).
"Banyak dari RUU prioritas yang tidak selesai pembahasannya dalam waktu tiga kali masa sidang," ujar I Made saat konpers terkait evaluasi DPR di masa sidang IV tahun 2017-2018 di kantornya, Jalan Matraman, Jakarta Timur, Selasa (22/5).
Rapat komisi di DPR RI. (Foto: Adhim Mugni/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rapat komisi di DPR RI. (Foto: Adhim Mugni/kumparan)
Menurut dia, harusnya wakil rakyat tersebut terkena sanksi karena berdasarkan Pasal 99 UU MD3, seharusnya RUU prioritas dapat diselesaikan dalam tiga kali masa sidang, namun I Made menyebut banyak sekali RUU yang tidak dapat diselesaikan dalam tiga kali masa sidang.
ADVERTISEMENT
"Berhubung tidak ada sanksi apapun atas pelanggaran itu, akibatnya DPR menjadi sangat santai dalam bekerja menyelesaikan pembahasan RUU dan tampak seolah-olah tanpa target waktu tertentu," tegasnya.
Atas kinerja DPR yang santai-santai bekerja itu, I Made menyatakan tak heran apabila RUU Tindak Pidana Terorisme lambat diselesaikan oleh DPR. Maka tidak berlebihan kalau tragedi terorisme akhir-akhir ini, kata dia, merupakan tanggung jawab DPR, karena aparat penegak hukum tidak punya kewenangan dalam bertindak akibat RUU itu tidak selesai.
"Dengan demikian, layaklah jika publik menuding DPR sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas pembiaran peristiwa kejahatan terhadap kemanusiaan itu," ujar I Made.