Duka Devianti yang Alami Keguguran di Pengungsian di Palu

29 Oktober 2018 19:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana pengungsian di Desa Pembewe, Palu. (Foto: Efira Tamara/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana pengungsian di Desa Pembewe, Palu. (Foto: Efira Tamara/kumparan)
ADVERTISEMENT
Kisah pilu terus bermunculan pascagempa bumi berkekuatan 7,4 magnitudo yang mengguncang Palu, Sulawesi Tengah. Seorang ibu harus rela kehilangan janinnya di pengungsian.
ADVERTISEMENT
Devianti (29) merupakan warga di Desa Jono Oge, Kec Biromaru, Kab Sigi yang kini tinggal di pengsungsian Desa Pembewe. Devianti baru saja mengalami keguguran pada Jumat (19/10).
"Seperti air ketuban meletus. Saya pikir sudah tidak selamat janinku ini," cerita Devianti ketika ditemui di posko Desa Pembewe, Senin (29/10).
Seminggu sebelum kejadian, Devianti memang sempat jatuh di wc umum. Namun saat itu tidak ada yang terjadi.
Tenda di posko Desa Jono Oge dan Desa Lolu, Palu. (Foto: Efira Tamara/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tenda di posko Desa Jono Oge dan Desa Lolu, Palu. (Foto: Efira Tamara/kumparan)
Tiba-tiba saja seminggu setelahnya dia mengaku mengalami sakit perut hebat sejak jam 3 pagi. Memang dia mengaku sering melakukan kegiatan berat selama di pengungsian.
"Karena di sini juga sering angkat air dari sini ke sana (tempat air ke tenda)," ungkapnya.
Berguling ke kanan ke kiri, Devianti mencoba untuk menahan sakitnya. Bukan hanya perut, dia mengaku juga sakit kepala dan akhirnya mencoba meredakannya dengan minum obat sakit kepala.
ADVERTISEMENT
Tak disangka, sekitar jam 5 pagi, di situlah Devianti harus merelakan anak keduanya. Janin umur 3 bulan ini ternyata tidak bertahan.
Suasana pengungsian di Desa Pembewe, Palu. (Foto: Efira Tamara/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana pengungsian di Desa Pembewe, Palu. (Foto: Efira Tamara/kumparan)
"Tiba-tiba tengok ke bawah sudah keluar (janinnya). Astaga sudah manusia ini," ceritanya pilu.
Saat kejadian, dia mengaku, perut bagian kanannya terasa perih. Saat itu dia ingin ke rumah sakit jika saja keadaan masih normal.
"Seandainya di rumah, langsung lari ke rumah sakit. Apa, di sini cuma kekuasaan Allah," ceritanya.
Dia kemudian langsung memanggil sang suami dan memintanya untuk membuatkannya susu tanpa gula. Hingga akhirnya tim medis Dompet Dhuafa datang sore hari dan membantu Devianti untuk dirujuk ke rumah sakit.
"Minta rawat inap tak mampu. Tak ada kendaraan. Minta pulang sore itu juga," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Bidan Amanda Dwi Putri dari Dompet Dhuafa membeberkan kekhawatirannya akan sterilisasi Devianti setelah mengalami keguguran.
Devianti, warga Jono Oge yang keguguran. (Foto: Efira Tamara/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Devianti, warga Jono Oge yang keguguran. (Foto: Efira Tamara/kumparan)
"Ngomong sih sudah kelihatan janinnya, sudah kelihatan tali pusatnya. Sudah jatuh semuanya, tapi dari kita, tim medis, otomatis harus pikirkan tetap. Sudah benar-benar bersih atau enggak," jelas Amanda.
Namun, kini Devianti sudah merelakan buah hatinya yang tak sempat melihat dunia itu. "Mungkin dia tahu orang tuaku masih susah ini," ucapnya.
Selain soal anaknya yang meninggal, Devianti juga menceritakan kisahnya saat menyaksikan rumah dan keluarganya hanyut. Waktu itu, dia naik ke atas seng rumahnya demi menyelamatkan diri.
"Tanahnya berjalan keikut air dari bawah tanah," jelasnya.
Akibat kejadian itu, Devianti kehilangan rumah dan empat orang keluarganya. Satu keponakannya berhasil ditemukan dengan kondisi meninggal dunia.
ADVERTISEMENT
Devianti mengaku hanyut selama satu jam. Saat itu, dia dan suaminya terpisah. Sang suami berhasil selamat dengan anaknya yang berusia 7 bulan. Kini Devianti, suami dan anaknya tinggal di pengungsian.
Bidan Dompet Dhuafa, Amanda Dwi Putri di posko desa Pembewe, Palu. (Foto: Efira Tamara/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bidan Dompet Dhuafa, Amanda Dwi Putri di posko desa Pembewe, Palu. (Foto: Efira Tamara/kumparan)