Duplik Ratna Sarumpaet: Usia 70 Tahun, Masih Hadapi Hukuman Berat

25 Juni 2019 12:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet mengikuti sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (25/6). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet mengikuti sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (25/6). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Persidangan kasus hoaks dan keonaran dengan terdakwa Ratna Sarumpaet akan segera memasuki babak akhir. Hari ini, terdakwa berkesempatan menyampaikan dupliknya, sebagai jawaban atas replik yang disampaikan Jaksa, Jumat (21/6).
ADVERTISEMENT
Dalam duplik, kuasa hukum Ratna tegas menolak semua poin bantahan Jaksa Penuntut Umum. Mereka menilai, di usia yang sudah mencapai 70 tahun, tidak seharusnya Ratna diberi hukuman seberat itu.
“Di usia 70 tahun, terdakwa masih harus menghadapi tuntutan hukum yang berat, bahkan lebih berat dari pelaku korupsi hanya karena kirim foto,” kata Kuasa Hukum Ratna Sarumpaet, Insank Nazarudin, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan saat pembacaan Duplik, Selasa (25/6).
Terdakwa kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet (kanan) bersiap meninggalkan ruangan usai mengikuti sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (25/6). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Insank menjabarkan, pihak JPU menerapkan pasal yang basi. Bahkan, pasal tersebut merupakan pasal dalam situasi genting yang belum pernah dipakai dalam sejarah Indonesia.
“Hal ini dibuktikan pasal yang digunakan adalah pasal yang dipakai dalam keadaan genting atau tidak normal yang tercatat dalam sejarah, tidak pernah diterapkan sejak Indonesia merdeka,” tambah Insank.
Ratna Sarumpaet saat menjalani sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan. Foto: Andreas Ricky Febrian/kumparan
Insank merujuk pada pasal 14 ayat 1 tahun 1946 tentang penyiaran. Ratna, didakwa pasal tersebut atas peranannya dalam penyebaran berita bohong. Kemudian, kuasa hukum Ratna membantah pasal tersebut karena dinilai tidak terbukti dalam fakta di pengadilan.
ADVERTISEMENT
“Jawaban jaksa adalah keliru bahwa pemberitahuan disamakan dengan penyiaran. Makna KBBI, pemberitaan adalah untuk publik dengan menggunakan alat siar, pemberitahuan untuk orang. Menyiarkan aktivitas, maka berita pemberitahuan bukan kata kerja. UU 14 baru dibuktikan,” ujar Insank.
Insank juga mengatakan, maksud Ratna adalah menutupi rasa malunya akibat lebam hasil dari operasi kecantikan.
Dengan demikian, Insank juga membantah poin replik JPU terkait dengan penyebaran berita yang membuat keonaran. Insank mengatakan, keonaran tidak bisa dibuktikan di sosial media. Sekaligus, ia menjelaskan bahwa konferensi pers dan demo di Kartanegara kala itu merupakan hak berekspresi dan berpendapat dari warga negara.
“Semua kegiatan tersebut dilakukan berlangsung dengan damai tanpa ada korban, tidak ada pihak yang dirugikan maupun fasilitas umum yang dirusak. Akan tetapi Jaksa Penuntut Umum begitu gigih membawa terdakwa ke pengadilan dan menuntut dengan tuntutan yang berat selama 6 (enam) tahun penjara," jelas dia.
ADVERTISEMENT
"Bila dianalisa nampak unsur-unsur pasal di dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum tersebut dipaksakan untuk menjerat terdakwa atau dengan kata lain apa pun buktinya yang penting terdakwa bisa masuk bui,” pungkas Insank.