Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Dituntut 15 Tahun Penjara

24 Mei 2019 13:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Eks Direktur Utama PT Pertamiba Karen Agustiawan. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
zoom-in-whitePerbesar
Eks Direktur Utama PT Pertamiba Karen Agustiawan. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Direktur Utama PT Pertamina 2009-2014 Karen Galaila Agustiawan dituntut 15 tahun penjara. Ia dinilai terbukti melakukan korupsi dengan mengabaikan prosedur investasi di Pertamina melalui participating interest (PI) di blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009.
ADVERTISEMENT
"Menyatakan terdakwa Karen Galaila Agustiawan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Meminta majelis hakim untuk menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 15 tahun serta pidana denda sejumlah Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat TM Pakpahan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, dilansir Antara, Jumat (24/5).
Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pertama pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jaksa juga meminta agar Karen membayar uang pengganti yang menurut jaksa adalah keuntungan yang dinikmati dirinya, yakni sebesar Rp 284 miliar.
ADVERTISEMENT
"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa Karen Galaila Agustiawan untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 284 miliar selambat-lambatnya 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, jika dalam waktu tersebut tidak dibayar maka harta benda terdakwa disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti, dalam hal terdakwa tidak punya harta yang cukup untuk membayar uang pengganti, terdakwa dipidana penjara selama 5 tahun," tambah jaksa Pakpahan.
Eks Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Terdapat hal-hal yang memberatkan Karen dalam tuntutan tersebut.
"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme; perbuatan terdakwa mencederai tata kelola perusahaan yang baik dan benar. Hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum dan mempunyai tanggungan keluarga," ungkap jaksa Pakpahan.
Jaksa menilai Karen Galaila Agustiawan selaku Direktur Hulu PT Pertamina periode 2008-2009 dan Dirut PT Pertamina periode 2009-2014 bersama-sama dengan Direktur Keuangan PT Pertamina Ferederick ST Siahaan; Manager Merger dan Akusisi PT Pertamina 2008-2010 Bayu Kristanto; dan Legal Consul and Compliance Genades Panjaitan; telah melakukan perbuatan melawan hukum.
ADVERTISEMENT
Karen dan kawan-kawan dinilai telah memutuskan untuk melakukan investasi 'participating interest' di blok BMG Australia tanpa adanya 'due dilligence' dan analisis risiko yang ditindaklanjuti dengan penandatangan Sale Purchase Agreement (SPA) tanpa adanya persetujuan bagian legal dan Dewan Komisaris PT Pertamina. Perbuatan tersebut dinilai memperkaya diri sendiri atau orang lain yaitu ROC Oil Company (ROC) Limited Australia dan merugikan keuangan negara sebesar Rp 568,066 miliar.
Dalam Rencana Kerja dan Anggaran tahun 2009, PT Pertamina memang menganggarkan kebutuhan dana akuisisi blok migas 2009 sebesar 161 juta dolar AS atau Rp 1,772 triliun.
Pertamina lalu membuat Tim Pengembangan dan Pengelolaan Portofolio Usaha Hulu Migas (TP3UH) yang diketuai Senior Vice President Upstream Business Development PT Pertamina R Gunung Sardjono Hadi. Sedangkan Karen selaku Direktur Hulu melakukan akuisisi dan divestasi dan dikendalikan fungsi Merger dan Akusisi (M & A) yang membuat tim kerja sendiri dengan diketuai oleh Manager M & A Bayu Kristanto.
ADVERTISEMENT
Pada 29 Januari 2009, Bayu Kristanto tanpa berpedoman pada Sistem Tata Kelola Investasi dan Kajian internal Pertamina langsung menerima penawaran 'confidential participating in project' pihak Citibank Indonesia dan membuat surat 'expression of interest' yang ditandatangani R Gunung Sardjono Hadi yang mengatakan bahwa PT Pertamina tertarik dengan penawaran ROC Ltd. Selanjutnya Citi Group menyatakan PT Pertamina sebagai 'short listed' (memenuhi syarat) dan mengirimkan jadwal penawaran.
Selanjutnya, Bayu Kristanto membentuk tim kerja internal akuisisi Project Diamond untuk melakukan kajian kelayakan dan membuat proposal akusisi blok BMG di Australia. Dibentuk juga tim internal yaitu PT Delloite Konsultan Indonesia sebagai "financial advisor project diamond" dan Baker McKenzie Sydney sebagai "legal advisor project diamond".
Namun hasil "due dilligence" tim teknis hanya menyadur hasil penilaian yang dikeluarkan "Resource Investment Strategy Consultans" atas permintaan ROC pada Januari 2009 dan tidak pernah melakukan penilaian sendiri terkait rencana investasi itu. Tim teknis lalu menyarankan diperlukan waktu 'due dilligence' yang lebih lama.
ADVERTISEMENT
Sedangkan hasil due dilligence tim eksternal yang selesai pada 23 April 2009 datanya tidak lengkap. Sebab, ada yang tidak diserahkan oleh ROC meski sudah diminta Pertamina.
Selain itu, rencana pengembangan lapangan gas belum didukung oleh perjanjian penjualan gas yang final dan fasilitas produksi, penyimpanan dan pengangkutan terapung sehingga skenario akuisisi ditambah "upside" potensial tidak dapat dilakukan bila tidak dipenuhinya syarat dan kondisi yang menjadi temuan Delloite.
Pada 6 Maret 2009, R Gunung Sardjono juga menandatangani confidentiality agreement (CA) yaitu perjanjian rahasia dan memberikan access data room kepada PT Pertamina untuk mengakses dan mendapatkan seluruh dokumen meski belum ada pembahasan dan persetujuan dari direksi dan komisaris PT Pertamina.
Pada 19 Maret, Bayu Kristanto memaparkan fungsi renbang bisnis dan transformasi korporat dan tim Komite Investasi Risiko Usaha (KIRU). Padahal, presentasi itu belum dilengkapi proposal usulan yang ditandatangani Direktur Hulu PT Pertamina serta belum dilengkapi hasil "due dilligence" dari tim kerja internal dan eksternal.
ADVERTISEMENT
Tujuan pemaparan Bayu Kristanto itu hanya untuk memenuhi syarat formalitas belaka dan tidak dilengkapi hasil kajian akhir dan proposal usulan investasi juga belum ada kajian aspek hukum.
Rapat direksi Pertamina pada 17 April 2009 yang dihadiri Karen Agustiawan selaku Dirut Pertamina sekaligus Plt Direktur Hulu; Frederick ST Siahaan selaku Direktur Keuangan dan Komisaris PT Pertamina Hulu Energi; Oemar S Anwar selaku Wakil Dirut; Waluyo selaku Direktur SDM dan Umum; Rukmini Hadiharti selaku Direktur Pengolahan; Faisal selaku Direktur Pemasaran; dan Genades Panjaitan selaku Legal and Compliance; serta Bayu Kristanto memutuskan menyetujui melakukan akuisisi blok BMG.
Humayun Bosha selaku anggota Komisaris Pertamina dan juga Ketua Komite Bidang Hulu menghubungi Umar Said selaku anggota Komisari dan menyatakan tidak menyetujui usulan direksi. Pertimbangannya bahwa pengoperasian blok BMG Australia tidak optimal sehingga investasi PT Pertamina di sana tidak akan menguntungkan dan tidak menambah cadangan minyak.
ADVERTISEMENT
Pada 30 April, Humayun Bosha dan Umar Said mengundang Karen Agustiawan untuk mempertimbangkan kembali usulan karena ada masalah dalam pengoperasian produksi blok BMG Australia. Terhadap saran itu, Karen mengatakan "Ini hanya kecil, hanya 10 persen, kita hanya ikut-ikutan saja di sana untuk melatih orang-orang saya ikut bidding dan bukan untuk menang".
Humayun dan Umar Said lalu mendukung rencana tersebut sepanjang untuk melatih tim Pertamina ikut bidding di Australia dan bukan untuk mengakuisisi PI blok BMG Australia dengan mengatakan "bukan untuk menang ya".
Dewan Komisaris Pertamina yang terdiri atas Sutanto, Umar Said, Maizar Rahman, Sumarsono, Gita Irawan Wirjawan dan Humayun Bosha melakukan rapat Komisaris. Hasilnya ialah rekomendasi usulan investasi non-rutin "project Diamond" hanya untuk melatih tim Pertamina ikut bidding di Australia dan bukan untuk mengakuisisi blok BMG.
ADVERTISEMENT
Karen dan Bayu Kristanto lalu menentukan nilai pembelian saham blok BMG sebesar 30 juta dolar AS untuk pembelian PI 10 persen dan menandatangani surat penawaran kepada pihak ROC. Meski mengabaikan hasil "due dilligence" Delloite yang menyatakan berisiko bila Pertamina mengakusisi PI sebesar 10 persen.
Penentuan nilai penawaran dilakukan Karen bersama Bayu Kristanto hanya mendasarkan atas perhitungan skenario upside potensial sebagaimana permintaan Bayu Kristanto kepada Delloite. Padahal berdasarkan perhitungan Delloite, cadangan minyak atas blok BMG Australia untuk PI memiliki Net Present Value Negative.
Frederick ST Siahaan, Bayu Kristanto, Direktur Pertamina Hulu Energi (PHE) Bagus Setiardja, Dwi Martono dan Zulkha Arfa berangkat ke Australia pada 26 Mei 2009 untuk menandatangani surat kesepakatan jual beli (SPA) tanpa menunggu persetujuan Dewan Komisaris.
ADVERTISEMENT
Penandatanganan SPA dilakukan pada 27 Mei 2009 oleh Ferederick ST Siahaan mewakili PT Pertamina dan Bruce Clement serta Anthony Neilson mewakili Anzon Australia Pty Ltd disaksikan David Ryan dan Bagus Setiardja mewakili PHE.
Setelah SPA ditandatangani, Dewan Komisaris mengirimkan memorandum berisi kekecewaan karena SPA ditandatangani tanpa persetujuan Dewan Komisaris sehingga melanggar anggaran dasar Pertamina. Selain itu, meminta agar direksi tidak meneruskan rencana transaksinya.
Namun Karen Agustiawan dalam tuntutan disebut tidak menghiraukan Dewan Komisaris dan tetap melanjutkan PI di blok BMG sekaligus meminta maaf bila proses permohonan persetujuan dari direksi ke Dewan Komisaris ada miskomunikasi.
Pembayaran dilakukan secara bertahap yaitu pada 22 Juni 2009 sebesar 3 juta dolar AS, pada 18 Agustus 2009 sebesar 28.492.851 dolar AS dan pada 6 Oktober 2009 sebesar 1.994.280 dolar AS.
ADVERTISEMENT
Sejak 20 Agustus 2010, ROC selaku operator di blok BMG menghentikan produksi dengan alasan lapangan itu tidak ekonomis lagi sehingga sejak pembelian sampai penghentian produksi Pertamina tidak memperoleh keuntungan secara ekonomis. Meski ROC sudah berhenti beroperasi di Blok BMG namun PHE tetap wajib membayar kewajiban biaya operasional (cash call) sampai 2012 yaitu 35.189.996 dolar Australia.
Investasi di blok BMG itu pun sudah tidak ada nilainya karena manajemen PT PHE Australia sudah melakukan penurunan nilai sebesar 66.298.933 (nilai penuh) dolar Australia atau setara Rp 568,066 miliar karena adanya penurunan jumlah cadangan pada proyek tersebut.
Nilai Rp 568,066 miliar merupakan akumulasi nilai yang tercatat dalam aset yaitu nilai pembelian, nilai 'cash call' dan aset 'retirement obligation'. Selanjutnya pada 26 Agustus 2013, Pertamina menarik diri dari blok BMG untuk menghindari kerugian lebih lanjut.
ADVERTISEMENT
"Sedangkan kerugian Rp 175,45 miliar dibebankan kepada Bayu Kristanto, Ferederick ST Siahaan dan kawan-kawan," tambah jaksa.
Atas tuntutan itu Karen akan mengajukan nota pembelaan (pleidoi) pada 29 Mei 2019.
"Kami sudah mendengarkan tuntutan dari penuntut umum. Terkait tuntutan, ada beberapa yang tidak sesuai fakta persidangan yang beberapa kali disampaikan namun tetap dimasukkan ke dalam tuntutan. Kami akan sampaikan ke pleidoi kami mohon diberikan waktu yang cukup karena kami akan menjawab yang disampaikan penuntut umum," kata Karen.