Eks Dirut Pertamina Karen Tak Diminta Bayar Uang Pengganti Rp 284 M

10 Juni 2019 18:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa kasus dugaan korupsi investasi perusahaan di blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009, Karen Agustiawan berjalan untuk menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (10/6). Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus dugaan korupsi investasi perusahaan di blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009, Karen Agustiawan berjalan untuk menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (10/6). Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
ADVERTISEMENT
Eks dirut Pertamina Karen Agustiawan divonis 8 tahun penjara oleh hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Karen dinilai hakim terbukti melakukan korupsi dengan mengabaikan prosedur investasi di Pertamina melalui participating interest (PI) di blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009.
ADVERTISEMENT
Selain itu ia divonis membayar denda Rp 1 Miliar atau subsider 4 bulan kurungan penjara.Dalam tuntutan jaksa, sebenarnya Karen juga diminta untuk membayar uang pengganti Rp 284 Miliar.
Hal itu karena Karen dianggap merugikan keuangan negara untuk kepentingan pribadi. Namun, dalam putusan hakim, Karen bebas dari hukuman uang pengganti itu.
"Dalam persidangan tidak ada bukti yang menerangkan terdakwa menerima uang. Pada terdakwa tidak terdapat alasan untuk dijatuhi hukuman tambahan berupa bayar uang pengganti dalam perkara yang dihadapi," ujar hakim di pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (10/6).
Hakim berpendapat, selama persidangan tidak ada satupun bukti yang menerangkan bahwa Karen diuntungkan atau memperkaya diri sendiri dalam investigasi tersebut. Sehingga tuntutan uang pengganti tidak tepat jika dibebankan kepada Karen.
ADVERTISEMENT
Sementara, dalam proses vonis ada satu hakim yang berbeda pendapat. Ia adalah hakim anggota 3, Anwar. Ia meyakini bahwa Karen tak bersalah.
"Terdakwa Karen tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum, primer sebagaimana dakwaan melanggar pasal 2 dan seterusnya subsider melanggar pasal 3 dan seterusnya," kata Anwar.
Alasan lainnya adalah pada saat pengambilan persetujuan akuisisi, pihak direksi pertamina terlebih dahulu telah meminta izin kepada komisaris Pertamina.
Meski dalam permohonan akuisisi tersebut, dewan komisaris Pertamina tidak merekomendasikan akuisisi karena dianggap tak menguntungkan. Hal itu, kata Hakim Anwar, dianggap sebagai perbedaan pendapat biasa dalam bisnis.
"Terdakwa punya kewenangan untuk membuat keputusan yang tepat guna jadi dengan demikian terjadinya perbedaan pendapat tersebut tidak dapat dikatakan telah terjadinya perbuatan melawan hukum. Karena pembuatan keputusan yang tepat guna adalah direksi bukan di komisaris dan bisnis migas penuh dengan ketidakpastian karena sampai saat ini belum ada teknologi yang bisa menjamin adanya keberadaan migas di bawah tanah dan di dasar laut," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Mengenai adanya kerugian negara Rp 568 M dalam proses investasi itu, hakim Anwar menilai hal itu juga tidak tepat apabila dibebankan kepada Karen.
"Terhadap kerugian negara tersebut, hakim anggota 3 berpendapat lain. Karena tidak serta merta kerugian tersebut merupakan kerugian negara. Karena kerugian negara tersebut tidak digunakan bagi kepentingan pribadi, tapi untuk kepentingan akuisisi blok BMG tersebut," ujarnya.
Namun, karena 4 Hakim berpendapat Karen bersalah. Ia tetap dijatuhi hukuman.
Karen dinilai telah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
ADVERTISEMENT