Eks Kepala BPPN Hadapi Sidang Vonis Kasus Skandal BLBI

24 September 2018 9:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa kasus korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI), Syafruddin Arsyad Temenggung, menjalani sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (26/7). (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI), Syafruddin Arsyad Temenggung, menjalani sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (26/7). (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung akan menjalani sidang vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Terdakwa kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tersebut akan menghadapi sidang vonis pada Senin (24/9), sekitar pukul 10.00 WIB.
ADVERTISEMENT
"Iya betul. Sidangnya sekitar pukul 10.00 WIB," kata Humas Pengadilan Tipikor Jakarta, Sunarso saat dikonfirmasi, Senin (24/9).
Jaksa penuntut umum KPK Kiki Ahmad Yani juga membenarkan akan digelarnya sidang tersebut. "Iya betul hari ini," ujarnya saat dikonfirmasi terpisah.
Dalam kasus ini, Syafruddin dituntut 15 tahun hukuman penjara. Ia juga dituntut membayar denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan.
Syafruddin dinilai terbukti melakukan korupsi dalam penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) terkait BLBI kepada pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim.
Padahal, Sjamsul belum memenuhi syarat untuk mendapat SKL. Sjamsul dianggap belum menyelesaikan kewajibannya terkait piutang kepada petani tambak.
"Menuntut agar majelis hakim memutuskan, menyatakan terdakwa Syafruddin telah terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan korupsi secara bersama-sama," kata jaksa Herudin saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, (3/9).
ADVERTISEMENT
Syafruddin dinilai terbukti menghapus piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja dan PT Wachyuni Mandira. Kedua perusahaan tersebut merupakan perusahaan Sjamsul Nursalim.
Menurut jaksa, penghapusbukuan awalnya diusulkan pada Ratas Februari 2004. Saat itu Syafruddin melaporkan ke Presiden Megawati Soekarnoputri, utang petambak Rp 3,9 triliun dan yang bisa dibayar Rp 1,1 triliun, sedangkan Rp 2,8 triliun diusulkan dihapusbukukan. Namun Syafruddin tidak melaporkan aset berupa hutang petambak yang diserahkan Sjamsul terdapat misrepresentasi saat diserahkan ke BPPN.
Terdakwa kasus suap Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI, Syafruddin Arsyad Temenggung menjalani sidang pledoi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (14/9). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus suap Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI, Syafruddin Arsyad Temenggung menjalani sidang pledoi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (14/9). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Sehari setelah ratas, Syafruddin disebut tetap menandatangani ringkasan eksekutif yang diusulkannya dalam ratas. Ringkasan usulan itu disampaikan kepada Ketua KKSK, Dorodjatun Kuntjoro-Jakti.
"Terdakwa mengetahui bahwa belum ada persetujuan presiden terkait write off atau penghapusbukuan terkait utang petambak Dipasena, tapi terdakwa tetap mencantumkan bahwa usulan penghapusan atas porsi unsuistainable tambak plasma sebesar Rp 2,8 triliun," kata jaksa Wayan.
ADVERTISEMENT
Akibat penandatanganan itu, pada 13 Februari 2004, Dorodjatun menyetujui nilai utang masing-masing petambak plasma ditetapkan setingginya Rp 100 juta.
"Dengan penetapan utang maksimal tersebut maka dilakukan penghapusan atas sebagian utang pokok secara proporsional sesuai beban masing-masing utang petambak plasma dan penghapusan seluruh tunggakan bunga serta denda," kata jaksa.
Perbuatan Syafruddin disebut merugikan keuangan negara hingga Rp 4,58 triliun. Perbuatan Syafruddin juga disebut telah menguntungkan Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham kendali BDNI, sekaligus penerima SKL obligor BLBI. Keuntungan yang didapat yakni Rp 4,58 triliun.
Atas perbuatannya, Syafruddin dinilai memenuhi unsur dalam Pasal 2 ayat 1 nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
ADVERTISEMENT
Dalam tuntutanya jaksa menyampaikan hal yang memberatkan dan meringankan. Jaksa menilai hal yang memberat perbuatan Syafruddin tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Syafruddin disebut juga merupakan pelaku yang aktif, perbuatanya membuat kerugian negara cukup besar, tidak berterus terang, dan tidak menyesali perbuatanya.
"Hal meringankan tidak pernah dihukum dan sopan dalam persidangan," kata jaksa Herudin
Sementara itu, Syafruddin Arsyad Temenggung meyakini bahwa dirinya tak terlibat dalam dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI untuk Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Ia pun mengklaim pantas dibebaskan oleh hakim dari dakwaan.
Syafruddin beranggapan penerbitan SKL BLBI kepada pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim, telah sesuai aturan yang berlaku saat itu.
ADVERTISEMENT
"Kami mohon kepada majelis hakim Yang Mulia, berkenan menjatuhkan putusan menyatakan kami tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan, dan membebaskan kami dari segala dakwaan JPU KPK," kata Syafruddin saat membacakan pleidoinya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/9).