Eks Ketua Kadin Bali Didakwa Lakukan Penipuan Senilai Rp 16,1 M

17 Juni 2019 20:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Eks Ketua Kadin Anak Agung Ngurah Alit Wiraputra (kiri) di Pengadilan Negeri Denpasar Foto: Denita Br Matondang/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Eks Ketua Kadin Anak Agung Ngurah Alit Wiraputra (kiri) di Pengadilan Negeri Denpasar Foto: Denita Br Matondang/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kasus yang menjerat eks Ketua Kadin Anak Agung Ngurah Alit Wiraputra kini telah memasuki babak baru. Alit didakwa telah melakukan penipuan dan penggelapan atas proyek perluasan Pelabuhan Benoa seluas 200 hektare senilai Rp 16,1 miliar.
ADVERTISEMENT
"Bahwa terdakwa Anak Agung Ngurah Alit Wiraputra dengan maksud untuk menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan mempergunakan nama palsu, atau suatu sifat palsu dengan menggunakan tipu daya muslihat ataupun dengan mempergunakan susunan kata bohong, menggerakkan saksi korban Sutrisno Lukito Disastro yang bertindak untuk dirinya sendiri atas nama PT Bangun Segitiga Mas, untuk menyerahkan suatu benda berupa uang sebesar Rp 16.100.000.000 untuk mengadakan perjanjian utang ataupun tindakan meniadakan piutang," kata jaksa Arimbawa di PN Denpasar, Senin (17/6).
Kasus ini bermula saat Sutrisno, seorang pengusaha, hendak berinvestasi proyek perluasan Pelabuhan Benoa. Sutrisno ingin mendirikan Marina Center, sebuah dermaga tempat bersandar kapal pesiar kecil, hotel, pertokoan, pembangkit listrik di kawasan Benoa.
ADVERTISEMENT
Sutrisno kemudian menghubungi kenalannya yang bernama Chandra Wijaya untuk mencari seseorang yang bisa mengurus proyek tersebut. Chandra Wijaya kemudian menghubungi lagi kenalannya yang bernama Made Jayantara.
Made Jayantara inilah yang kemudian mengenalkan Sutrisno ke Alit. Alit pada saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Kadin Bali.
Kepada Alit, Made meminta tolong untuk membantu mengurus proses perizinan dan mempertemukan antara Sutrisno dengan dengan Gubernur Bali. Alit mengaku bisa memenuhi permintaan Made dengan berkedok sebagai anak angkat Gubernur Bali.
"Saya bisa, Bli, karena saya adalah anak angkat Gubernur Bali. Bahkan anaknya Gubernur Bali yang bernama Sandoz saja dititipkan kepada saya, saya sanggup mempertemukan Sutrisno Lukito Disastro dengan Gubernur Bali," kata jaksa Arimbawa menirukan ucapan Alit.
Eks Ketua Kadin Anak Agung Ngurah Alit Wiraputra (kiri) di Pengadilan Negeri Denpasar Foto: Denita Br Matondang/kumparan
ADVERTISEMENT
Pada 23 November 2011 bertempat di HIPMI Denpasar, Made mempertemukan Chandra dan anak Gubernur Bali saat itu Made Mangku Pastika, Putu Pasek Sandoz Prawirottama untuk membagi tugas dan peran masing-masing.
Dalam pertemuan itu, Made menjelaskan kepada Chandra bahwa Alit memiliki kemampuan untuk mengurus perizinan pengembangan kawasan Pelabuhan Benoa.
"Dalam pertemuan itu terdakwa Anak Agung Ngurah Alit Wiraputra mengiyakan bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk mengurusi perizinan proyek pengembangan kawasan Pelabuhan Benoa karena dekat dengan tokoh masyarakat, tokoh adat, dan tokoh agama, serta DPRD dan Pemda Provinsi Bali, serta dekat dengan Gubernur Bali dan mengaku sebagai anak angkat dari Gubernur Bali sehingga bisa mengurus proyek perizinan pengembangan kawasan Pelabuhan Benoa," beber Arimbawa.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, Alit bertemu dengan Sutrisno didampingi Made dan Chandra di Restoran Kopi Bali, Sanur untuk membicarakan pengurusan izin tersebut. Kepada Alit, Sutrisno bercerita ingin berinvestasi senilai Rp 3 miliar di Pelabuhan Benoa. Sutrisno pun berharap bisa dipertemukan dengan Gubernur Bali.
Pada saat itu, Alit mengatakan punya banyak koneksi di Pemprov Bali. Dia bahkan berjanji proyek perizinan Pelabuhan Benoa itu izinnya bisa terbit dalam waktu enam bulan.
Sutrisno tergiur dengan keterangan Alit. Pada tanggal 26 Januari 2012, dia bersama Alit membuat kesepakatan di atas hitam dan putih. Sutrisno sebagai investor dan Alit sebagai pemberi jasa.
Eks Ketua Kadin Anak Agung Ngurah Alit Wiraputra di Pengadilan Negeri Denpasar Foto: Denita Br Matondang/kumparan
Sutrisno memberikan uang sebesar Rp 16,1 miliar secara bertahap mulai dari 23 Februari 2011 hingga 1 Agustus 2012 kepada Alit.
ADVERTISEMENT
Pada Juni 2013, terbit surat Bappeda Pemprov Bali Nomor 650/1692/tentang Feasibility Study dan surat yang sama juga keluar pada 21 Januari 2014 dari DPRD Bali Nomor 443.4/185/DPRD.
Namun, kedua surat tersebut bukan surat yang diinginkan Sutrisno. Sutrisno menginginkan surat rekomendasi dari Gubernur Bali. Surat yang diterbitkan Bappeda Pemprov Bali itu dianggap Sutrisno cuma syarat kelengkapan mengajukan surat permohonan rekomendasi dari Gubernur Bali.
Sutrisno gerah lantaran Alit sudah lebih dari tenggat waktu yang disepakati tidak juga mengeluarkan surat rekomendasi dari Gubernur Bali. Dia langsung melaporkan Alit atas kasus penipuan ke polisi.