Eks Panglima NII Sebut Ada Belasan Artis dan Atlet Gabung Radikalisme

16 Agustus 2019 14:07 WIB
Pendiri NII Crisis Center, Ken Setiawan. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pendiri NII Crisis Center, Ken Setiawan. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Mantan Panglima Negara Islam Indonesia (NII) Ken Setiawan menyebut ada puluhan artis dan atlet di Indonesia masuk ke kelompok radikalisme. Para artis dan atlet ini tergiur masuk kelompok berbahaya tersebut lantaran dijanjikan surga secara instan.
ADVERTISEMENT
Menurut Ken, setidaknya ada 15 artis dan 15 atlet yang kini bergabung dengan kelompok radikal.
“Ini kan bercerita tentang endingnya adalah surga. Masuk surga dengan cara yang instan bagaimana kita ditawarkan hal-hal yang simpel,” ujar Ken saat ditemui di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Jumat (16/8).
“Waktu itu DS, AS. Itulah tokohnya. Karena kalau DS (Ken menyebut lengkap nama artisnya-red) kita gerebek. Termasuk waktu itu anaknya IF. Tapi kembali bahwa mereka diajarkan untuk mencapai surga dengan cara yang instan apalagi tidak menggunakan hal ribet,” katanya.
Dia mencontohkan cara instan yang dimaksud. Seperti di NII Komandemen Wilayah 9, seseorang tidak diwajibkan untuk salat ritual dengan alasan Indonesia belum menjadi negara Islam.
ADVERTISEMENT
“Jadi salat mereka cari duit, cari orang untuk program negara. Dzikirnya pun mengingat negara bukan mengingat Allah,” katanya.
“Artis lemah pemahaman agama. Artis ini secara pendanaan walau tidak aktif secara keorganisasian tapi aktif secara pendanaan,” bebernya.
Ken yang kini mendirikan NII Crisis Center baru-baru ini juga tengah menangani 15 atlet pra PON 2020 berbagai cabang olah raga yang terpapar kelompok radikalisme. Meski tinggal di asrama, setiap hari hormat merah putih, dan menyanyikan lagu Indonesia Raya namun ternyata para atlet ini positif masuk kelompok radikal dan anti Pancasila.
“Kemarin saya menangani 15 atlet berprestasi persiapan PON 2020. Positif masuk kelompok radikal anti-Pancasila juga,” katanya. “Orang tua atlet lapor ke kita. Asramanya juga konfirmasi".
ADVERTISEMENT
Dia menjelaskan sejauh penanganannya ke-15 atlet tersebut kooperatif. Namun dirinya belum menyakini 100 persen mereka kembali percaya Pancasila. Menurutnya masih butuh dialog-dialog untuk menyegarkan pikiran mereka.
“Sebagian dari mereka masih meyakini Pancasila sebagai thogut, Pancasila berhala. Ini yang kadang susah dihilangkan, bahwa Pancasila itu bukan pengganti Alquran. Pancasila itu seperti Piagam Madinah. Pancasila sebuah kesepakatan bersama,” katanya.
Tak hanya artis dan atlet saja, Ken juga menemui bagaimana ada seseorang anak rektor di salah satu universitas kedinasan juga terpapar radikalisme. Menurutnya kampus juga masih menjadi tempat di mana radikalisme tumbuh subur.
“Bahkan kampus tentara. Saya nanganin anak rektor kampus tentara juga kena paham radikal. Jadi mereka bisa bahkan keluarga Polri tidak sedikit yang kita tangani. Ketika di kampus di sekolah mereka berinteraksi dengan siapa saja. Berdialog dia kalah argumentasi otomatis mengikuti argumentasi yang menang,” katanya.
ADVERTISEMENT
Kurang kritisnya anak ini membuat apa yang dia anggap sebagai sebuah kebenaran karena tidak pernah mereka dapatkan di sekolah maupun lingkungan pendidikan agama.
“Jadi dianggap mendapatkan hidayah. Makanya banyak teori tadi ‘aku sekarang hijrah’, tapi hijrah dengan ketemu kelompok tadi konsepnya bukan hijrah biasa,” katanya.
“Ini yang menjadi permasalahan tren hijrah ini hari ini lagi cukup viral tapi hijrah yang diajarkan kelompok radikal ini dan versi kita sebenarnya berbeda. Ada pola tadi peninggalan kewarganegaraan ada penerimaan kewarganegaraan. Ini yang seharusnya dikaji lebih dalam,” katanya.