Eks Pekerja Freeport Gelar Unjuk Rasa di Depan Kedubes AS

27 Desember 2018 13:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Demo di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat. (Foto: Raga Imam/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Demo di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat. (Foto: Raga Imam/kumparan)
ADVERTISEMENT
Sejumlah eks pekerja PT Freeport yang mengalami pemutusan hubungan kerja sepihak menggelar unjuk rasa di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (27/12).
ADVERTISEMENT
Kordinator Aksi, Angga mengatakan, kedatangannya ke Kedubes AS dalam rangka memperjuangkan hak-hak sesama pekerja yang dihentikan PT Freeport, salah satunya jaminan kesehatan atau BPJS.
“Kami datang Kedubes perusahaan asal AS menzalimi ini teman-teman kita yang sudah meninggal karena perusahaan yang ada di Papua ini dengan secara sepihak menyurati pihak BPJS menghentikan mereka punya jaminan sosial,” ucapnya di lokasi, Kamis (27/12).
Demo di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat. (Foto: Raga Imam/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Demo di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat. (Foto: Raga Imam/kumparan)
Sehingga mereka yang meninggal susah akses kesehatan untuk berobat akhirnya mati. Itu termasuk yang di PHK,” sambungnya.
Ia juga mengatakan PT Freeport Indonesia telah melanggar etika bisnis dan melanggar UU Ketenagakerjaan. Menurutnya PT Freeport Indonesia sangat tidak etis karena kewajiban pekerjanya tidak dipenuhi.
“Bahwa PT Freeport Indonesia telah melanggar etika bisnis dan melanggar undang-undang. PT Freeport Indonesia sangat tidak etis di mana kewajiban terhadap karyawan tidak terpenuhi hak-hak dasar pekerjanya padahal PT Freeport Indonesia merupakan tambang internasional,” tutupnya.
ADVERTISEMENT
Demo serupa sebenarnya pernah digelar eks pekerja tersebut di depan Istana Negara pada 20 Agustus 2018. Namun seluruh tudingan eks pekerja ini telah diklarifikasi pihak PT Freeport Indonesia.
Proyek Mimika Sport Complex di Papua. (Foto: Twitter @IDFreeport)
zoom-in-whitePerbesar
Proyek Mimika Sport Complex di Papua. (Foto: Twitter @IDFreeport)
VP Corporate Communication PTFI, Riza Pratama, mengatakan masalah ini bermula dari kebijakan pemerintah yang membatasi ekspor konsentrat tembaga PTFI melalui penerbitan paket regulasi pada 11 Januari 2017. Dampaknya, PTFI melakukan efisiensi, salah satunya dengan merumahkan pekerja (furlough).
Sampai April 2017, PTFI merumahkan 2.490 pekerja kontraktor dan 823 pekerja langsungnya. Selama furlough, pekerja PTFI tetap menerima upah dan hak-hak normatif mereka.
"PTFI juga menawarkan program Pensiun Dini dengan tawaran yang lebih baik dari aturan pisah normatif kepada para pekerjanya. 1.635 pekerja telah mengikuti program Pensiun Dini, 609 pekerja di antaranya adalah pekerja yang terkena furlough mengambil program ini," tambah VP Compensation and Benefit Management PTFI, Nikodemus B Purba, saat berkunjung ke kantor kumparan, Jumat (24/8).
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, pada 12 April 2017 secara gradual ratusan pekerja PTFI dan kontraktor tidak masuk kerja tidak masuk kerja dengan alasan menghadiri persidangan Ketua PUK SPSI Sudiro yang diduga melakukan tindak pidana penggelapan iuran anggota SPSI.
Para pekerja PTFI yang menghadiri sidang Sudiro itu tidak masuk kerja hingga lebih dari 5 hari kerja berturut-turut. PTFI mengimbau para pekerja tersebut untuk kembali bekerja. Hingga awal Mei 2018, ada sekitar 3.500 pekerja langsung PTFI yang mangkir.
Kemudian pada 20 April 2017, PUK SPSI menyampaikan pemberitahuan mogok sejak tanggal 1-30 Mei 2017 dengan alasan tindakan furlough memerlukan perundingan dan persetujuan dengan SPSI. Mereka juga meminta penghentian furlough.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, juga memberikan reaksi atas PHK sejumlah pekerja tersebut. Dia berharap, 3.200 pekerja PTFI yang di-PHK diperbolehkan kembali bekerja.
ADVERTISEMENT
"Kami apresiasi langkah pemerintah itu. Harapan kami 3.200 pekerja yang di-PHK untuk kembali dipekerjakan," ucapnya saat ditemui di Hotel Mega Proklamasi, Jakarta, (26/12).