Eks Sekretaris MA Disebut Minta Percepat Berkas Anak Usaha Lippo Group

14 Januari 2019 22:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Eks sekretaris MA (batik cokelat) Nurhadi memenuhi panggilan dalam proses penyidikan terhadap tersangka Eddy Sindoro di KPK, Selasa (6/11/2018). (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Eks sekretaris MA (batik cokelat) Nurhadi memenuhi panggilan dalam proses penyidikan terhadap tersangka Eddy Sindoro di KPK, Selasa (6/11/2018). (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
ADVERTISEMENT
Eks Panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Edy Nasution, dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan suap dengan terdakwa eks Presiden Komisaris Lippo Group, Eddy Sindoro.
ADVERTISEMENT
Dalam kesaksiannya, Edy Nasution menyebut eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi, meminta percepatan pengiriman berkas peninjauan kembali (PK) anak usaha Lippo Group, PT Across Asia Limited (PT AAL).
"Waktu itu saya ditelepon Pak Nurhadi, ditanya, 'Ed, perkara nomor ini sudah dikirim? Itu yang perkara PT AAL tapi sekarang saya sudah lupa nomernya," kata Edy Nasution di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/1), seperti dilansir Antara.
"Lalu saya jawab, 'Siap Pak. Saya cek dulu'," imbuhnya.
Edy mengatakan, baru pertama kali ini Nurhadi menanyakan langsung suatu perkara kepadanya. Meski menurut Edy, sebagai Sekretaris MA saat itu, Nurhadi memang punya kewenangan untuk mengawasi perkara-perkara di pengadilan.
"Memang tidak langsung menangani, tetapi memonitor perkara-perkara yang tidak dikirimkan. Kami pernah dikumpulkan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, saat itu disampaikan sekretaris (MA) memonitor perkara-perkara mana yang lama," kata Edy.
ADVERTISEMENT
"Ada perkara lain yang ditegur Pak Nurhadi?" tanya jaksa KPK Abdul Basir.
"Baru pertama ini. Kalau perkara lain, mungkin ada ditanyakan tetapi mungkin lewat stafnya," jawab Edy.
Terdakwa kasus suap pengajuan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Eddy Sindoro menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (7/1/2019).  (Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus suap pengajuan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Eddy Sindoro menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (7/1/2019). (Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Kesaksian Edy itu sesuai dengan dakwaan Eddy Sindoro. Dalam dakwaan disebutkan pada tanggal 30 Maret 2016, berkas PK PT AAL dikirim ke MA dimana sebelum perkara dikirimkan, Edy Nasution dihubungi Nurhadi yang meminta agar berkas perkara niaga PT AAL segera dikirim ke MA.
Selain Edy Nasution, jaksa KPK juga menghadirkan bekas pegawai PT Artha Pratama Anugerah Doddy Aryanto Supeno yang juga anak buah Eddy Sindoro.
Terhadap Doddy, jaksa KPK bertanya soal pembicaraan antara dia dengan Direktur PT Lippo General Insurance Tbk, Suhendra Atmadja mengenai pemberian sesuatu dari Eddy Sindoro kepada seseorang bernama Pak Wu.
ADVERTISEMENT
"Apa maksud komunikasi saudara dengan Suhendra Atmadja ketika saudara mengatakan mau menyampaikan pesan dari Pak Wu yang menanyakan kapan sisa barangnya dari Pak Eddy Sindoro dikirim lagi?" tanya jaksa Basir.
"Saya tidak mengatakan itu," jawab Doddy.
"Saya bacakan BAP bapak, 'yang dimaksud Pak Wu adalah Pak Nurhadi alias Pak N berikut entertainment 6 personel Brimob yang jaga di rumah Pak Nurhadi alias Pak Wu alias Pak N, saya minta Pak Suhendra minta dikonfirmasi keesokan harinya, dan saya keesokan harinya tanya kepada Pak Suhendra apa ada barang yang akan dikirim ke Pak Wu tapi Pak Suhendra tidak menjawab'," kata jaksa Basir.
"Saya tidak ingat," tandas Doddy.
Doddy pun mengaku tidak ingat jabatan Eddy Sindoro.
ADVERTISEMENT
"Saya sudah stroke 2 kali Pak, yang saya tahu hanya bekas atasan saya saja," jawab Doddy.
"Di sini kami juga ada rekaman BBM yang mengatakan 'Pak ES, ditunggu Pak Wu, Pak Wu nanyain terus, Pak Wu minta tolong untuk handle majalah Tempo dan media lain' ini rekamannya ada," tanya jaksa.
"Saya tidak tahu Pak Wu, ES itu Eddy Sindoro," jawab Doddy.
"Lalu ada percakapan 'Pak Wu-nya kapan itu dari Pak Lucas, thank you pada Maret 2016?'," tanya jaksa.
"Saya tidak tahu Pak Lucas," jawab Doddy.
Eddy Sindoro di Pengadilan Tipikor, Jakarta. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Eddy Sindoro di Pengadilan Tipikor, Jakarta. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Dalam kasus ini Doddy sudah divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan. Sementara Edy Nasution divonis 5,5 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 2 bulan kurungan.
ADVERTISEMENT
Adapun Eddy Sindoro menjadi terdakwa karena diduga memberikan uang sejumlah Rp 877 juta kepada Edy Nasution. Suap itu diduga agar PN Jakpus menerima pendaftaran PK PT AAL. Suap itu juga agar Edy menunda proses aanmaning perkara niaga PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) melawan PT Kwang Yang Motor (PT Kymco).