Eni Saragih Didakwa Terima Suap Rp 4,75 Miliar Terkait PLTU Riau

29 November 2018 11:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Eni Maulani Saragih di pengadilan Tipikor Jakarta. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Eni Maulani Saragih di pengadilan Tipikor Jakarta. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
ADVERTISEMENT
Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih didakwa menerima suap dari pemegang saham PT Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Budisutrisno Kotjo. Politikus Partai Golkar itu diduga menerima suap sebesar Rp 4,75 miliar.
ADVERTISEMENT
"Agar terdakwa membantu Johanes Budisutrisno Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU MT) Riau-1," kata jaksa membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (29/11).
Perkara berawal ketika Kotjo mengetahui rencana pembangunan proyek PLTU Riau-1. Ia kemudian mendekati China Huadian Engineering Company Limited (CHEC) untuk menjadi investor.
Pada tahun 2015, Kotjo dan pihak CHEC lantas membuat kesepakatan. Dalam dakwaan disebutkan bahwa apabila proyek senilai USD 900 juta itu berhasil didapatkan, maka Kotjo dijanjikan fee sebesar 2,5 persen atau sejumlah USD 25 juta.
Dari fee yang akan didapatkannya sebesar USD 25 juta itu, Kotjo sudah mengalokasikannya untuk dibagikan kepada sejumlah pihak yang membantu mendapatkan proyek tersebut. Kotjo juga sudah mengalokasikan jatah untuk dirinya sendiri sebesar USD 6 juta.
Terdakwa kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 Johannes Budisutrisno Kotjo bergegas meninggalkan ruang sidang. (Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta)
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 Johannes Budisutrisno Kotjo bergegas meninggalkan ruang sidang. (Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta)
Beberapa pihak yang sudah disiapkan jatahnya yakni Setya Novanto sebesar USD 6 juta; Andreas Rinaldi sebesar USD 6 juta; Rickard Philip selaku CEO PT BNR sebesar USD 3,125 juta; Rudy Herlambang selaku Direktur Utama PT Samantaka Batubara sebesar USD 1 juta; Intekhab Khan selaku Chairman BNR sebesar USD 1 juta; James Rijanto sebesar USD 1 juta; dan pihak lainnya sebesar USD 875.000.
ADVERTISEMENT
Pada Oktober 2015, anak perusahaan Blackgold, PT Samantaka Batubara, kemudian mengirim surat permohonan agar proyek PLTU Riau-1 dapat masuk dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN.
Akibat tidak adanya tanggapan dari surat tersebut, pada tahun 2016, Kotjo berinisiatif menemui Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto untuk meminta bantuan agar diberikan jalan untuk berkordinasi dengan pihak PLN.
Mantan Ketua DPR Setya Novanto (kanan) mengikuti sidang di gedung Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (18/9). (Foto: Antara/Muhammad Adimaja)
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Ketua DPR Setya Novanto (kanan) mengikuti sidang di gedung Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (18/9). (Foto: Antara/Muhammad Adimaja)
Bertempat di ruang kerja Ketua Fraksi Golkar Gedung Nusantara DPR, Setnov kemudian mengenalkan Eni sebagai kepada Kotjo. Saat itu Setnov menyampaikan kepada Eni agar membantu Kotjo dalam proyek PLTU.
Kotjo lantas menjanjikan Eni akan diberi hadiah berupa uang apabila membantunya. Uang diambil dari jatah 2,5 persen dari yang akan didapatkan Kotjo dari nilai proyek PLTU Riau-1. Eni menyanggupi permintaan Kotjo.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2017, Eni kemudian mengenalkan Kotjo pada Dirut PLN Sofyan Basir untuk membahas proyek PLTU Riau-1. Eni menyampaikan bahwa Kotjo berniat mengerjakan proyek PLTU Riau-1. Sofyan pun menyampaikan agar penawaran diserahkan kepada Dirut Pengadaan Strategis 2 PLN, Supangkat Iwan Santoso.
Dirut PLN Sofyan Basir diperiksa sebagai saksi atas terdakwa Johannes Kotjo di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (25/10). Sofyan Basir diperiksa terkait kasus suap PLTU Riau-1. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Dirut PLN Sofyan Basir diperiksa sebagai saksi atas terdakwa Johannes Kotjo di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (25/10). Sofyan Basir diperiksa terkait kasus suap PLTU Riau-1. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Menurut jaksa, setelah beberapa kali pertemuan antara Eni, Kotjo dan Sofyan, akhirnya Sofyan menyampaikan bahwa Kotjo akan mendapatkan proyek PLTU MT Riau-1 dengan skema penunjukan langsung. Anak perusahaan PLN, PT PJB, akan memiliki saham perusahaan konsorsium minimal 51 persen.
Namun dalam perkembangannya, Setnov ditahan KPK terkait kasus korupsi proyek e-KTP. Eni lantas melaporkan perkembangan proyek PLTU Riau kepada Idrus Marham, yang saat itu sudah ditunjuk menjadi pelaksana tugas (Plt) Ketum Golkar. Eni juga menyampaikan kepada Idrus Marham bahwa ia akan mendapatkan fee dari Kotjo karena mengawal proyek PLTU Riau.
ADVERTISEMENT
Pada 25 September 2017, Idrus mengarahkan Eni untuk meminta uang sebesar USD 2,5 juta kepada Kotjo. Uang itu disebut untuk keperluan Munaslub Golkar.
Beberapa bulan kemudian, Eni mengirimkan pesan meminta uang sejumlah USD 3 juta dan SGD 400 ribu kepada Kotjo. Atas pesan itu, Kotjo mengajak Eni dan Idrus untuk bertemu.
Pertemuan kemudian digelar di kantor Kotjo di Graha BIP Jakarta pada 15 Desember 2017. Dalam pertemuan itu, Kotjo menyampaikan kepada Idrus soal adanya fee 2,5 persen yang akan diberikan kepada Eni jika proyek PLTU Riau berhasil terlaksana.
Terkait fee tersebut, Eni kemudian meminta sejumlah uang kepada Kotjo untuk keperluan Munaslub. Saat proyek sedang bergulir, Eni juga menjabat sebagai Bendahara Munaslub Golkar. Untuk meyakinkan Kotjo, Idrus pun melakukan hal yang sama dengan Eni.
Mantan Menteri Sosial RI, Idrus Marham resmi ditahan KPK, Jumat (31/8/2018). (Foto:  Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Menteri Sosial RI, Idrus Marham resmi ditahan KPK, Jumat (31/8/2018). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Atas permintaan itu, Kotjo langsung memerintahkan sekretaris pribadinya, Audrey Ratna Justianty, untuk memberikan fee dalam dua tahap, yakni sebesar Rp 2 miliar pada 18 September 2017 dan Rp 2 miliar pada 14 Maret 2018. Uang diberikan melalui orang suruhan Eni bernama Tahta Maharaya.
ADVERTISEMENT
Usai pemberian uang Rp 4 miliar itu, Eni sempat kembali meminta uang kembali kepada Kotjo. Eni meminta uang Rp 10 miliar guna kepentingan suaminya, M. Al Khadziq, untuk maju sebagai Bupati Temanggung. Namun permintaan itu ditolak Kotjo.
Eni bahkan meminta bantuan Idrus untuk meminta uang kepada Kotjo. Pada akhirnya, Kotjo memberikan uang Rp 250 juta kepada Eni pada bulan Juni 2018.
Secara terpisah, perjanjian konsorsium penggarap proyek PLTU Riau pun sudah ditandatangani dengan mayoritas saham konsorsium dipegang PT PJB sebesar 51 persen. Termasuk penandatanganan amandemen perjanjian konsorsium serta kesepakatan soal Power Purchased Agreement (PPA) Proyek PLTU Riau.
Usai proses-proses tersebut, Eni meminta uang Rp 500 juta kepada Kotjo. Pada 13 Juli 2018, Kotjo memerintahkan Audrey Ratna Justianty untuk menyerahkan uang Rp 500 juta kepada Eni melalui Tahta. Usai penyerahan uang, keempatnya langsung ditangkap KPK.
ADVERTISEMENT
Atas perbuatannya menerima suap Rp 4,75 miliar itu, Eni didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.