Eni Saragih Klaim Terima Uang dari Staf Jonan

22 Januari 2019 16:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa mantan wakil ketua komisi VII DPR Eni Maulani Saragih saat menjalani sidang pemeriksaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (22/1). (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa mantan wakil ketua komisi VII DPR Eni Maulani Saragih saat menjalani sidang pemeriksaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (22/1). (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
ADVERTISEMENT
Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta. Dalam persidangan kali ini, Eni lagi-lagi mencoba menyeret nama Menteri ESDM Ignasius Jonan.
ADVERTISEMENT
Eni mengklaim pernah menerima uang sebesar SGD 10 ribu dari staf Jonan. Menurut Eni, uang itu diserahkan usai dia memimpin rapat di Komisi VII DPR.
Awalnya, Eni yang menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa itu mengakui bahwa ia menerima uang sebesar Rp 4,75 miliar dari Pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Budisutrisno Kotjo, terkait proyek PLTU Riau. Tak hanya itu, Eni juga mengakui bahwa dia menerima uang dari sejumlah pengusaha yang termuat dalam dakwaan gratifikasinya.
Penuntut umum lantas mengkonfirmasi apakah ada uang lain yang pernah diterima oleh Eni. Ia pun mengaku pernah menerima sebuah amplop yang berisi uang.
"Saya terima amplop itu dari Pak Jonan, dari stafnya Pak Jonan. Amplopnya masih utuh, sebesar SGD 10 ribu," kata Eni dalam sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (22/1).
ADVERTISEMENT
Menurut penuntut umum, hal tersebut perlu diklarifikasi sebab uang itu menjadi salah satu bukti KPK dalam perkara itu.
"Kami tanyakan karena ada di barang bukti, 10 ribu SGD. Itu terkait apa?" tanya jaksa.
"Saya enggak tahu juga," jawab Eni.
"(Pemberian uang) ini saya lagi rapat. Kebetulan saya yang mimpin rapat di DPR, begitu selesai, stafnya Pak Jonan (bilang), 'Ini dari Pak Jonan, ini untuk kegiatan Dapil'. Waktu itu saya terima saja, saya simpan," papar Eni.
Meski demikian, Eni tidak menjelaskan kapan tepatnya rapat yang dimaksud. Penuntut umum KPK juga tidak mencecar lebih lanjut mengenai hal tersebut.
Ignasius Jonan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral saat ditemui di kantornya, Rabu (15/8/18). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ignasius Jonan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral saat ditemui di kantornya, Rabu (15/8/18). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Penuntut umum hanya mengkonfirmasi apakah Eni yang meminta uang tersebut. Namun, Eni membantahnya.
"Pernah minta enggak?" tanya jaksa.
ADVERTISEMENT
"Enggak," jawab Eni.
Eni mengaku bahwa uang yang diberikan oleh stafnya Jonan itu telah dikembalikan kepada KPK melalui transfer.
"Saya pada waktu itu mau mengembalikan dengan amplop-amplopnya, tapi waktu di KPK sampaikan ditransfer saja. Saya minta rekening dolar, dikasih rekening dolar untuk ditransfer. Saya sebenarnya biar lebih otentik, karena amplop itu masih utuh, biar saya sampaikan dengan amplop-amplopnya," papar Eni.
Eni mengaku pada awalnya ragu akan memberitahu terkait soal pemberian uang itu. Akan tetapi karena tidak ingin menambah masalah hukumnya, maka ia memberitahunya kepada KPK.
"Jadi saya ingat-ingat kayaknya ada amplop, belum pernah saya buka, dan itu saya serahkan kepada KPK. Saya masih ada amplop yang saya terima, saya enggak mau lagi ada kejadian kepada saya, yang ini saya serahkan saja deh. Pada waktu itu sebenarnya, alah sudah lah enggak apa-apa, tapi akhirnya ini ditanya (penyidik) dari siapa kan (uangnya)," ucap Eni.
ADVERTISEMENT
Terkait uang sebesar SGD 10 ribu itu, masih belum jelas kaitannya dalam kasus suap dan gratifikasi yang menjerat Eni. Selain itu, belum ada konfirmasi dari pihak Jonan mengenai hal tersebut.
WhatsApp Samin Tan
Bukan kali ini saja Eni mencoba menyeret-nyeret nama Jonan. Pada persidangan sebelumnya, penuntut umum KPK sempat membeberkan dua percakapan antara Eni dengan pemilik PT Borneo Lumbung Energi & Metal Samin Tan. Dalam percakapan itu, nama Jonan sempat turut disinggung. Bahkan, dalam percakapan itu, Eni kepada Samin mengatakan akan mempermalukan Jonan. Percakapan itu dibuka ketika Samin Tan dihadirkan sebagai saksi untuk Eni.
"Ini percakapan WA yang saya maksud antara Samin Tan dan Eni tanggal 3 Juni 2018, Eni mengatakan 'survei terakhir alhamdulillah selisih di atas 5 persen pada jam 9.52, Pak Samin kemarin saya terima dari Mbak Nenie (Direktur BORN) Rp 4 miliar terima kasih yang luar biasa ya, insya allah kalau surat dari jamdatun keluar senin atau selasa pagi saya akan geber lagi di raker dengan Jonan selasa, saya punya rasa kalau ini aman kalau tidak saya akan permalukan Jonan jam 9.55'. Betul itu, Pak?" tanya jaksa KPK ke Samin Tan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (2/1).
Dirut PT Borneo Lumbung Energi & Metal, Samin Tan di Pengadilan Tipikor. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Dirut PT Borneo Lumbung Energi & Metal, Samin Tan di Pengadilan Tipikor. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
"Seperti saya sampaikan tadi, pesan ini dan isinya baru saya lihat waktu saya diperiksa di KPK. Jadi saya sendiri merasa tak pernah menerima WhatsApp ini makanya tidak ada jawaban dari saya karena saya enggak pernah terima (pesan)," jawab Samin Tan dalam persidangan ketika itu.
ADVERTISEMENT
Selain percakapan pada 3 Juni 2018 itu, jaksa KPK juga turut menampilkan transkrip percakapan keduanya pada 5 Juni 2018. "Izin satu lagi perlihatkan Yang Mulia. Ini dari HP terdakwa (Eni) percakapan WA tanggal 5 Juni 2018 dari Bu Eni kepada Samin Tan," kata jaksa.
"(Eni menuliskan) 'Pak Samin untuk pilkada boleh dong ditambahin jam 14.23 atau pake dulu nanti fee balikin survei sudah bagus jadi harus kencang terus, ping, kemudian Jonan sudah ok Pak Samin ditunggu jam 12 jumat ini, dikantor yak, datang sendiri yak'. Anda melihat percakapan WA ini?" tanya jaksa KPK lagi kepada Samin Tan.
Terkait hal tersebut, Samin mengakui nomor penerima pesan itu adalah miliknya. Namun, ia mengaku lupa pernah menerima pesan tersebut.
ADVERTISEMENT
Samin Tan dihadirkan dalam persidangan karena ia turut disebut sebagai pemberi gratifikasi kepada Eni Saragih. Dalam dakwaan Eni, Samin disebut memberikan gratifikasi sebesar Rp 5 miliar kepada politikus Golkar itu. Gratifikasi itu diberikan karena Eni sudah memfasilitasi Samin Tan berkoordinasi dengan Kementerian ESDM terkait permasalahan hukum salah satu anak perusahaannya, yakni PT Asmin Koliando Tuhup (AKT).
Permasalahan yang dimaksud adalah mengenai pemutusan Perjanjian Kerja Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi 3 di Kalimantan Tengah antara PT AKT dan Kementerian ESDM. Izin PT AKT tersebut dicabut oleh Kementerian ESDM karena dinilai menyalahi ketentuan.
Samin yang mengajukan gugatan PTUN terhadap pencabutan izin tersebut dan memenangkannya. Ia diduga melakukan pendekatan agar Kementerian ESDM segera mematuhi putusan tersebut. Pendekatan diduga dilakukan melalui Mekeng dan Eni.
ADVERTISEMENT
Samin dalam keterangannya mengakui bahwa dia berkoordinasi dengan Mekeng dan Eni. Bahkan, Eni mengaku bahwa ia diperintahkan Mekeng untuk membantu Samin. Eni juga menyebut bahwa hal tersebut ia kemudian menghubungi Jonan dan beberapa kali bertemu membahas hal tersebut.
Usai persidangan, Eni pun sempat menjelaskan maksud ucapan janji tersebut. Menurut dia, Jonan sempat meminta bahwa semua proses harus sesuai dengan prosedur dan aturan. Ia mengaku hanya memfasilitasi antara Samin Tan dan pihak ESDM.
Terdakwa mantan wakil ketua komisi VII DPR Eni Maulani Saragih saat memasuki ruang sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (22/1).
 (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa mantan wakil ketua komisi VII DPR Eni Maulani Saragih saat memasuki ruang sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (22/1). (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
Dalam kasus ini, Eni Saragih didakwa menerima suap dari Johanes Budisutrisno Kotjo sebesar Rp 4,75 miliar. Suap diduga diberikan agar Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU MT) Riau-1.
Selain dakwaan suap, Eni juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 5,6 miliar dan dan SGD 40 ribu. Uang itu disebut berasal dari 4 pengusaha yang bergerak di bidang energi dan migas yang berkaitan dengan mitra kerja dari Komisi VII DPR.
ADVERTISEMENT