Eni Saragih Minta Divonis Ringan: Saya Bukan Pencuri Uang Negara

19 Februari 2019 12:20 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa kasus suap PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih berjalan memasuki ruangan untuk menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (26/12/2018). S Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus suap PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih berjalan memasuki ruangan untuk menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (26/12/2018). S Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
ADVERTISEMENT
Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih, mengaku kaget dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan dalam kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1.
ADVERTISEMENT
Tak hanya tuntutan penjara, politikus Partai Golkar itu juga dituntut pencabutan hak politik selama 5 tahun usai menjalani pidana pokok serta diwajibkan membayar uang pengganti Rp 10,35 miliar dan SGD 40 ribu.
Ia merasa tuntutan tersebut terlalu berat sebab ia merasa dalam kasus ini tidak mencuri uang negara.
"Dalam proses persidangan perkara ini, jelas-jelas saya tidak mencuri uang negara. Saya juga telah mengembalikan uang yang diterima (dari Kojto) kepada KPK," kata Eni saat membacakan nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (19/2).
Eks Anggota DPR Eni Saragih menalani Sidang Pledoi di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: Adhim Mugni/kumparan
Eni mengaku salah dan menyesali perbuatannya telah menerima uang dalam proyek PLTU Riau-1 dan gratifikasi.
Eni juga mengelak disebut sebagai pelaku utama dalam kasus ini, sebab ia merasa telah bersikap kooperatif dalam proses penyidikan hingga persidangan.
ADVERTISEMENT
Sehingga Eni meminta majelis hakim mengabulkan permohonan Justice Collaborator (JC) yang diajukannya serta menjatuhkan vonis ringan terhadapnya.
"Saya bertobat, saya menerima konsekuensinya dari apa yang saya lakukan tapi saya mohon keadilan dari hukuman, memohon majelis hakim Yang Mulia memberikan hukuman yang seringan-seringannya," ucap Eni.
Sementara itu kuasa hukum Eni, Fadli Nasution, menyebut tuntutan pencabutan hak politik bagi Eni terlalu berlebihan. Sebab menurut Fadli, Eni dikenal sebagai politikus yang berpihak pada rakyat. Ia berharap majelis hakim tidak mencabut hak politik Eni.
"Bu Eni siap menerima hukuman, namun terlihat belum siap adanya pencabutan hak politik karena politik telah menjadi bagian dari hidupnya," tutur Fadli.
Kuasa hukum Eni juga berharap majelis hakim menerima permohonan JC tersebut. Sebab, Eni dianggap telah membongkar pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus ini, maupun dalam perkara lain.
ADVERTISEMENT
Setelah pembacaan pleidoi, Eni selanjutnya akan menjalani sidang vonis pada Jumat (1/3).
Terdakwa kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 Johannes Budisutrisno Kotjo menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (3/12/2018). Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Dalam kasus ini Eni dijerat dalam dua kasus yakni suap dan gratifikasi. Di kasus suap, Eni didakwa menerima uang Rp 4,75 miliar dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Budisutrisno Kotjo.
Suap diberikan agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU Riau-1.
Di kasus gratifikasi, Eni disebut telah menerima uang dari sejumlah pengusaha minyak dan gas yang jumlahnya Rp 5,6 miliar dan SGD 40 ribu.
Beberapa pihak yang memberikan gratifikasi kepada Eni, yakni:
1. Rp 250 juta dari Prihadi Santoso selaku Direktur PT Smelting.
2. Rp 100 juta dan SGD 40 ribu dari Herwin Tanuwidjaja selaku Direktur PT One Connect Indonesia
ADVERTISEMENT
3. Rp 5 miliar dari Samin Tan selaku pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal
4. Rp 250 juta dari Iswan Ibrahim selaku Presiden Direktur PT Isarga.
Menurut jaksa, uang yang diterima Eni dipakai untuk keperluan pribadinya serta pencalonan suaminya, M.Al Khadziq yang maju sebagai calon Bupati Temanggung pada Pilkada 2018.