ESDM: Kecil Kemungkinan Terjadi Longsor Besar di Gunung Anak Krakatau

29 Desember 2018 11:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sekertaris Badan Geologi Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, Antonius Ratdomopurbo memberikan keterangan pers terkait kondisi terkini Anak Gunung Krakatau di Gedung Kementrian ESDM, Jakarta, Sabtu (29/12). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sekertaris Badan Geologi Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, Antonius Ratdomopurbo memberikan keterangan pers terkait kondisi terkini Anak Gunung Krakatau di Gedung Kementrian ESDM, Jakarta, Sabtu (29/12). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Badan Geologi Kementerian ESDM menyebut kemungkinan terjadi longsoran besar yang memicu tsunami dari Gunung Anak Krakatau sangat kecil. Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Badan Geologi Kementerian ESDM Antonius Ratdomopurbo.
ADVERTISEMENT
Ia mengatakan, potensi bahaya dari aktivitas letusan Gunung Anak Krakatau saat ini yang paling memungkinkan adalah letusan-letusan surtseyan. Letusan surtseyan terjadi di permukaan air laut, magma yang keluar dari Anak Krakatau bersentuhan dengan laut.
"Potensinya kecil untuk terjadinya longsoran besar. Itu yang ditunggu masyarakat mungkin," ujar Purbo di Ruang Sarulla Kementerian ESDM, Jakarta, Sabtu (29/11).
Potensi kecil untuk terjadinya longsoran besar yang memicu tsunami ini juga dikarenakan sisa volume tubuh Gunung Anak Krakatau yang berkurang. Kini volume Gunung Anak Krakatau hanya tinggal sekitar 40-70 meter kubik. Namun, dia menjelaskan masih akan mengkonfirmasi data ini dengan penelitian lebih lanjut.
Foto udara letusan gunung Anak Krakatau di Selat Sunda. (Foto: Antara/Nurul Hidayat)
zoom-in-whitePerbesar
Foto udara letusan gunung Anak Krakatau di Selat Sunda. (Foto: Antara/Nurul Hidayat)
Dia juga menyampaikan, kini letusan Gunung Anak Krakatau bersifat implusif. Berbeda dengan keadaan sebelumnya yang tercatat berdentum sebanyak 14 kali per-menit.
ADVERTISEMENT
"Letusan bersifat implusif. Jadi seperti meletup, selesai. Implusif," jelasnya.
Namun hal ini tidak berarti menutup adanya kemungkinan reaktivasi struktur patahan sesar yang ada di Selat Sunda yang bisa memicu meningkatnya aktivitas Gunung Anak Krakatau.
Meski terjadi penurunan aktivitas, Gunung Anak Krakatau akan terus dipantau agar bencana susulan dapat diantisipasi segera. Sampai saat ini, Gunung Anak Krakatau masih dalam status Siaga.
Masyarakat diimbau untuk tidak mendekati Gunung Anak Krakatau dalam radius 5 kilometer dari kawah, selain itu menyiapkan masker untuk mengantisipasi jika terjadi hujan abu.