Fahri Bela Baiq Nuril: UU ITE Salah Kaprah, Baiknya Pemerintah Tarik

5 Juli 2019 15:47 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk 'Menakar Efektivitas Debat Capres dalam Meraih Suara' di gedung parlemen DPR RI, Jakarta. Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk 'Menakar Efektivitas Debat Capres dalam Meraih Suara' di gedung parlemen DPR RI, Jakarta. Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengaku heran dengan penolakan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan terpidana kasus pelanggaran UU ITE, Baiq Nuril, oleh Mahkamah Agung. Baiq Nuril adalah tenaga honorer SMAN 7 Mataram yang dinilai terbukti menyebarkan percakapan bermuatan asusila.
ADVERTISEMENT
Fahri menilai penolakan ini terjadi akibat salah kaprah soal UU Informasi dan Transaksi Ekonomi (ITE), yang justru kerap menjadi pasal karet. Ia mengatakan, UU ITE ini justru merugikan kebebasan masyarakat untuk membela diri seperti Baiq Nuril.
"UU ITE itu salah kaprah, baiknya pemerintah menarik kembali pasal karet di UU ITE. Sebab itu merugikan kebebasan masyarakat untuk membela diri," kata Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (5/7).
"Masa orang membela diri, abis dizalimi membela diri, terus kena," imbuhnya.
Menurut Fahri, banyak kasus yang membuat UU ITE salah kaprah. Dalam kasus Baiq Nuril, ia mengaku tak paham bagaimana orang harus membela diri karena dilecehkan, namun justru terjerat pidana.
"Kamu dilecehkan, kamu foto, kamu videokan orang yang melecehkan kamu, saya yang kena gimana sih. Itukan pengertiannya. Di atas mimbar keadilan sudah enggak kena," ujarnya.
Baiq Nuril saat wawancara eksklusif dengan kumparan. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
Maka dari itu, jika ia berada dalam posisi pemerintah, Fahri akan menarik UU ITE karena dianggap sudah tak masuk akal.
ADVERTISEMENT
"Pelecehan direkam, justru dia yang terlecehkan kena kasus. Itu enggak masuk akal. Maka saya kira, kalau saya jadi pemerintah UU itu (ITE) tidak ada di republik ya kan, begitu," ucap Fahri.
Mahkamah Agung sebelumnya menolak PK yang diajukan Baiq Nuril karena dianggap tak memenuhi syarat. Dengan penolakan ini, maka status Baiq Nuril tetap pada putusan kasasi, yakni divonis 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.
"Mahkamah Agung menolak permohonan Peninjauan Kembali pemohon/terpidana Baiq Nuril, yang mengajukan PK ke MA dengan Nomor 83 PK/Pid.Sus/2019," kata juru bicara MA Andi Samsan Nganro saat dihubungi, Jumat (5/7).