Fahri Evaluasi 20 Tahun Reformasi: Wewenang DPD hingga Fungsi Parpol

21 Mei 2018 13:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Fahri Hamzah. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Fahri Hamzah. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
ADVERTISEMENT
20 Tahun pascareformasi, sejumlah masalah masih mengemuka dan menjadi PR penting bagi pemerintah. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai Indonesia memang patut bersyukur karena kini hidup di alam demokrasi.
ADVERTISEMENT
Namun, masih terdapat lubang-lubang alias hal-hal yang perlu disempurnakan dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Antara lain wewenang DPD yang tidak jelas, permasalahan independesi lembaga yudikatif, hingga penguatan fungsi partai politik.
“Bagaimana memfungsikan DPD, (padahal) dipilihnya dengan uang begitu besar, kewenangannya enggak ada. Bagaimana independensi yudikatif, saya menganggap Kejaksaan Agung itu harus lebih independen. Presidensialismenya juga diperkuat, termasuk juga partai politik,” papar Fahri di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/5).
Fahri menambahkan, keberhasilan sistem demokrasi dalam suatu negara sangat bergantung pada pemimpinnya. Jika pemimpinnya tak memiliki kemampuan dan kualitas memadai, maka ketimpangan ekonomi dan sosial tetap akan terjadi.
“Demokrasi ini saya analogikan seperti smartphone. Kita punya smartpohone tetapi kalau kemampuan kita cuma telepon sama SMS, akhirnya fitur lain enggak kepakai. Itulah demokrasi," ucap Fahri.
ADVERTISEMENT
"Demokrasi itu punya segala fitur, kesejahteraan ekonomi, kebebasan, inovasi, segalanyalah diatur di dalam fitur-fitur ekonomi. Tetapi kalau kemampuan menggunkananya rendah, enggak jalan,” imbuh anggota DPR Dapil NTB itu.
Politikus asal PKS itu bercerita, era orde baru erat kaitannya dengan gaya kepemimpinan Presiden Soeharto yang otoriter. Nyaris seluruh elemen masyarakat memimpikan iklim demokrasi, namun tak mungkin terjadi jika Soeharto tidak lengser.
“Sistem ini membuat presidennya menjadi otoriter, sistemnya tertutup, aparatanya korupsi. Maka kita minta perubahan sistem. Tetapi karena perubahan sistem itu enggak mungkin kalau Pak Harto enggak mundur, maka kita menuntut Pak Harto mundur waktu itu,” kenang Fahri.
Setelah Soeharto lengser, lanjut Fahri, perbaikan sistem pemerintah ke arah demokrasi dimulai melalui amandemen UUD 1945. Setelahnya, dilanjutkan dengan mengakhiri dwi fungsi ABRI dan mencanangkan sistem otonomi daerah.
ADVERTISEMENT
“Kita berantas KKN, lahir ketetapan MPR tentang KK. Maka kalau ditanya dalam 20 tahun apa yang sudah (diperbaiki), yang sudah itu perbaikan sistem. Nama sistem kita ini canggih demokrasi, itu udah the best-lah di dunia itu. Kita ini punya sistem yang terbaik,” ucap Fahri.