Fahri Hamzah soal Gugatan JK Cawapres: Ini Sudah Pragmatisme Politik

20 Juli 2018 15:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah (Foto:  Rafyq Panjaitan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah (Foto: Rafyq Panjaitan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Nama Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menguat sebagai pendamping Jokowi dua pekan jelang pendaftaran capres-cawapres. Hal itu setelah Perindo melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) soal Pasal 169 huruf n UU Pemilu yang dianggap menghalangi JK menjadi wapres untuk ketiga kalinya.
ADVERTISEMENT
Merespons hal itu, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah turut angkat bicara. Fahri menilai upaya gugatan tersebut merupakan bentuk pragmatisme politik JK agar bisa maju sebagai cawapres di Pilpres 2019. Gugatan itu, justru berpotensi membuat regenerasi kepemimpinan mandek.
"Ya kalau gitu kita sudah enggak bicara idealisme lagi. Sudah kacau idealisme begitu itu, regenerasi sudah enggak ada. Ini sudah pragmatisme politik saja," ujar Fahri di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (20/7).
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah (Foto:  Rafyq Panjaitan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah (Foto: Rafyq Panjaitan/kumparan)
Pragmatisme politik itu, kata Fahri, juga menghinggapi partai koalisi Jokowi. Sebab partai koalisi pemerintah berharap duet Jokowi-JK bisa kembali menang di Pilpres 2019.
"Semua juga pragmatis kan dukung-dukungan ini juga pragmatisme, enggak ada idealisme. Kita enggak ketemu ideologi, kita enggak ketemu pemikiran, mentok semua ini," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Jokowi Dinilai Bingung
Fahri menilai, kembali mencuatnya opsi Jokowi-JK dilakukan untuk meredam gejolak di koalisi pemerintah. Sebab menurut kabar yang ia dapat, Jokowi saat ini sedang bingung. Hal itu lantaran, jika Jokowi memilih cawapres dari salah satu partai pendukungnya, maka bisa menyebabkan partai koalisi tidak akur.
"Saya dengar Pak Jokowi bingung, karena calonnya ini kalau diambil satu bisa berantem (sesama koalisi). Bisa-bisa dia (Jokowi) enggak dapat pendukung, terutama antar Golkar dan PDIP, ya kalau ditambah 3 Golkar, PDIP, PKB, atau Golkar PDIP ini yang paling berat (bersaingnya)," jelas politikus PKS itu.
Wakil Presiden, Jusuf Kalla. (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Presiden, Jusuf Kalla. (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
Atas dasar itu, Fahri berpendapat, Jokowi lebih baik memilih JK kembali dengan cara judicial review Pasal 169 huruf n UU Pemilu ke MK. Sehingga tidak ada halangan konstitusional bagi JK untuk maju ketiga kalinya sebagai wapres.
ADVERTISEMENT
"Daripada berantem, ya saya dengar itu. Solusinya sudah Pak JK kembali lagi (dampingi Jokowi). Ini yang mau di-JR supaya larangan dua kali berturut turut itu pada paket (pasangan) gitu. Tiga kali berturut-turut itu pada paket (pasangan). Kalau paketnya itu Jokowi-JK masih oke, karena waktu itu (Pilpres 2004) Pak JK kan dengan SBY," ungkapnya.
Peta Politik Pilpes 2019. (Foto: Faisal Nu'man/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Peta Politik Pilpes 2019. (Foto: Faisal Nu'man/kumparan)
Meski Fahri secara pribadi tak sependapat jika JK kembali maju di Pilpres. Ia beranggapan masih ada peran lain untuk JK selain menjadi wapres. Terlebih, Fahri menilai JK saat ini tak seagresif ketika menjadi wapres di era SBY.
"Artinya ada peran lain Pak JK selain sebagai wakil presiden, dan juga sudah enggak efektif juga kok. Kemarin-kemarin itu Pak JK itu enggak kayak waktu jaman Pak SBY kan, Pak JK sekarang itu lebih banyak diam," jelasnya.
ADVERTISEMENT