Fayakhun Diduga Melawan Setya Novanto karena Dipindah dari Komisi I

12 September 2018 21:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Fayakhun Andriadi menjalani sidang perdana terkait kasus korupsi pengadaan alat satelit monitoring Badan Keamanan Laut (Bakamla) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (16/8). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Fayakhun Andriadi menjalani sidang perdana terkait kasus korupsi pengadaan alat satelit monitoring Badan Keamanan Laut (Bakamla) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (16/8). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Sidang kasus dugaan suap pembahasan anggaran untuk Badan Keamanan Laut (Bakamla) dengan terdakwa mantan anggota Komisi I DPR Fayakhun Andriadi kembali memunculkan fakta baru.
ADVERTISEMENT
Dalam sidang itu, Sekretaris DPD Golkar DKI Jakarta Basri Baco mengatakan bahwa Fayakhun pernah mengeluh terkait keputusan mantan Ketua DPR Setya Novanto. Menurut Basri, politikus Golkar itu mengeluh karena sempat dipindahkan oleh Setnov dari Komisi I ke Komisi VIII. Komisi I merupakan mitra kerja dari Bakamla.
"Apa pernah disampaikan keluh kesah (dari Fayakhun) mau dipindahkan Pak Setya Novanto, pindah Komisi?" tanya jaksa KPK Takdir Suhan kepada Basri di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (12/9).
"Iya, Pak Fayakhun sempat beritahu itu. Saya sampaikan di BAP (Berita Acara Pemeriksaan)," jawab Basri.
Dalam BAP Basri disebutkan, Setnov yang juga Ketum Golkar memindahkan Fayakhun dari Komisi I ke Komisi VIII, namun keputusan perpindahan itu ditolak oleh Fayakhun. Bahkan Fayakhun tetap mengikuti rapat di Komisi I meski namanya sudah tidak ada dalam daftar absen.
ADVERTISEMENT
"Di BAP saudara katakan 'Fayakhun tidak setuju hal tersebut dan melawan Setya Novanto. Diinformasikan meski namanya sudah di Komisi VIII, dia tetap ikut rapat di Komisi I DPR. Dan karena namanya enggak ada di daftar hadir Komisi I jadi saudara Fayakhun menulis sendiri namanya dengan tulis tangan'. Apakah benar itu BAP saudara?" tanya Takdir.
"Iya, benar," jawab Basri.
Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto usai diperiksa penyidik terkait kasus suap pembangunan proyek PLTU Riau-1, di KPK, Jakarta, Selasa (28/08/2018). (Foto: Nadia K Putri)
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto usai diperiksa penyidik terkait kasus suap pembangunan proyek PLTU Riau-1, di KPK, Jakarta, Selasa (28/08/2018). (Foto: Nadia K Putri)
Namun demikian, Basri mengaku Fayakhun tidak bercerita alasan Setnov merotasi mantan Ketua DPD Golkar DKI Jakarta itu. "Dan terakhir seingat saya (Fayakhun) dipindahkan (lagi) ke Komisi III," ujar Basri.
Pada persidangan sebelumnya, nama Setnov pernah disinggung oleh Staf Operational PT Merial Esa, Muhammad Adami Okta. Saat itu Adami bersama bosnya Fahmi Darmawansyah mengaku pernah diajak oleh Fayakhun untuk menghadap ke rumah Setya Novanto.
ADVERTISEMENT
Dalam pertemuan itu, Fahmi diminta Fayakhun untuk menjelaskan terkait aliran dana fee proyek di Bakamla tahun 2016 kepada Setnov. Menurut Adami, saat itu Fayakhun kecewa karena hanya menerima suap senilai USD 910 ribu atau sekitar Rp 12 miliar. Sementara Staf Khusus di Bakamla, Ali Fahmi Habsyi, justru menerima suap Rp 54 miliar.
"Di perjalanan proyek ada saling klaim antara Fayakhun dan Ali Fahmi, masing-masing mengklaim hasil kerja mereka dalam proyek ini. Jadi dengan pertimbangan itu diberikan fee kepada Fayakhun sebagian dan Fahmi Rp 54 miliar," ujar Adami dalam persidangan.
Dalam kasus ini, Fayakhun Andriadi didakwa menerima suap USD 911.480 atau sekitar Rp 12 miliar dari Fahmi Darmawansyah. Suap itu diduga diberikan agar Fayakhun mengupayakan penambahan anggaran untuk Bakamla, khususnya terkait dengan anggaran pengadan proyek satelit dan monitoring pada tahun 2016.
ADVERTISEMENT