Festival Ngopi Sepuluh Ewu Banyuwangi, Lebarannya Para Pecinta Kopi

13 Oktober 2019 13:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Keseruan Festival Ngopi Sepuluh Ewu di Banyuwangi. Foto: Dok. Pemkab Banyuwangi
zoom-in-whitePerbesar
Keseruan Festival Ngopi Sepuluh Ewu di Banyuwangi. Foto: Dok. Pemkab Banyuwangi
ADVERTISEMENT
Ribuan pecinta kopi dari berbagai daerah berkumpul di Festival Ngopi Sepuluh Ewu (Ngopi Sepuluh Ribu) di Desa Adat Kemiren, Banyuwangi, pada Sabtu (12/10) malam.
ADVERTISEMENT
Acara ngopi-ngopi yang sudah masuk tahun ketujuhnya ini tak hanya menyedot antusiasme wisatawan lokal, bahkan hingga mancanegara. Ya, Festival Ngopi Sepuluh Ewu ini tak ubahnya menjadi lebaran bagi para pecinta kopi.
Umam, misalnya, yang datang dari Surabaya sengaja datang ke festival ini karena bisa merasakan sensasi ngopi yang berbeda.
"Kalau sekadar mau ngopi khas Banyuwangi, banyak ko kafe yang menyediakannya sekarang. Tapi beda dengan ngopi di sini," ungkap Umam yang mengaku sudah tiga tahun terakhir datang ke festival ini.
Pria yang pernah kuliah kerja nyata (KKN) di Banyuwangi ini mengungkapkan festival ini menjadi ajang pertemuan dengan sesama pecinta kopi.
"Ini seperti lebaran, kita bisa bersilaturahmi, bertemu dengan teman-teman sesama pecinta kopi. Ngobrolnya macam-macam, melepas kangen," ungkapnya.
Keseruan Festival Ngopi Sepuluh Ewu di Banyuwangi. Foto: Dok. Pemkab Banyuwangi
Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Akmal Malik, juga tak ingin ketinggalan dengan festival ini. Ia terkesan dengan festival yang diadakan masyarakat Desa Kemiren secara swadaya.
ADVERTISEMENT
"Di Banyuwangi ini terasa keguyuban warganya. Mulai Gandung Sewu hingga Festival Ngopi, warga gotong royong untuk memajukan daerahnya lewat atraksinya. Pancasila hadir sesungguhnya di Banyuwangi ini," ujar Akmal.
Pesan Filosofis di Tiap Cangkir Kopi
Tradisi ngopi di Desa Kemiren selama ini tak sebatas menikmati seduhan biji kopi. Namun, juga terdapat pesan filosofis yang terkandung dalam setiap cangkirnya. Secangkir kopi digambarkan dapat menyatukan beragam perbedaan dan meningkatkan tali silaturahmi.
Festival Ngopi Sepuluh Ewu juga digelar secara swadaya oleh warganya, sebagai bentuk penghormatan kepada pengunjung dengan menyuguhkan kopi yang telah menjadi budaya warga Kemiren.
Tak tanggung-tanggung, warga Kemiren menyiapkan 350 kg bubuk kopi khas Banyuwangi untuk 10 ribu cangkir kopi yang dihidangkan untuk pengunjung. Variannya pun bermacam-macam, mulai dari arabica, robusta, dan house blend.
ADVERTISEMENT
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengapresiasi festival yang menjadi bagian dari gotong royong masyarakat. Ia berharap, lewat festival ini, maka dapat mendongkrak berbagai sektor, terutama ekonomi kreatif.
Keseruan Festival Ngopi Sepuluh Ewu di Banyuwangi. Foto: Dok. Pemkab Banyuwangi
"Acara ini menjadi cara untuk mengundang orang datang ke sini. Sebagai desa wisata, kedatangan orang ke Kemiren menjadi sesuatu yang penting untuk menggerakkan sektor ekonomi kreatif yang sedang tumbuh di sini. Seperti kuliner, batik, seni pertunjukan hingga penginapan," tutur Anas.
Sementara itu, sesepuh adat Desa Kemiren, Suhailik, menyampaikan warganya memiliki falsafah lungguh (menyiapkan tempat), suguh (menyajikan hidangan), dan gupuh (kesigapan tuan rumah menyambut tamu) dalam menghormati. Sehingga acara ngopi Sepuluh Ewu ini menggambarkan falsafah yang dipegang tiap warganya.
"Kita siapkan tempat duduk di sepanjang teras warga sebagai bagian dari 'lungguh'. Kita juga siapkan kopi dan beragam jajanan tradisional sebagai 'suguh'. Serta kita berupaya untuk memberikan pelayanan yang terbaik sebagai bentuk dari 'gupuh' kita," jelas Suhailik.
ADVERTISEMENT
Festival ini juga diramaikan oleh penyanyi Indra Lesmana dan Bupati Gresik Sambar Halim. Mereka juga berbaur bersama masyarakat menikmati seduhan kopi khas Banyuwangi.