FPUB Kritisi Insiden Nisan Salib Dipotong di Pemakaman di Yogya

18 Desember 2018 18:17 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Timotius Apriyanto, Sekretaris Jenderal Forum Persaudaraan Umat Beriman (FPUB). (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Timotius Apriyanto, Sekretaris Jenderal Forum Persaudaraan Umat Beriman (FPUB). (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
ADVERTISEMENT
Timotius Apriyanto, Sekretaris Jenderal Forum Persaudaraan Umat Beriman (FPUB), turut menanggapi viralnya insiden pemotongan nisan salib di Kotagede, Kota Yogyakarta. Menurutnya, perlu adanya pemahaman aparat tentang hak konstitusi warga negara Indonesia.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, sudah seharusnya konstitusi negara berlaku apa adanya. Yaitu menjamin hak setiap warga negara, kebebasan berekspresi, kehidupan beragama, termasuk di dalamnya menggunakan simbol keagamaan baik pada acara upacara keagamaan maupun pada ritual kehidupan. Misalnya berkaitan dengan kelahiran, pernikahan, dan juga kematian.
“Lebih luas lagi itu merupakan hak sipil dan lebih luas lagi itu merupakan hak asasi manusia,” kata Apriyanto di Yogya, Selasa (18/12).
Kejadian ini selanjutnya akan dijadikan refleksi umum tahun 2018. Ia berharap aparat harus lebih optimal lagi dalam menjamin kebebasan hak berekspresi kehidupan beragama di seluruh Indonesia tanpa terkecuali.
“Dan tanpa perspektif mayoritas dan minoritas harus dijamin keamanan sesuai dengan konstitusi,” bebernya.
Sementara itu, di sisi masyarakat, kesadaran bertoleransi memang masih dibangun pada tataran kesadaran formal, bukan kesadaran substansial.
ADVERTISEMENT
“Sama dengan demokrasi kita yang itu masih pada demokrasi prosedural, tapi belum pada demokrasi yang substansial,” katanya.
“Secara notabene makam itu makam umum, harus menyesuaikan. Terpaksa mengorbankan simbol keagamaan yang tapi sebenarnya saya menyaksikan bahwa kawan-kawan Katolik cukup mendalam karena bayangkan salib yang seharusnya itu menyertai jenazah orang yang meninggal di tempat pemakaman. Ini harus dihilangkan gara-gara formalitas relasi mayoritas dan minoritas,” bebernya.
Makam Slamet di pemakaman Jambon Purbayan. (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Makam Slamet di pemakaman Jambon Purbayan. (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
Persoalan intoleransi juga tidak hanya kejadian ini saja. Tetapi juga kejadian lain di Yogyakarta seperti pada 2 Januari lalu terkait terbakarnya 50 Al-Quran di Kulon Progo. Lalu pada 28 Januari ada pembatalan aksi sosial di Santo Paulus Pringgolayan.
“Kemudian tanggal 8 Februari penusukan pastur Jerman di Jambon. Tanggal 11 Maret kejadian PCM Muhammadiyah,” bebernya.
ADVERTISEMENT
“Ini yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi FPUB. FPUB akan melakukan advokasi terhadap hak dan kebebasan umat beragama dan hak kebebasan berekspresi di seluruh DIY dan seluruh wilayah Indonesia,” sebutnya.
Pihaknya juga mendorong kepolisian untuk melakukan penyelidikan secara transparan tentang data-data secara lengkap dan transparan tentang kehidupan antar umat beriman atau umat beragama di Yogyakarta. Harapannya masyarakat menjadi tidak terombang-ambing oleh informasi dari luar.